
Pemberian Makan pada Bayi dan Anak Usia Dini dalam Situasi Darurat
Author: dr. Afiah Salsabila
14 Des 2025
Topik: Makanan Bayi, Bencana Alam, Siaga Bencana, Air Susu Ibu
Situasi darurat seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, atau bencana yang terkait perubahan iklim menempatkan bayi dan anak usia dini pada risiko yang sangat tinggi. Pada kelompok usia ini, gangguan sekecil apa pun dalam akses pangan, air bersih, atau layanan kesehatan dapat dengan cepat meningkatkan risiko infeksi, diare, dan malnutrisi karena mereka memiliki kebutuhan nutrisi yang tinggi dan sistem imun yang belum matang. Indonesia sendiri mencatat lebih dari tiga ribu kejadian bencana pada tahun 2023, sehingga kebutuhan akan pedoman pemberian makan yang kuat dan seragam menjadi semakin mendesak. (1)
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki kebijakan terpusat yang sepenuhnya mengatur pemberian makan bayi dan anak usia dini dalam kondisi darurat. Namun, pedoman internasional Operational Guidance on Infant and Young Child Feeding in Emergencies (OG-IFE) yang disusun oleh Emergency Nutrition Network, sebuah kelompok kerja yang didukung oleh organisasi independen Save the Children, dan panduan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dapat memberikan arahan praktis mengenai menyusui dan penggunaan makanan pengganti ASI di situasi bencana. Kedua pedoman ini saling melengkapi dan menjadi dasar implementasi klinis pada kondisi krisis. (1–4)
Pentingnya Dukungan Laktasi di Situasi Darurat
Baik OG-IFE maupun IDAI sependapat bahwa menyusui merupakan sumber nutrisi paling aman bagi anak usia dini selama bencana. Persiapan pemberian ASI tidak memerlukan suplai air bersih tambahan dan tidak bergantung pada pasokan energi atau peralatan supaya layak untuk dikonsumsi. ASI juga dapat memberikan proteksi imunologis yang adekuat untuk menangkal risiko penyakit yang meningkat di keadaan bencana. Untuk memfasilitasi pemberian ASI yang optimal, dukungan emosional, ruang aman, dan konseling menyusui dapat memulihkan rasa percaya diri ibu serta membantu mempertahankan atau meningkatkan produksi ASI. (3,4)
Dalam situasi darurat, tenaga kesehatan perlu memastikan ibu dan bayi tetap bersama, memfasilitasi rawat gabung dan kontak kulit ke kulit, serta memberikan pendampingan menyusui terutama bagi kelompok yang lebih rentan—misalnya ibu pascapersalinan, ibu remaja, dan ibu bayi BBLR atau prematur. Rekomendasi ini selaras antara OG-IFE dan IDAI, menegaskan bahwa menyusui tidak hanya mungkin dilakukan pada situasi darurat, tetapi justru merupakan intervensi yang paling protektif. (3,4)
Dalam kondisi tertentu, bayi memang tidak dapat menerima ASI. Baik OG-IFE maupun IDAI menekankan bahwa penanganan harus mengikuti urutan prioritas yang aman. Upaya pertama adalah relaktasi, yang dapat dilakukan ketika kondisi ibu memungkinkan dan dengan pendampingan yang memadai. Bila tidak memungkinkan dan tersedia bank ASI yang aman serta sesuai budaya, ASI donor dapat diberikan. Hanya jika kedua pilihan tersebut tidak dapat dilakukan, susu formula digunakan sebagai alternatif terakhir. Namun pada situasi darurat, penggunaan formula mengandung risiko besar karena keterbatasan air bersih dan fasilitas sterilisasi. OG-IFE dan IDAI sama-sama menegaskan bahwa formula bayi hanya boleh diberikan berdasarkan asesmen individual oleh tenaga kesehatan terlatih. Distribusi formula secara massal tanpa pengawasan sangat tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan risiko infeksi dan kematian akibat penyakit saluran cerna pada bayi. (3,4)
Rekomendasi IDAI tentang Makanan Pengganti ASI
IDAI memberikan panduan komprehensif mengenai penggunaan makanan pengganti ASI yang sepenuhnya sejalan dengan prinsip OG-IFE. Makanan pengganti ASI diberikan hanya diberikan pada kondisi-kondisi berikut:
- Ibu sudah tidak menyusui anaknya sebelum bencana dan tetap memutuskan untuk menyusui kembali
- Bisa diberikan sementara jika ibu masih proses relaktasi, sedang sakit atau mengalami malnurisi berat
- Bayi sakit yang tidak memungkinkan menyusu pada payudara, atau payudara ibu tidak memungkinkan untuk menyusui
Pada bayi usia di bawah enam bulan, satu-satunya pengganti ASI yang direkomendasikan adalah formula sesuai Codex Alimentarius. Dalam hal keamanan, IDAI merinci langkah-langkah penyiapan formula yang aman, mulai dari mencuci tangan, membersihkan dan mensterilkan peralatan, memeriksa tanggal kedaluwarsa, menggunakan air mendidih yang telah didinginkan hingga sekitar 70°C, menakar formula secara tepat, hingga membuang sisa susu setelah dua jam. Susu tidak boleh dipanaskan ulang dan hanya boleh disimpan di lemari pendingin maksimal dua puluh empat jam. Bila tidak tersedia air mendidih, formula cair steril menjadi pilihan paling aman. Bila kualitas air buruk, IDAI merekomendasikan metode desinfeksi seperti perebusan, filtrasi, atau klorinasi. (4)
Salah satu rekomendasi terpenting dari IDAI adalah menghindari penggunaan botol dan dot pada situasi darurat karena sulit dibersihkan dan sangat mudah terkontaminasi. IDAI menganjurkan penggunaan cangkir sebagai metode pemberian makan yang lebih aman, mudah dicuci, dan selaras dengan rekomendasi OG-IFE. Panduan IDAI juga mencakup penandaan takaran air pada cangkir untuk memastikan konsistensi penyiapan formula pada kondisi lapangan yang minim peralatan. (4)
Gambar 1. Alur untuk mengambil keputusan terkait pemberian makan pada bayi usia < 6 bulan, (4)
Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 6–23 Bulan
Setelah usia enam bulan, anak membutuhkan makanan pendamping untuk memenuhi kebutuhan energi dan mikronutrien. OG-IFE dan IDAI sama-sama menekankan bahwa MPASI harus memenuhi aspek keamanan, nilai gizi, kemudahan penyiapan, serta sesuai dengan budaya setempat. Pada situasi darurat, fasilitas memasak dan bahan pangan sering terbatas sehingga makanan fortifikasi atau bantuan pangan khusus untuk anak dapat diberikan. Edukasi tetap diperlukan agar pengasuh memahami cara menyiapkan makanan dengan higienis dan memberikan porsi yang sesuai usia. (1,3,4) Edukasi untuk lanjut memberikan ASI hingga minimal usia 2 tahun juga harus terus ditekankan. (4)
Asesmen Cepat dan Komunikasi yang Konsisten
Respons efektif pada situasi darurat dimulai dengan asesmen cepat mengenai praktik pemberian makan sebelum bencana, kondisi kesehatan ibu dan bayi, kualitas air dan sanitasi, serta risiko penggunaan makanan pengganti ASI secara tidak aman. OG-IFE menekankan pentingnya pesan komunikasi yang seragam dan berbasis bukti karena misinformasi sangat mudah beredar saat krisis. (3) Tenaga kesehatan perlu meluruskan mitos umum, seperti keyakinan bahwa stres menghambat produksi ASI. (2)
Kesimpulan
Pemberian makan bayi dan anak usia dini dalam situasi darurat membutuhkan panduan yang kuat dan implementasi yang terkoordinasi. Baik OG-IFE maupun IDAI memberikan prinsip yang selaras: menyusui adalah intervensi paling aman, penggunaan makanan pengganti ASI harus dilakukan secara hati-hati, dan keamanan menjadi prioritas mutlak. Dengan penerapan pedoman yang konsisten, komunikasi yang berbasis bukti, dan peran aktif dokter anak, risiko malnutrisi dan infeksi pada kelompok usia paling rentan dapat ditekan secara signifikan.
Daftar Pustaka
- Journal of Human Lactation. Breastfeeding Support and Protection During Natural Disaster and Climate-Related Emergencies in Indonesia: Policy Audit. 2025.
- Turkish Archives of Pediatrics. Infant and young child feeding in emergencies: A narrative review. 2024.
- Operational Guidance on Infant and Young Child Feeding in Emergencies (OG-IFE). Version 3.0. 2017.
- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Menyusui dalam Keadaan Bencana (2). 2018. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/menyusui-dalam-keadaan-bencana-2
