
BKKBN: Sebanyak 25,42% Anak dari Keluarga Kurang Sejahtera Belum Punya Jaminan Kesehatan – Apa Solusinya?
Author: dr. Afiah Salsabila
3 Sep 2025
Topik: BKKBN, Akta Lahir, Berita
Pendahuluan
Dokter anak tidak hanya berperan dalam ruang praktik klinis, tetapi juga menjadi garda depan dalam memastikan bahwa setiap anak memiliki akses layanan kesehatan yang adil. Kepemilikan jaminan kesehatan sejak usia dini adalah faktor penting yang menentukan apakah anak bisa mendapat imunisasi tepat waktu, gizi yang adekuat, hingga penanganan penyakit akut maupun kronis. Tanpa jaminan kesehatan, banyak anak yang berisiko tidak terlayani secara optimal, terutama jika anak lahir di keluarga yang tidak mampu sehingga rentan menunda atau bahkan menghindari layanan medis karena kendala biaya.
Untuk itu, dokter anak perlu memahami arah kebijakan nasional terkait perlindungan anak usia dini. Pada acara Best Practice Three Zeros: Kepemilikan Jaminan Kesehatan Anak Usia Dini, yang diselenggarakan oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) pada Selasa, 2 September 2025 secara daring, beberapa pembicara diundang untuk menjelaskan pentingnya kepemilikan jaminan kesehatan bagi anak untuk memastikan kesejateraan dan keamanan anak.
Program 3 Zeroes dan Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini
Pengasuhan anak usia dini merupakan aspek fundamental yang memengaruhi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan jangka panjang. Untuk mengukur kualitas pengasuhan, pemerintah mengembangkan Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini (IPAUD) yang mencakup lima dimensi: kesehatan, kecukupan gizi, stimulasi dini, pengasuhan responsif, serta keamanan dan keselamatan.
Program Three Zeros berfokus pada dimensi terakhir—keamanan dan keselamatan—yang diukur melalui tiga indikator utama: kepemilikan akta kelahiran, jaminan kesehatan, dan rumah tinggal layak huni. Bagi dokter anak, ketiga indikator ini bukan sekadar data administratif, tetapi gambaran nyata hambatan yang memengaruhi kualitas layanan medis. Anak tanpa jaminan kesehatan misalnya, cenderung terlambat datang ke fasilitas kesehatan sehingga diagnosis dan terapi sering tertunda.
Data Nasional dan Tantangan yang Dihadapi
Hasil Pemutakhiran Data Keluarga 2024 mencatat 72,1 juta keluarga di Indonesia, dengan 12,36 juta di antaranya memiliki balita. Dari kelompok tersebut, 25,42% anak usia dini di desil 1–4 tingkat kesejahteraan rumah tangga belum memiliki jaminan kesehatan. Artinya, satu dari empat anak dari keluarga miskin rentan kehilangan akses layanan.
Data lebih rinci menunjukkan, pada tahun 2023 hanya 53% anak usia <1 tahun yang memiliki jaminan kesehatan, sementara usia 1–4 tahun mencapai 60%. Jenis kepesertaan didominasi oleh BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun, terdapat kesenjangan antarprovinsi: di Nusa Tenggara Timur, Papua Pegunungan, Lampung, dan Sumatera Selatan, lebih dari 30% anak usia dini dari keluarga miskin belum terlindungi. Sebaliknya, Aceh dan Kalimantan Utara menunjukkan cakupan yang lebih baik.
Indeks Pengasuhan dan Target Nasional
IPAUD pada 2023 memiliki baseline 54,31 dan diproyeksikan naik menjadi 55,06 pada 2024 serta ditargetkan mencapai 57,43 pada 2029. Peningkatan ini ditopang oleh berbagai upaya lintas sektor, termasuk penguatan jaminan kesehatan anak.
Bagi dokter anak, IPAUD memberikan gambaran makro yang membantu merancang intervensi mikro. Misalnya, jika angka kepemilikan jaminan kesehatan rendah di suatu provinsi, dokter bisa mengarahkan advokasi pada pemerintah daerah atau memberikan konseling tambahan kepada keluarga pasien tentang cara mendaftar BPJS. Dengan demikian, dokter anak berkontribusi bukan hanya pada penyembuhan, tetapi juga pada upaya preventif dan promotif.
Peran BPJS dan Universal Health Coverage
BPJS Kesehatan melaporkan bahwa hingga 1 Agustus 2025, terdapat 281 juta peserta JKN atau 98,65% penduduk Indonesia. Angka ini menjadikan Indonesia salah satu negara tercepat mencapai Universal Health Coverage. Namun, tantangan berikutnya adalah memastikan status kepesertaan tetap aktif serta menjangkau 1,35% penduduk yang belum terdaftar.
Bagi anak, keberadaan JKN krusial. Biaya pelayanan medis tinggi—contoh operasi jantung bisa mencapai Rp130 juta—tidak mungkin ditanggung mayoritas keluarga tanpa perlindungan. Dengan iuran kelas 3 hanya Rp42.000 per bulan (disubsidi Rp7.000 oleh pemerintah), seorang anak sudah memiliki akses ke layanan komprehensif. Dokter anak yang memahami skema ini bisa lebih percaya diri mendorong keluarga untuk mendaftarkan anaknya, sekaligus menepis keraguan terkait beban biaya.
Pemanfaatan dan Hambatan
Meski cakupan meningkat, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa pemanfaatan JKN belum merata. Penggunaan JKN untuk rawat inap meningkat hingga 75,32% pada 2024, tetapi rawat jalan stagnan di angka 38,9%. Hambatan bisa berasal dari faktor akses, pengetahuan orang tua, atau persepsi tentang kualitas layanan.
Di sinilah peran dokter anak kembali penting. Edukasi kepada orang tua tentang manfaat memanfaatkan layanan kesehatan sejak dini, bahkan untuk kasus ringan, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Dokter juga bisa menjadi penghubung dengan kader kesehatan atau dinas kesehatan daerah untuk memperluas literasi masyarakat tentang pentingnya jaminan kesehatan.
Kolaborasi Lintas Sektor
Acara Best Practice Three Zeros menekankan bahwa keberhasilan peningkatan jaminan kesehatan anak usia dini tidak bisa dicapai sendirian. Pemerintah, BPJS, perguruan tinggi, media, swasta, hingga masyarakat perlu berkolaborasi. Praktik baik dari Kalimantan Timur dan NTT menjadi contoh bagaimana cara-cara inovatif namun sederhana mampu menutup kesenjangan kepemilikan jaminan kesehatan, disesuaikan dengan kendala unik masing-masing daerah.
Di Kalimantan Timur, prioritas kebijakan diarahkan pada kemudahan aktivasi JKN, dengan memberlakukan dua jalur pendaftaran: pertama, “jalur sehat” dengan masa tunggu 14 hari sesuai dengan aturan nasional, dan kedua, jalur sakit (point-of-care activation) yang memungkinkan kepesertaan untuk langsung aktif saat pasien berobat lewat skema PBPU–Pemda tanpa masa tunggu. Mekanisme ini, dengan dukungan penuh pemerintah daerah, menjadi strategi utama untuk meniadakan hambatan administratif sehingga anak dan ibu hamil bisa segera mengakses layanan esensial di saat hal tersebut paling dibutuhkan.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menempatkan prioritas pada jaminan keberlanjutan pembiayaan kepesertaan, terutama untuk segmen PBI-JK dan PBPU Pemda. Langkah ini diwujudkan dengan pemberian subsidi iuran sebesar Rp2.000 per orang per bulan bagi keluarga kurang mampu, sesuai dengan kapasitas fiskal daerah, yang hanya bisa diterapkan dengan adanya pembentukan sistem kerja terpadu agar kepesertaan JKN tepat sasaran, aktif, dan berkelanjutan.
Penutup
Bonus demografi hanya akan menjadi peluang jika anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan terlindungi. Program 3 Zeroes memastikan setiap anak memiliki akta lahir, jaminan kesehatan, dan rumah layak huni sebagai pondasi generasi emas 2045.
Bagi dokter anak, memahami program ini lebih dari sekadar mengetahui angka statistik. Ini adalah bekal untuk praktik yang lebih kontekstual, advokasi yang lebih tajam, dan pelayanan yang lebih berorientasi pada hak anak. Dengan dukungan dokter, kebijakan, dan masyarakat, Indonesia dapat memastikan bahwa tidak ada lagi anak usia dini yang kehilangan hak dasar atas jaminan kesehatan.
Video lengkap acara bisa dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=cLNzOJx0fJw
