Meta PixelMengisi Kesenjangan dalam Dukungan bagi Anak dengan Gangguan Pendengaran dan Keluarganya<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Mengisi Kesenjangan dalam Dukungan bagi Anak dengan Gangguan Pendengaran dan Keluarganya

Author: dr. Afiah Salsabila

24 Mei 2025

Topik: Tunarungu, Gangguan Pendengaran, Disabilitas, Ilmiah

Anak-anak dengan gangguan pendengaran menghadapi berbagai tantangan dalam tumbuh kembang mereka, khususnya dalam aspek komunikasi, perkembangan wicara, dan pendidikan. Tidak hanya itu, keluarga mereka—terutama orang tua—juga dihadapkan pada keterbatasan akses informasi dan dukungan sistemik yang memadai. Artikel ini membahas berbagai kesenjangan yang masih ada dalam sistem pendukung bagi anak dengan gangguan pendengaran dan keluarganya, serta saran untuk mengatasinya.


Tantangan Perkembangan: Bahasa dan Wicara

Gangguan pendengaran seringkali berdampak pada keterlambatan perkembangan bahasa dan komunikasi. Bahasa, baik lisan maupun isyarat, merupakan dasar utama dalam pembentukan kemampuan kognitif, sosial, dan emosional anak. Jika anak tidak mendapatkan paparan bahasa yang kaya dan berkelanjutan selama lima tahun pertama kehidupannya, maka ia berisiko mengalami language deprivation, yang dapat menyebabkan dampak neurologis jangka panjang. (1,2,3)

Murray dkk. (3) menegaskan bahwa deprivasi bahasa merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena menghambat akses anak terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang setara. (3) Bahasa isyarat bukan hanya alat komunikasi, melainkan kebutuhan fundamental untuk menunjang kesejahteraan anak tunarungu, terutama bila digunakan sejak dini. (3)


Kesenjangan dalam Sistem Pendidikan dan Informasi

Lebih dari 90% anak tunarungu lahir dari orang tua yang dapat mendengar, yang umumnya tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang gangguan pendengaran. (2) Mereka sering merasa kewalahan saat harus mengambil keputusan penting seperti pemilihan bahasa komunikasi dan teknologi bantu dengar. Banyak dari mereka hanya menerima informasi dari sudut pandang medis yang menganggap ketulian sebagai kekurangan, tanpa pemahaman tentang identitas budaya tunarungu atau manfaat dari pendekatan bilingual. (2,3)

Padahal, penggunaan bahasa isyarat tidak menghambat perkembangan bicara dan justru dapat memperkuat fondasi komunikasi anak. (2,3) Murray dkk.(3) menemukan bahwa anak yang tidak memiliki akses ke bahasa isyarat cenderung mengalami keterlambatan akademik dan keterasingan sosial.


Peran Dukungan Sosial: Faktor Penentu Keberhasilan

Penelitian lokal oleh Kumala dkk. (1) menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial—emosional, instrumental, informatif, dan penghargaan—yang diberikan oleh keluarga, terutama ibu, sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak tunarungu. Anak yang mendapat dukungan memadai menunjukkan keterbukaan, keberanian, dan kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan anak yang hanya menerima dukungan terbatas akibat kendala ekonomi.

Sayangnya, banyak keluarga masih merasa terisolasi dan tidak tahu harus mencari bantuan ke mana. Sistem dukungan yang tersedia sering kali terfragmentasi dan tidak terkoordinasi antara layanan kesehatan, pendidikan, dan sosial. (2)


Rekomendasi untuk Mengisi Kesenjangan


  1. Peningkatan Akses Deteksi dan Intervensi Dini

 Pemerintah perlu memperluas cakupan skrining pendengaran neonatal dan mempercepat akses ke layanan intervensi dini agar anak tidak kehilangan masa keemasan perkembangan bahasa. (2,3)


2. Pendidikan Bagi Orang Tua tentang Bahasa dan Hak Anak

 Orang tua perlu memperoleh informasi lengkap mengenai berbagai pilihan komunikasi, termasuk manfaat dan hak atas penggunaan bahasa isyarat. Pendekatan komunikasi anak tidak boleh hanya ditentukan oleh narasi medis, tetapi juga mempertimbangkan perspektif budaya dan hak anak. (3)


3. Dukungan Komunitas dan Peer Mentoring

 Inisiatif berbasis komunitas seperti kelompok dukungan orang tua, pelatihan bahasa isyarat untuk keluarga, dan kehadiran mentor tunarungu dapat memperkuat kapasitas keluarga dalam mendampingi anak. (2)


4. Pendekatan Bimodal Bilingual

 Pendekatan bimodal bilingual—penggunaan bahasa lisan dan bahasa isyarat secara bersamaan—terbukti memberikan hasil terbaik dalam perkembangan bahasa dan pendidikan anak tunarungu, dan seharusnya dijadikan praktik standar. (2,3)


5. Keterlibatan Profesional Tunarungu dalam Sistem Dukungan

 Profesional tunarungu dapat berperan sebagai panutan, sumber informasi, dan jembatan antara dunia anak tunarungu dan masyarakat umum. Kehadiran mereka dalam sistem layanan masih minim dan perlu diperluas. (2)


Penutup

Mengisi kesenjangan dalam dukungan bagi anak dengan gangguan pendengaran tidak hanya memerlukan pembenahan sistem layanan, tetapi juga perubahan paradigma—dari pendekatan medis menjadi pendekatan berbasis hak dan inklusi komunikasi. Bahasa adalah jembatan kehidupan; memastikan anak-anak tunarungu memiliki akses terhadap bahasa sejak dini adalah langkah awal menuju masa depan yang inklusif dan bermakna.


Daftar Pustaka

  1. Kumala FNF, Kamalia A, Khotimah SK. Gambaran Dukungan Sosial Keluarga yang Memiliki Anak Tuna Rungu. Psympathic Jurnal Ilmiah Psikologi. 2022;13(1):1–10.
  2. Terry J, Rance J. Systems that support hearing families with deaf children: A scoping review. PLoS One. 2023;18(11):e0288771. doi:10.1371/journal.pone.0288771.
  3. Murray JJ, Hall WC, Snoddon K. Education and health of children with hearing loss: the necessity of signed languages. Bull World Health Organ. 2019;97(10):711–716. doi:10.2471/BLT.19.229427.