
Belekan pada bayi baru lahir, normalkah?
22 Jul 2017

Author: Tim PrimaKu
5 Des 2025
Topik: MPASI Anak
Jam makan seharusnya menjadi momen yang menyenangkan bagi anak, tetapi dalam praktiknya, banyak keluarga justru menghadapi drama: anak menolak makan, orang tua memaksa, hingga suasana meja makan berubah tegang. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa konflik saat makan dapat memengaruhi perkembangan kebiasaan makan jangka panjang, meningkatkan risiko picky eating, serta membuat anak mengaitkan makan dengan stres, bukan kebutuhan alami tubuh. Untuk menciptakan suasana makan yang positif, orang tua perlu memahami prinsip responsive feeding, sebuah pendekatan berbasis bukti yang menekankan komunikasi dua arah antara orang tua dan anak.
1. Hindari Memaksa Anak Makan (Force Feeding)
Memaksa anak untuk menghabiskan makanan justru dapat menimbulkan penolakan makan yang lebih kuat. Studi oleh Galloway et al. menemukan bahwa tekanan orang tua untuk makan berkorelasi dengan peningkatan picky eating dan rendahnya minat anak terhadap makanan baru. Ketika anak dipaksa makan, ia kehilangan kemampuan alami mendengarkan sinyal lapar-kenyang tubuhnya. Coba tawarkan makanan sehat, biarkan anak memutuskan apakah ia akan makan dan berapa banyak.
2. Terapkan Prinsip Division of Responsibility
Menurut sebuah penelitian dan kajian perilaku makan, pembagian peran yang jelas sangat penting. Orang tua bertanggung jawab menyediakan makanan, waktu makan, dan lingkungan, sementara anak bertanggung jawab memutuskan apakah ia mau makan dan seberapa banyak. Pendekatan ini terbukti mengurangi konflik dan membangun hubungan sehat dengan makanan. MomDad bisa buat jadwal makan teratur (3x makan utama + 2x snack), sajikan variasi makanan tanpa tekanan.
3. Ciptakan Rutinitas Makan yang Konsisten
Ritual makan yang stabil membantu anak memahami apa yang diharapkan. Studi dari Journal of Nutrition Education and Behavior menunjukkan bahwa rutinitas makan teratur meningkatkan asupan gizi dan menurunkan perilaku negatif saat makan. Ketidakpastian jadwal membuat anak kurang fokus dan lebih sulit bekerja sama. Tentukan jam makan tetap, matikan TV/gadget, dan ajak anak duduk di kursi makan.
4. Jadikan Mealtime sebagai Momen Sosial, Bukan Sesi Negosiasi
Anak belajar dari modeling. Bila orang tua makan dengan tenang, tersenyum, dan menikmati makanan, anak akan menirunya. Studi menunjukkan bahwa anak yang melihat orang tua menikmati sayuran lebih mungkin mencobanya. Sebaliknya, terlalu banyak negosiasi (“5 suap lagi ya…”, “Ayo habiskan ini dulu…”) membuat makan terasa seperti tugas. Cara memperbaiki: fokus pada interaksi positif, cerita ringan, pujian non-pangan (“kamu duduknya rapi ya”), dan makan bersama.
5. Berikan Exposure Berulang pada Makanan Baru Tanpa Tekanan
Anak butuh 8–15 kali paparan sebelum menerima rasa baru.⁷ Ketika orang tua frustasi terlalu cepat, anak kehilangan kesempatan untuk belajar mengenal tekstur dan rasa.
Paparan berulang yang positif terbukti meningkatkan penerimaan sayuran, sesuai berbagai studi tentang repeated exposure. Sajikan porsi kecil makanan baru di piring, tanpa memaksa untuk menghabiskan.
6. Hindari Menggunakan Makanan sebagai Hadiah atau Hukuman
Menggunakan makanan sebagai reward (misalnya dessert) dapat membuat anak melihat makanan tertentu sebagai “lebih berharga,” sehingga meningkatkan preferensi berlebihan pada makanan manis dan membuat makan jadi transaksional. Puji perilaku baik dengan kata-kata atau aktivitas, bukan makanan.
7. Biarkan Anak Eksplorasi, Messy Eating Itu Normal
Penelitian perkembangan menunjukkan bahwa bayi belajar mengenal makanan lewat sentuhan, tekstur, dan bau. Melarang anak menyentuh makanan justru menghambat proses belajar ini. Messy eating adalah tahap penting dalam membangun kemandirian dan mengurangi kecemasan terhadap makanan baru. Siapkan area makan yang mudah dibersihkan dan izinkan anak menyentuh atau mengacak makanan dalam batas wajar.
Drama saat makan bukan tanda anak manja atau sulit diatur, melainkan sinyal bahwa pendekatan jam makan perlu diubah. Dengan memperhatikan ritme anak, membangun lingkungan yang positif, serta menerapkan prinsip responsive feeding, konflik dapat berkurang secara signifikan. Jam makan yang bebas drama membantu anak membangun hubungan sehat dengan makanan, meningkatkan asupan gizi, dan menumbuhkan kemandirian. MomDad tidak perlu mengejar “anak harus makan banyak,” cukup pastikan suasana makan tenang, hangat, dan penuh kesempatan eksplorasi. Perubahan kecil, bila dilakukan konsisten, dapat menciptakan dampak besar bagi tumbuh kembang anak.
Referensi: