Meta Pixel5 Penyebab Toilet Training Sering Gagal<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

5 Penyebab Toilet Training Sering Gagal

Author: Tim PrimaKu

18 Sep 2025

Topik: Toilet Training, 12 bulan ke atas, 1-2 tahun

Toilet training merupakan salah satu tonggak penting dalam perkembangan anak. Meski begitu, banyak orang tua merasa frustrasi karena proses ini seringkali tidak berjalan sesuai harapan. Hal ini biasanya disebabkan oleh ekspektasi yang tidak realistis, kurang konsistensi, serta kurangnya pemahaman terhadap kesiapan individu anak. Tekanan untuk segera berhasil justru dapat menimbulkan stres, penolakan, bahkan perilaku bermasalah. Berikut beberapa kendala umum yang dapat menyebabkan toilet training gagal.

1. Anak Menahan Kencing

Beberapa anak menahan kencing dalam waktu lama untuk menghindari toilet, atau hanya mau buang air kecil saat dipakaikan popok kembali. Hal ini dapat membatasi kesempatan berlatih dan membuat orang tua frustrasi.

Solusi yang dapat dicoba:

  • Tetap tenang ketika anak berhasil buang air kecil, jangan berlebihan memberi reaksi sampai selesai.
  • Buat tantangan kecil yang mengarah pada keberhasilan buang air di toilet, lalu rayakan setiap pencapaian.
  • Akhiri latihan toilet untuk hari itu setelah ada keberhasilan.
  • Tingkatkan asupan cairan sepanjang hari.
  • Latih toilet training pada saat anak paling mungkin buang air kecil.

2. Perilaku Bermasalah

Beberapa hambatan yang sering dilaporkan orang tua saat memulai atau melanjutkan toilet training adalah perilaku agresif, menyakiti diri, merusak lingkungan, menyiram air berlebihan, bermain dengan air, buang air sembarangan, hingga perilaku seksual.

Solusi yang dapat dicoba:

  • Hentikan penggunaan hukuman saat anak mengalami “kecelakaan”.
  • Kurangi waktu duduk di toilet agar anak tidak merasa tertekan.
  • Beri akses pada benda-benda kesukaannya di luar rutinitas toilet.

3. Anak Belum Sadar Rasa Ingin Buang Air Kecil

Beberapa anak sudah bisa mengenali dorongan buang air besar, tetapi belum sepenuhnya paham sinyal tubuh saat ingin buang air kecil. Akibatnya, mereka bisa mengalami kebocoran (urine leakage) atau hanya sedikit yang masuk ke toilet.

Solusi yang dapat dicoba:

  • Ajarkan anak untuk mengenali tanda fisik sederhana, misalnya perasaan “penuh” di perut atau sensasi ingin segera ke kamar mandi.
  • Gunakan pengingat visual atau audio seperti jam alarm yang berbunyi setiap 1–2 jam.
  • Konsisten mengajak anak ke toilet secara terjadwal, bukan hanya menunggu saat mereka bilang ingin pipis.
  • Berikan pujian atau reward sederhana ketika anak berhasil buang air kecil di toilet untuk memperkuat kebiasaan positif.

4. Anak Belum Bisa Mengatur Kebiasaan ke Toilet Sendiri

Sebagian anak belum menyadari sinyal kandung kemih penuh sebagai tanda untuk ke toilet, atau justru terlalu sering meminta ke toilet.

Solusi yang dapat dicoba:

  • Ajarkan anak merespons tanda lain, misalnya alarm jam tangan.
  • Kurangi instruksi langsung, berikan kesempatan anak pergi sendiri.
  • Sederhanakan program toilet training, misalnya kurangi reward atau waktu duduk di toilet.

5. Anak Sering Mengalami “Kecelakaan”

Yang dimaksud dengan “kecelakaan” di sini adalah saat anak tidak berhasil menggunakan toilet tepat waktu, misalnya buang air kecil di celana, buang air besar di tempat lain selain toilet, atau baru sadar ingin ke toilet setelah sudah keluar sebagian. Hal ini umum terjadi di awal proses toilet training.

Solusi yang dapat dicoba:

  • Tetap tenang dan jangan memarahi anak, karena kecelakaan adalah bagian dari proses belajar.
  • Sediakan beberapa celana dalam dan pakaian ganti agar anak lebih nyaman ketika berlatih.
  • Ajak anak ke toilet lebih sering, misalnya setiap 1–2 jam, terutama di waktu-waktu yang biasanya rawan terjadi kecelakaan.
  • Gunakan celana dalam berbahan katun, bukan popok sekali pakai, agar anak lebih mudah merasakan sensasi basah saat terjadi kecelakaan.
  • Berikan pujian ketika anak berhasil menggunakan toilet dengan benar agar mereka lebih termotivasi.

Toilet training adalah perjalanan yang penuh tantangan, berbeda pada setiap anak, dan membutuhkan kesabaran ekstra. Kegagalan kecil bukanlah tanda anak tidak bisa, melainkan bagian alami dari proses belajar. Dengan memahami berbagai hambatan yang mungkin terjadi serta solusi yang bisa diterapkan, MomDad dapat membantu si Kecil melewati tahap ini dengan lebih tenang. Ingatlah, kesiapan emosional dan fisik anak jauh lebih penting daripada sekadar mengejar kecepatan. Dengan dukungan yang konsisten, anak akan mampu mencapai kemandirian toilet sesuai ritmenya sendiri.

Referensi: