
Apakah makanan pendamping ASI (MPASI) komersil berbahaya buat bayi?
29 Jan 2018

Author: Dhia Priyanka
13 Des 2025
Topik: Article, 0-6 Bulan, Parenthood, Pneumonia
Banyak orang tua mengira pneumonia sama seperti batuk pilek biasa dan dapat sembuh dengan sendirinya. Padahal, pneumonia adalah infeksi paru yang berbahaya untuk bayi dan balita. Pneumonia adalah komplikasi berat infeksi saluran pernapasan, sehingga gejala awalnya mungkin hanyalah gejala infeksi saluran pernapasan pada umumnya, seperti batuk atau demam, namun gejala tersebut makin lama makin berat, misalnya demamnya semakin tinggi atau anak mengalami sesak napas [1]. Nah, pertanyaan yang sangat mungkin ditanyakan oleh para orang tua ketika anak mengalami pneumonia, "bisa nggak sih pneumonia sembuh sendiri?"
Perbedaan Pneumonia yang Disebabkan oleh Virus vs Bakteri
Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang menyerang bagian paru-paru yang paling dalam, yaitu alveoli dan saluran-saluran napas kecil di sekitarnya [2]. Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau kombinasi dari beberapa kuman sekaligus. Infeksi tersebut memicu peradangan dan penumpukan cairan di dalam jaringan paru, terutama di dalam alveoli yang yang berperan penting untuk proses pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga proses ini terganggu. Secara global, pneumonia masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak usia di bawah 5 tahun [3].
Pada pneumonia akibat virus, sering ditemukan bunyi napas mengi yang terjadi akibat penyempitan saluran napas yang kecil. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan gambaran paru-paru yang lebih gelap akibat terperangkapnya udara di dalam paru-paru. [4,5]. Sementara pneumonia yang disebabkan oleh bakteri biasanya menunjukkan gambaran paru-paru yang ditandai dengan bercak-bercak putih akibat adanya pemadatan paru [6].
Dahulu, kita mengira bahwa pneumonia yang disebabkan oleh bakteri selalu cenderung lebih berat. Namun, saat ini kita mengetahui bahwa pneumonia yang disebabkan oleh beberapa virus tertentu juga bisa menjadi sangat berat, misalnya karena infeksi respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza atau virus corona seperti Covid-19, SARS dan MERS [6].
Bakteri penyebab pneumonia akan menyebabkan peradangan pada jaringan paru, terutama pada ruang alveolus, tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida berlangsung. Secara klinis, anak dapat mengalami demam tinggi, batuk yang semakin memberat, sesak napas (dispnea), serta, kadang-kadang, ada nyeri dada [6].
Pada beberapa kasus, pneumonia bakteri dapat menimbulkan komplikasi serius seperti pneumonia nekrotikans (kerusakan jaringan paru), empiema (penumpukan nanah di dalam rongga pleura), meningitis (radang selaput otak), sepsis (infeksi berat pada seluruh jaringan tubuh), hingga kegagalan organ. Kadang-kadang, meskipun tidak sering, pneumonia juga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. [7]
Streptococcus dan Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan pneumonia. Sementara virus yang sering menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan parainfluenza virus. [8]
Manajemen utama pneumonia yang disebabkan oleh bakteri adalah pemberian antibiotik yang dipilih sesuai dengan mikroorganisme penyebabnya. Selain terapi antibiotik, penanganan suportif juga memegang peranan penting. Terapi suportif tersebut meliputi pemberian oksigen untuk mengatasi gangguan pernapasan, pemberian cairan infus untuk menjaga kecukupan cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit bila diperlukan, serta pemberian obat penurun panas untuk mengendalikan demam [9,10].
Faktor Risiko yang Membuat Pneumonia Tidak Mungkin Sembuh Sendiri
Istilah ‘tidak mungkin sembuh sendiri’ mengacu kepada konsep ‘self-limiting disease’, yaitu penyakit yang mengandalkan pertahanan tubuh atau sistem imun/sistem kekebalan tubuh untuk membunuh mikroba penyebab penyakit. Bila infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri, kita dapat menggunakan antibiotika untuk membunuh bakteri. Bila bakteri dapat dibunuh oleh antibiotika yang diberikan, tugas sistem pertahanan tubuh akan menjadi lebih ringan [11].
Sampai saat ini, hanya ada beberapa anti-virus yang dapat membantu membunuh beberapa jenis virus penyebab pneumonia, sehingga pada umumnya, untuk pneumonia yang disebabkan oleh virus, dokter hanya dapat membantu tubuh untuk berusaha membunuh virus dengan cara memberikan terapi suportif, kecuali bila jenis virus dapat diidentifikasi dan anti virusnya tersedia [11].
Ada beberapa kondisi yang membuat pneumonia cenderung lebih sulit sembuh dan berisiko berakibat fatal sehingga membutuhkan kewaspadaan ekstra dan penanganan segera. Berikut beberapa kondisi yang membuat kita harus lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya pneumonia dan/atau terjadinya komplikasi fatal berat akibat pneumonia:
Pneumonia dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun risiko tertinggi terdapat pada bayi dan balita, terutama anak di bawah usia dua tahun. Pada kelompok usia ini, struktur saluran napas yang masih kecil serta sistem imun yang belum matang membuat mereka lebih rentan mengalami infeksi berat. Secara global, pneumonia menyebabkan sekitar 1,1 juta kematian anak setiap tahunnya, dan 99% di antaranya terjadi di negara berkembang. [12]
Imunisasi berperan penting dalam memberikan kekebalan terhadap berbagai penyakit infeksi, termasuk pneumonia. Beberapa vaksin dasar seperti PCV, DPT, Hib, dan campak turut melindungi anak dari infeksi yang dapat berkembang menjadi pneumonia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidak mendapatkan imunisasi memiliki risiko jauh lebih tinggi untuk mengalami pneumonia dibandingkan anak yang mendapatkan imunisasi lengkap [13].
Status gizi merupakan faktor penting dalam menentukan kerentanan seorang anak terhadap penyakit infeksi. Anak dengan kekurangan gizi memiliki sistem imun yang lemah, sehingga lebih mudah terinfeksi dan sulit pulih. Sebaliknya, kelebihan gizi atau obesitas juga dapat meningkatkan risiko penyakit [14].
ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan memiliki peranan besar dalam menurunkan risiko infeksi, termasuk pneumonia. ASI mengandung berbagai zat protektif seperti lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim, komplemen C3, dan C4, serta antibodi yang mendukung pembentukan imunitas bayi. Bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif terbukti lebih berisiko mengalami penyakit infeksi [12].
Berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir <2.500 gram, merupakan faktor risiko signifikan terhadap pneumonia. Bayi dengan BBLR, apalagi yang lahir prematur, umumnya memiliki sistem imun yang belum berkembang optimal, sehingga rentan mengalami infeksi. [12]
Mengapa Pneumonia Perlu Penanganan Medis?
Paru-paru sebenarnya memiliki sistem pertahanan yang kuat, mulai dari struktur anatominya, mekanisme pembersihan yang berupa bulu-bulu (silia) dan juga lendir, hingga respons imun yang mampu menahan masuknya kuman. Namun saat pertahanan ini terganggu, mikroorganisme dapat mencapai saluran napas bawah, berkembang biak, dan memicu peradangan [15,16].
Pada pneumonia, kuman yang masuk ke paru menyebabkan peradangan akut yang ditandai dengan produksi lendir berlebih yang menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida di alveoli. Bila proses infeksi berlanjut, jaringan paru dapat mengalami pembengkakan, penumpukan cairan, dan kerusakan sel yang menghambat fungsi pernapasan. Kondisi ini dapat menurunkan kadar oksigen, menyebabkan sesak napas berat, hingga berisiko menimbulkan gagal napas [14,15].
Nah, karena proses infeksi dan peradangannya dapat berkembang cepat dan menimbulkan komplikasi serius, pneumonia tidak dapat dianggap sebagai batuk pilek biasa dan memerlukan penanganan medis yang tepat, baik dengan antibiotik (untuk pneumonia bakteri), oksigen, maupun terapi suportif lainnya untuk mencegah gangguan pernapasan lebih lanjut. [17]
Mengobati pneumonia bukan hanya berisiko, tetapi juga membutuhkan biaya besar. Oleh karena itu, mengapa tidak memilih langkah yang lebih bijak? Vaksinasi pneumonia terbukti lebih efektif dan jauh lebih ekonomis untuk mencegah penyakit berbahaya ini.
Referensi:
Artikel ini telah divalidasi oleh Prof.dr. Madarina Julia, M.P.H., Ph.D., Sp.A (K), Subsp.End.
PP-PNR-IDN-0130-DEC-2025
