Meta PixelPerawatan pada Bayi setelah Insisi Tongue Tie<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Perawatan pada Bayi setelah Insisi Tongue Tie

Author: Tim PrimaKu / dr. Lucyana Alim Santoso, Sp.A

11 Jun 2025

Topik: Tongue Tie, Senam Lidah, Tumbuh Kembang

Tongue tie, atau ankyloglossia, merupakan kondisi bawaan yang ditandai dengan terbatasnya pergerakan lidah akibat frenulum lingual yang pendek, tebal, atau kaku. Masalah ini dapat mengganggu proses menyusu, artikulasi bicara, dan fungsi oral lainnya. Salah satu penanganan medis yang umum dilakukan pada bayi dengan tongue tie adalah prosedur frenotomi (insisi tongue tie). Meski prosedurnya singkat dan tergolong aman, perawatan pasca-tindakan tetap memegang peran penting dalam mendukung pemulihan optimal dan mencegah reattachment (perlengketan kembali jaringan).


Tujuan dan Manfaat Insisi Tongue Tie

Frenotomi bertujuan untuk melepaskan ikatan frenulum yang menghambat pergerakan lidah. Studi oleh O'Shea dalam Journal of Pediatrics menyebutkan bahwa frenotomi dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan menyusu bayi, mengurangi nyeri pada ibu saat menyusui, serta memperbaiki koordinasi oral motorik.

Namun, hasil optimal tidak hanya bergantung pada tindakan medis, melainkan juga perawatan lanjutan yang tepat.


Perawatan Pasca Insisi Tongue Tie

tongue tie (1).jpg

Berikut langkah-langkah perawatan yang direkomendasikan oleh para ahli:

  • Latihan Senam Lidah (Stretching Exercises)

Dilakukan untuk mencegah jaringan luka menyatu kembali (reattachment). Latihan biasanya dilakukan 3–6 kali sehari selama 2–4 minggu. Bentuk latihan antara lain mengangkat lidah ke langit-langit mulut, mendorong lidah ke arah pipi, dan gerakan melingkar pada lidah.

  • Pemberian ASI atau Menyusui Langsung

Menyusui sesegera mungkin setelah tindakan disarankan untuk membantu penyembuhan dan memperkuat koordinasi otot oral. Menyusu juga membantu bayi belajar kembali gerakan lidah yang sebelumnya terbatas.

  • Manajemen Nyeri

Biasanya tidak diperlukan analgesik rutin, namun beberapa dokter dapat merekomendasikan analgesik ringan seperti paracetamol jika bayi tampak tidak nyaman. Kompres dingin juga dapat digunakan secara hati-hati.

  • Pemantauan Luka dan Tanda Infeksi

Luka akan tampak putih kekuningan dan ini merupakan reaksi normal. Orang tua perlu memantau adanya tanda infeksi seperti pembengkakan berlebihan, kemerahan meluas, demam, atau keluarnya nanah.

  • Konsultasi dan Follow-up dengan Terapis Laktasi atau Dokter Anak

Penanganan pasca-insisi tongue tie idealnya bersifat multidisipliner. Kunjungan lanjutan dengan terapis laktasi atau dokter spesialis tumbuh kembang diperlukan untuk memastikan bahwa bayi mengalami progres positif dalam menyusu dan fungsi oral lainnya.

Beberapa bayi bisa menjadi lebih rewel pasca-prosedur karena rasa tidak nyaman. Namun, dengan pendekatan yang sabar, stimulasi yang tepat, dan dukungan dari tenaga kesehatan, fase ini dapat dilalui dengan baik.

Perawatan setelah insisi tongue tie merupakan bagian integral dari proses penyembuhan dan adaptasi bayi terhadap kebebasan gerak lidah yang baru. Orang tua berperan besar dalam memastikan keberhasilan tindakan ini melalui latihan konsisten, dukungan menyusui, serta deteksi dini terhadap kemungkinan komplikasi. Dengan edukasi yang tepat dan dukungan profesional, bayi akan mampu mencapai kemampuan oral yang optimal, termasuk dalam hal menyusu, berbicara, dan tumbuh kembang secara keseluruhan.


Referensi:

  • O'Shea, J. E., Foster, J. P., O'Donnell, C. P. F., Breathnach, D., Jacobs, S. E., Todd, D. A., & Davis, P. G. (2017). Frenotomy for tongue-tie in newborn infants. Cochrane Database of Systematic Reviews, (3), CD011065. 
  • Ghaheri, B. A., Cole, M., Fausel, S. C., Chuop, M., & Mace, J. C. (2017). Breastfeeding improvement following tongue-tie and lip-tie release: A prospective cohort study. The Laryngoscope, 127(5), 1217–1223. 
  • Martinelli, R. L. C., Marchesan, I. Q., Berretin-Felix, G., & Marchesan, I. Q. (2014). Posterior tongue-tie: A case report. International Journal of Orofacial Myology, 40, 45–54.