primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Berbahayakah untuk Anak?

Author: Radhita Rara

Editor: dr. Lucyana Alim Santoso, Sp.A

Topik: Imunisasi, KIPI

Membawa anak untuk imunisasi sesuai jadwal sangat direkomendasikan. Imunisasi juga terbukti efektif dan aman untuk membentuk kekebalan tubuh anak terhadap kuman dan virus penyebab penyakit.

Namun, tidak bisa dipungkiri beberapa orang tua pasti khawatir reaksi tubuh anak setelah pemberian vaksin. Hal ini biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI. Nah, untuk mengenal lebih banyak mengenai KIPI, yuk simak artikel ini!

Apa itu KIPI?

istockphoto-1025414242-612x612.jpg

KIPI merupakan kejadian medis yang tidak diinginkan. KIPI terjadi setelah pemberian imunisasi, dan belum tentu memiliki hubungan kausalitas (hubungan sebab-akibat) dengan vaksin. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan pencatatan semua reaksi yang tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi. Menurut badan kesehatan dunia (WHO) ada 5 jenis KIPI:

Reaksi yang terkait produk vaksin

KIPI yang diakibatkan atau dicetuskan oleh satu atau lebih komponen yang terkandung di dalam produk vaksin.

Reaksi yang terkait cacat mutu vaksin

KIPI yang disebabkan atau dicetuskan oleh satu atau lebih cacat mutu produk vaksin, termasuk alat pemberian vaksin yang disediakan oleh produsen

Reaksi terkait kekeliruan prosedur imunisasi

KIPI yang disebabkan oleh cara penanganan vaksin yang tidak memadai, penulisan resep atau prosedur pemberian vaksin yang sebetulnya dapat dihindari.

Reaksi kecemasan terkait imunisasi

KIPI ini terjadi akibat kecemasan pada waktu pemberian imunisasi.

Kejadian koinsidens

KIPI ini disebabkan oleh hal-hal di luar produk vaksin, kekeliruan imunisasi atau kecemasan akibat imunisasi.

Contoh: demam yang timbul bersamaan dengan pemberian imunisasi, padahal sebenarnya disebabkan oleh penyakit lain. Misalnya, pada saat dibawa ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi, bayi tertular selesma dari pengunjung lain yang juga datang ke tempat pelayanan kesehatan tersebut. Kejadian koinsiden mencerminkan keadaan yang pada saat tersebut terjadi di masyarakat.

Reaksi vaksin

Secara umum reaksi vaksin dapat dibedakan menjadi reaksi ringan dan reaksi berat. Mayoritas reaksi adalah reaksi ringan, seperti demam yang tidak terlalu tinggi, pegal-pegal, gatal, kemerahan, atau pembengkakan ringan pada area penyuntikan (Tabel 1). Kondisi ini bersifat self limiting atau akan menghilang dengan sendirinya dalam beberapa hari, terkadang tidak memerlukan tata laksana khusus.

Tabel 1. Reaksi vaksin ringan yang umum dijumpai dan tata laksananya

kipi.png

Keterangan:

  1. Reaktogenisitas lokal bervariasi antara satu merk dengan merk lain, tergantung pada strain dan antigen viabel dalam vaksin
  2. Diare, nyeri kepala dan/atau nyeri otot
  3. Jika dibandingkan dengan DTwP, vaksin pertusis aseluluar (DTaP) lebih jarang menimbulkan efek samping
  4. Kejadian reaksi lokal lebih sering dijumpai pada pemberian ulangan
  5. Dosis parasetamol: dapat mencapai 15mg/kg/dosis setiap 6-8 jam, maksimum 4 kali pemberian dalam 24 jam

Sumber: www.cdc.gov/vaccines/hcp/acip-recs

Pada sebagian kecil kasus, KIPI dapat berakibat serius. KIPI disebut serius apabila:

  • Berakibat kematian
  • Mengancam jiwa
  • Memerlukan perawatan di rumah sakit atau perpanjangan masa perawatan di rumah sakit
  • Menyebabkan kecacatan atau inkapasitas menetap atau bermakna
  • Menyebabkan kelainan kongenital atau cacat lahir (vaksin yang diberikan kepada ibu hamil)
  • Memerlukan tindakan intervensi untuk mencegah hendaya (impairment) atau kerusakan menetap

Beberapa kasus KIPI serius atau berat yang tercatat pernah terjadi untuk beberapa jenis vaksin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Reaksi vaksin serius atau berat, onset, dan frekuensi kejadian

kipi 2.png

Keterangan:

  1. Reaksi tidak terjadi jika telah kebal (90% pada pasien yang telah menerima dosis kedua); pada anak > 6 tahun jarang mengalami kejang demam
  2. Risiko VAPP meningkat pada dosis pertama (1 dari 750.000 dibandingkan 1 dari 5,1 juta kejadian untuk dosis berikutnya), pada dewasa dan pasien imunokompromais
  3. Kejang yang terjadi biasanya kejang demam, risiko terjadinya kejang demam bergantung pada usia, risiko lebih kecil pada bayi < 4 bulan

Sumber: https://in.vaccine-safety-training.org/rates-of-adverse-vaccine-reactions.html

Salah satu KIPI ringan yang paling sering terjadi adalah demam. Demam adalah suhu tubuh > 380°C pada pengukuran di ketiak, rektal, atau mulut. Pengukuran di telinga maupun di dahi perlu dikonfirmasi dengan salah satu pengukuran di atas. Jika si Kecil mengalami demam setelah diimunisasi, ibu dapat membantu menurunkan demam dengan memberikan ibuprofen. Selain pemberian obat penurun panas tersebut, dapat pula dilakukan kompres hangat di area lipatan tubuh, misalnya di leher, ketiak, dan selangkangan untuk membantu menurunkan demam.

Reaksi lain yang sering timbul adalah nyeri atau bengkak di lokasi penyuntikan, terutama bila imunisasi dilakukan di intramuskular, seperti pada imunisasi DTwP (difteri, tetanus, pertusis). Reaksi ini dapat timbul dalam beberapa hari pasca penyuntikan. Mom dapat mengurangi rasa tidak nyaman si Kecil dengan menggunakan kompres atau dengan memberikan parasetamol yang juga dapat berfungsi sebagai anti nyeri.

KIPI akibat reaksi alergi yang dapat mengancam nyawa disebut reaksi anafilaksis. Reaksi ini dapat timbul dalam hitungan menit-jam pasca penyuntikan vaksin. Reaksi dimulai dengan timbulnya ruam urtikaria (biduran) seluruh tubuh, pembengkakan bibir (angioedema), gejala saluran cerna seperti nyeri perut/mual/muntah/diare.

Namun, dapat juga langsung timbul gejala berat seperti sesak napas atau mengi, dan syok yang ditandai dengan denyut nadi cepat, lemah, hingga hipotensi. Karena reaksi anafilaksis biasanya terjadi cepat, sangat penting untuk tidak segera meninggalkan fasilitas kesehatan setidaknya 30 menit setelah imunisasi, agar dapat dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya reaksi tersebut. Tata laksana anafilaksis harus dilakukan tenaga kesehatan terlatih dan diperlukan penyuntikan epinefrin intramuskular segera. Anak perlu dipantau untuk melihat apakah gejala sudah perbaikan serta kemungkinan terjadinya reaksi alergi ulang.

Nah, itu dia penjelasan mengenai KIPI pada anak. Semoga KIPI yang terjadi pada si Kecil termasuk gejala ringan dan MomDad dapat mengatasinya dengan cara tepat, ya.

Yuk, cek jadwal imunisasi si Kecil sesuai anjuran IDAI melalui aplikasi PrimaKu! Tak hanya itu, MomDad juga bisa Booking Vaksin dengan Klinik Partner PrimaKu dan mendapatkan harga spesial, lho. 

Sumber foto: Freepik

Artikel ini telah ditinjau oleh Prof. dr. Madarina Julia, Sp.A(K), MPH., PhD.

familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: