
Apa saja fakta dan mitos tentang vaksinasi?
18 Mar 2018

Author: Tim PrimaKu
12 Des 2025
Topik: DBD, Vaksin DBD, Vaksinasi, Demam Dengue, 3MPlus, > 6 Tahun, Article, Parenthood
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi salah satu penyakit yang paling sering mengancam kesehatan anak di Indonesia. Setiap tahun, ratusan ribu kasus DBD dilaporkan di Indonesia dan sejumlah kematian akibat DBD masih meningkat [1,2].
Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan lebih dari 390 juta orang di dunia terinfeksi virus dengue setiap tahun. Sebagian besar kasus terjadi di negara tropis seperti Indonesia [3].
Di tengah angka yang mengkhawatirkan ini, hadir vaksin DBD sebagai upaya perlindungan tambahan untuk mengurangi risiko infeksi berat. Namun, berbagai mitos yang beredar di masyarakat seringkali membuat orang tua ragu. Agar MomDad dapat mengambil keputusan dengan tenang dan percaya diri, penting untuk memahami fakta-fakta yang didukung oleh bukti ilmiah dan panduan resmi.
Kenapa DBD Masih Jadi Ancaman?
Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, di dalam tubuhnya yang kecil, nyamuk ini membawa virus dengue yang dapat menyebabkan masalah serius, terutama pada anak-anak.
Setelah seseorang terinfeksi DBD, tubuh memang membentuk kekebalan terhadap serotipe virus yang menginfeksinya saat itu. Namun, virus dengue memiliki empat serotipe berbeda (DENV-1 hingga DENV-4), yang berarti seseorang bisa terinfeksi lebih dari satu kali dalam hidupnya. Infeksi kedua atau berikutnya berisiko lebih berat, karena antibodi dari infeksi pertama dapat memicu reaksi berlebihan saat tubuh menghadapi serotipe yang berbeda [4,5].
Ini dikenal dengan istilah antibody-dependent enhancement (ADE), ADE ini sangat ditakuti karena kadar antibodi yang tinggi bukannya membantu menyembuhkan penyakit tetapi justru akan memperburuk kondisi dan meningkatkan keparahan penyakit [6] .
Selain itu, faktor lingkungan juga memengaruhi risiko seseorang terinfeksi virus dengue. Saat musim hujan tiba, curah hujan yang tinggi menciptakan genangan air di berbagai tempat, seperti lubang jalan, sampah, dan barang bekas. Tempat-tempat ini menjadi habitat ideal bagi nyamuk untuk bertelur [7]. Kelembaban udara yang tinggi juga membuat nyamuk Aedes aegypti semakin aktif mencari tempat untuk bertelur dan berkembang biak, yang semakin memperburuk penyebaran virus DBD [8].
Indonesia adalah negara kedua dengan kasus demam berdarah tertinggi di dunia, setelah Brazil. Hal ini membuat Indonesia menjadi kawasan hiperendemik untuk dengue [9].
Pahami Mitos dan Fakta Sebelum Memutuskan

Saat mempertimbangkan vaksin dengue untuk anak, orang tua tentu ingin mengambil keputusan yang paling aman dan tepat. Karena itu, keputusan kesehatan sebaiknya tidak didasarkan pada opini atau kabar yang beredar, melainkan pada rekomendasi ilmiah dari lembaga yang kredibel, seperti IDAI, Kementerian Kesehatan, WHO, dan UNICEF. Informasi yang tepat dan berbasis bukti akan membantu MomDad membuat keputusan yang rasional. adalah hal yang wajar.
Faktanya, pengetahuan dan sikap tentang vaksin dengue di Indonesia masih memiliki kesenjangan yang perlu diperhatikan. Berdasarkan survei KAP (Knowledge, Attitude, Practices) terkait vaksin dengue di Indonesia, hanya 18,5% tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan tinggi tentang vaksin dengue, sementara 12,5% masyarakat umum memiliki pengetahuan serupa. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi lebih lanjut bagi tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai manfaat vaksin dengue. Selain itu, praktik vaksinasi dengue juga mencatatkan skor lebih tinggi pada tenaga kesehatan (59,1%) dibandingkan dengan masyarakat umum (41,1%) [10].
Berikut beberapa mitos yang sering muncul, beserta fakta yang perlu MomDad ketahui:
Mitos 1: “Vaksin Dengue Berbahaya dan Bisa Menyebabkan Kematian”
Faktanya:
Vaksin DBD yang digunakan di Indonesia telah melalui uji klinis yang ketat. Efek samping yang sering muncul, seperti nyeri ringan di lokasi suntikan atau demam ringan, bersifat sementara dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan risiko DBD berat, seperti syok atau perdarahan, yang dapat terjadi jika infeksi tidak dicegah [11].
Mitos 2: “Vaksin Dengue Belum Resmi Direkomendasikan”
Faktanya:
Vaksin DBD telah masuk ke dalam rekomendasi imunisasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan kriteria usia, wilayah, dan kondisi kesehatan tertentu. Rekomendasi ini didasarkan pada kajian ilmiah dan situasi endemis dengue di Indonesia, yang mempertimbangkan hasil uji klinis serta analisis risiko terhadap populasi di wilayah-wilayah endemik. Oleh karena itu, vaksin dengue direkomendasikan untuk anak-anak yang tinggal di daerah dengan tingkat penyebaran dengue yang tinggi, dengan mempertimbangkan kondisi medis masing-masing individu [9].
Mitos 3: “Vaksin Hanya Boleh Diberikan kepada Seseorang yang Sudah Pernah Terkena DBD”
Faktanya:
Tidak selalu. Vaksin dengue yang digunakan di Indonesia dapat diberikan kepada kelompok usia tertentu tanpa harus menunggu riwayat infeksi DBD sebelumnya, asalkan memenuhi kriteria medis yang ditetapkan dan disaring oleh tenaga kesehatan. Misalnya, vaksin ini dapat diberikan pada anak-anak yang tinggal di daerah endemik, sesuai dengan rekomendasi dari IDAI. Namun, keputusan untuk vaksinasi tetap harus berdasarkan evaluasi medis yang cermat, dengan mempertimbangkan faktor kesehatan individu dan riwayat medis [9,3].
Karakteristik setiap vaksin berbeda, sehingga konsultasi dengan dokter sebelum vaksinasi sangat penting untuk memastikan bahwa vaksin yang dipilih sesuai dengan kondisi anak dan sesuai dengan pedoman yang berlaku.
Mitos 4: “Setelah Vaksin, Anak Pasti Kebal 100% dan Tidak akan Kena DBD”
Faktanya:
Vaksin dengue memberikan perlindungan terhadap empat serotipe virus dengue, namun tidak berarti anak akan sepenuhnya kebal terhadap infeksi dengue. Setelah infeksi pertama, tubuh hanya membentuk kekebalan terhadap serotipe yang menginfeksi. Jika anak terinfeksi serotipe lain di kemudian hari, tubuh dapat bereaksi berlebihan, yang berisiko memperburuk kondisi penyakit, suatu proses yang dikenal sebagai antibody-dependent enhancement (ADE) [4,6].
Vaksin dengue membantu mengurangi risiko infeksi berulang yang lebih parah dengan melindungi anak dari keempat serotipe virus dengue [9]. Jadi, meskipun vaksin tidak memberikan kekebalan 100%, vaksinasi tetap sangat penting untuk mengurangi risiko DBD berat di masa depan.
Mitos 5: “Kalau sudah Pernah DBD, Tidak Perlu Vaksin Lagi”
Faktanya:
Seseorang yang pernah terinfeksi DBD, vaksinasi tetap penting untuk melindungi terhadap serotipe virus dengue lainnya yang belum terpapar. Infeksi berikutnya, terutama jika disebabkan oleh serotipe yang berbeda, berisiko lebih berat. Vaksin dengue memberikan perlindungan terhadap keempat serotipe, mengurangi risiko infeksi berulang yang dapat memperburuk kondisi dan meningkatkan keparahan penyakit seperti Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Oleh karena itu, meskipun sudah pernah DBD, vaksinasi tetap dianjurkan sebagai pencegahan [4].
Mitos 6: “Cukup vaksin saja, tidak perlu 3M Plus.”
Faktanya:
Vaksin adalah salah satu lapisan perlindungan, bukan pengganti upaya pencegahan lainnya. Langkah 3M Plus tetap sangat penting untuk memutus rantai penularan [12,13].
Beberapa langkah yang perlu dilakukan secara rutin:
Siapa yang Disarankan Mendapatkan Vaksin DBD?
Vaksin Dengue tidak diberikan sembarangan, tetapi berdasarkan kelompok usia, riwayat infeksi sebelumnya, dan tingkat risiko paparan di wilayah endemik. Berikut adalah kelompok yang disarankan untuk mendapatkan vaksinasi:
1. Anak usia sekolah
Berdasarkan rekomendasi IDAI, vaksin dengue dapat diberikan pada anak usia sekolah, terutama di wilayah dengan tingkat penularan dengue yang tinggi. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap keempat serotipe virus dengue dan membantu mengurangi risiko infeksi ulang yang lebih berat. Konsultasikan dengan dokter untuk mengetahui apakah anak Anda dapat menerima vaksin dengue [9,14].
2. Dewasa muda hingga usia 60 tahun
Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI merekomendasikan vaksinasi DBD bagi orang dewasa berusia 19 hingga 60 tahun, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah endemik atau berisiko tinggi terpapar virus dengue. Vaksin ini diharapkan dapat membantu mencegah infeksi berulang yang bisa berisiko lebih berat pada infeksi kedua [15].
Menghadapi risiko infeksi dengue berulang dan potensi komplikasi yang lebih berat, vaksinasi menjadi langkah pencegahan yang sangat penting, terutama di negara dengan tingkat endemisitas tinggi seperti Indonesia. Vaksinasi yang tepat sasaran tidak hanya melindungi individu yang divaksinasi, tetapi juga membantu menurunkan penularan dan melindungi keluarga dari dampak serius DBD yang bisa berakibat fatal.
Peran Orang Tua: Dari Informasi ke Tindakan
Pada akhirnya, keputusan vaksinasi kembali kepada orang tua. Namun keputusan terbaik lahir dari informasi yang tepat disertai dengan kepedulian yang tulus.
Bayangkan situasi yang sering terjadi, MomDad mendengar kabar tentang kasus DBD di lingkungan rumah, melihat anak sering digigit nyamuk, lalu membaca berbagai informasi yang saling bertentangan di media sosial. Di titik ini, ada dua pilihan, membiarkan rasa takut bercampur dengan kebingungan, atau berhenti sejenak, mencari kejelasan, dan mengambil langkah yang terarah.
Agar perlindungan yang diberikan kepada si Kecil benar-benar optimal, berikut 3 langkah yang dapat menjadi panduan:
1. Menyaring Informasi dengan Bijak
Alih-alih berpegang pada kabar burung yang beredar, MomDad dapat merujuk pada sumber resmi dan kredibel, seperti:
Dengan demikian, kekhawatiran dapat digantikan oleh pemahaman.
2. Mengajak Dokter sebagai Mitra Diskusi
Setiap anak memiliki kondisi kesehatan yang berbeda. Karena itu, berkonsultasi langsung dengan dokter anak atau dokter keluarga menjadi langkah kunci sebelum memutuskan vaksinasi. MomDad dapat berdiskusi mengenai:
Dengan menjadikan dokter sebagai mitra, keputusan yang diambil bukan lagi berdasarkan rasa takut, melainkan pertimbangan medis yang jelas.
3. Konsisten dengan Pencegahan Sehari-hari
Perlindungan dari DBD tidak berhenti dengan vaksinasi saja. Setiap langkah kecil di rumah pun ikut menentukan. Dengan konsisten melakukan 3M Plus. Menguras tempat penampungan air untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk, Menutup rapat tempat-tempat penyimpanan air, dan Mendaur ulang atau memusnahkan barang-barang yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus, pembawa virus DBD [13].
Selain itu, lakukan juga upaya tambahan yang dapat membantu memperkuat pencegahan DBD seperti menanam tanaman yang bisa mengusir nyamuk, seperti serai atau lavender, memeriksa secara rutin tempat-tempat penampungan air di rumah, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk di kolam, menggunakan obat anti nyamuk atau lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah, melakukan gotong royong secara rutin untuk membersihkan lingkungan, menyimpan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup, memberikan larvasida pada tempat-tempat penyimpanan air yang sulit dikuras, memperbaiki saluran dan talang air yang tersumbat agar air tidak menggenang [16].
Ketika vaksinasi dan pencegahan lingkungan berjalan berdampingan, risiko DBD dapat ditekan secara signifikan. Melindungi anak bukan hanya dari demam tinggi, tetapi juga dari komplikasi serius yang sebenarnya dapat dicegah.
Perlindungan Nyata Dimulai dari Kesadaran
Vaksin dengue bukan hanya sekadar pemberian vaksinasi, tetapi merupakan langkah investasi jangka panjang untuk kesehatan keluarga. Dengan mengikuti rekomendasi vaksinasi yang tepat, ditambah kebiasaan hidup bersih dan upaya pengendalian sarang nyamuk, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko penularan DBD.
Mari kita bersama-sama melindungi anak-anak dari bahaya DBD. Dengan lebih sadar akan pentingnya pencegahan, lebih kritis terhadap informasi yang beredar, dan lebih aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan, kita bisa memastikan keluarga tetap terlindungi dari ancaman DBD yang dapat dicegah. Setiap tindakan kecil kita, mulai dari vaksinasi hingga upaya pencegahan di rumah, adalah langkah besar menuju masa depan yang lebih sehat.
Artikel ini telah ditinjau oleh Prof. dr. Madarina Julia, M.P.H., Ph.D., Sp.A (K), Subsp.End.
Referensi:
1. Kemenkes. 2024. Waspada Penyakit di Musim Hujan Diakses pada Desember 2025
2. Indonesia.GO.ID. 2024. Yuk Waspadai Penyakit Kala Musim Hujan Tiba Diakses pada Desember 2025
3. WHO. 2025. Dengue Diakses pada November 2025
4 National Library of Medicine. 2013. Understanding the Dengue Viruses and Progress towards Their Control Diakses pada Desember 2025
5 Nature Reviews Immunology (Nat Rev Immunol). 2011. Immunity to dengue virus: a tale of original antigenic sin and tropical cytokine storms Diakses pada Desember 2025
6 Centers for Disease Control and Prevention. Antibody-Dependent Enhancement (ADE) Diakses pada Desember 2025
7 Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences. 2022. Relationship Rainfall and Rainy Days with Dengue Hemorrhagic Fever Incidence in Manado City, North Sulawesi, Indonesia Diakses pada Desember 2025
8 Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 11. 2013. Model Pengendalian Demam Berdarah Dengue Diakses pada Desember 2025
9 IDAI. 2017. Sekilas tentang Vaksin Dengue Diakses pada November 2025
10 National Library of Medicine. 2025. Knowledge, attitude, and practice regarding dengue vaccine: a baseline study of community members and health providers in Indonesia Diakses pada Desember 2025
11 National Library of Medicine. 2013. Long-term safety assessment of live attenuated tetravalent dengue vaccines: Deliberations from a WHO technical consultation Diakses pada Desember 2025
12 Ayo Sehat Kemenkes. 2022. 5 langkah Sehat Terhindar dari DBD selama Musim Hujan Diakses pada November 2025
13 Ayo Sehat Kemenkes. 2024. Cara Mencegah DBD dengan Menjaga Lingkungan dan Diri Sendiri Diakses pada November 2025
14 IDAI. 2025. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 Tahun, Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2024 Diakses pada November 2025
15 SATGAS Imunisasi Dewasa. 2025. JADWAL IMUNISASI DEWASA Diakses pada November 2025
16 Ayo Sehat Kemenkes. 2024. Cara Mencegah DBD dengan Menjaga Lingkungan dan Diri Sendiri Diakses pada November 2025
C-ANPROM/ID/QDE/1058 | Dec 2025

18 Mar 2018

6 Jan 2022

8 Agu 2022

8 Agu 2022
