Breastfeeding and Work: Let's Make it Work
Author:
Topik: bayi, Pra-sekolah
BREASTFEEDING AND WORK: LET’S MAKE IT WORK
Saat ini banyak sekali ibu yang masih menyusui namun harus kembali bekerja, biasanya saat bayi berusia 2 atau 3 bulan. Ibu yang kembali bekerja masih dapat menyusui dengan berbagai cara, di antaranya dengan memerah dan menyimpan ASI. Namun sayangnya tidak semua tempat kerja memiliki suasana yang mendukung staf atau karyawati untuk tetap menyusui, mulai dari atasan, rekan kerja, hingga privasi dan fasilitas yang tersedia bagi ibu bekerja yang sedang menyusui. Padahal, tanpa disadari sebenarnya tempat kerja akan mendapat manfaat bila tenaga kerja didukung menyusui: anak lebih sehat, maka tenaga kerja pun akan lebih jarang absen. Tenaga kerja juga akan lebih loyal kepada tempat kerja yang telah memberikan perhatian dan dukungan di saat mereka memerlukannya.
Seringkali ibu akhirnya berhenti menyusui atau mulai memberikan tambahan sebelum 6 bulan, ketika mereka kembali bekerja setelah melahirkan. Banyak wanita harus kembali bekerja dalam beberapa minggu. Ini adalah masalah yang harus kita hadapi dalam kehidupan kita. Kita perlu memahami apa yang dibutuhkan untuk melindungi dan mendukung wanita bekerja.
Beberapa perjanjian kebijakan internasional mengenai perlindungan melahirkan sudah banyak dibuat untuk melindungi wanita bekerja dalam memberikan makanan yang terbaik untuk bayinya. Pemerintah mengatur hal ini namun sayangnya belum semua merasa terlibat dan peduli untuk melaksanakannya. Pada tahun 2002, WHO dan UNICEF mengadopsi Strategi Global Pemberian Makan Bayi dan Anak-anak, untuk memperkuat upaya-upaya melindungi, mempromosikan dan mendukung kegiatan menyusui di seluruh dunia.
Bila ditelaah lebih lanjut, sebenarnya banyak sekali keuntungan dari pemberi kerja bila memberi kesempatan karyawatinya untuk memberikan ASI di tempat kerja. Sebuah penelitian pada dua perusahaan di Amerika Serikat memaparkan bahwa tingkat absensi ibu karena bayi sakit sebesar 25% jika bayi diberi ASI dan 75% jika bayi diberikan pakan buatan. Tingkat absensi karyawan sekaligus mengarah ke penghematan biaya. Memberikan dukungan kepada karyawati yang menyusui merupakan biaya manfaat yaitu mengurangi turnover/pergantian dan pelatihan untuk karyawan baru karena loyalitas karyawan meningkat.
Dari Kampanye Perlindungan Maternitas, Koalisi Perlindungan Melahirkan 2008. Kaiser Permanente: dukungan menyusui meningkatkan angka menyusui pada 6 bulan sebesar 67%, dan menurunkan angka bayi baru lahir masuk rumah sakit dari 1,5% menjadi 0,5%. Cigna memperkirakan dukungan menyusui menghasilkan penghematan sebesar US$60.000 per tahun dari menurunnya angka absensi ibu karena bayi sakit.
Di Indonesia telah banyak peraturan yang mendukung wanita bekerja mulai dari undang-undang ketenagakerjaan dan kesehatan, peraturan bersama menteri negara pemberdayaan perempuan, menteri tenaga kerja dan transmigrasi bersama menteri kesehatan.
Ibu bekerja yang ingin berhasil memberikan ASI pada bayinya sebaiknya menyusui sebanyak mungkin saat sebelum bekerja, yaitu selama cuti melahirkan, mulai belajar memerah ASI 6 jam setelah melahirkan atau secepatnya. ASI dapat disimpan jika suplai ASI sudah cukup banyak dan bayi tumbuh dengan baik sesuai grafik pertumbuhan. Hindari memulai cara lain untuk memberi minum bayi kecuali benar-benar perlu, sehingga pada saat ibu bekerja ibu sudah mampu menyimpan ASI yang cukup untuk diberikan pada bayinya. Semakin banyak bayi menyusu, semakin banyak keuntungan yg didapat. Bila tempat kerja ibu dekat dari rumah mungkin ibu bisa pulang memberinya minum saat istirahat, atau meminta seseorang untuk membawa bayi ke tempat kerja untuk menyusui. Untuk ibu bekerja yang letaknya jauh dari rumah maka menyusui dilanjutkan di malam hari, pagi hari, dan kapan pun saat ibu berada di rumah. Perah ASI sebelum pergi bekerja, dan berikan kepada pengasuh untuk diberikan kepada bayi. Saat di tempat kerja ibu memerah ASI 2-3 kali selama jam kerja, kira-kira tiap 3 jam.
Kebersihan tangan dan wadah yang akan dipakai sangat penting untuk dijaga saat memerah ASI. Pastikan ibu mencuci tangan dengan bersih sebelum memerah ASI maupun menyimpannya. Wadah penyimpanan harus dipastikan bersih. Wadah yang digunakan dapat berupa botol kaca atau kontainer plastik dengan tutup yang rapat dengan bahan bebas bisphenol A (BPA). Hindari pemakaian kantong plastik biasa maupun botol susu disposable karena wadah-wadah ini mudah bocor dan terkontaminasi. Wadah penyimpan harus dicuci dengan air panas dan sabun serta dianginkan hingga kering sebelum dipakai. Simpanlah ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Pastikan bahwa pada wadah ASI telah diberi label berisi nama anak dan tanggal ASI diperah. Tanggal kapan ASI diperah perlu dicantumkan untuk memastikan bahwa ASI yang dipakai adalah ASI yang lebih lama.
”SELAMAT BEKERJA DAN SELAMAT MENYUSUI.”
Penulis: Elizabeth Yohmi
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Artikel Pernah dimuat di Kompas, Kolom Klasika, tanggal 9 Agustus 2015