
Hipotiroid Kongenital: Pentingnya Deteksi Dini Melalui Skrining Neonatal
Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: Skrining Hipotiroid Kongenital, Skrining Hipotiroid, Hipotiroid Kongenital
Hipotiroid kongenital (HK) adalah gangguan endokrin yang terjadi akibat defisiensi hormon tiroid sejak lahir. Kondisi ini merupakan penyebab utama retardasi mental yang dapat dicegah jika terdeteksi dan ditangani sejak dini [1]. Oleh karena itu, skrining neonatal menjadi langkah penting dalam upaya mencegah komplikasi jangka panjang dari HK.
Di Indonesia, skrining hipotiroid kongenital telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak. Berdasarkan regulasi ini, setiap bayi baru lahir wajib menjalani skrining hipotiroid kongenital sebagai bagian dari pelayanan kesehatan neonatal esensial [3]. Skrining ini dilakukan melalui pengambilan sampel darah pada usia 48-72 jam setelah lahir. Jika hasil skrining menunjukkan kemungkinan hipotiroid kongenital, pengobatan harus dimulai sebelum bayi berusia satu bulan untuk mencegah komplikasi jangka panjang [3].
Hal ini menekankan pentingnya pengetahuan mengenai HK dan skrining neonatal sebagai hal yang sangat penting bagi dokter anak dan tenaga kesehatan lainnya. Dengan adanya regulasi yang mewajibkan skrining ini, tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk memastikan pelaksanaannya dengan benar. Selain itu, kepatuhan terhadap protokol tatalaksana yang tepat menjadi kunci dalam mencegah gangguan perkembangan dan kecacatan yang dapat berdampak seumur hidup pada anak yang memilikinya.
Etiologi dan Epidemiologi
Hipotiroid kongenital dapat bersifat primer atau sekunder. Sebagian besar kasus disebabkan oleh disgenesis tiroid, seperti agenesis, hipoplasia, atau ektopia kelenjar tiroid. Sebagian kecil lainnya disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid (dishormonogenesis) atau defisiensi hormon perangsang tiroid (TSH) akibat gangguan hipofisis atau hipotalamus [1]. HK terjadi dengan insidensi sekitar 1 dari 2000 hingga 4000 kelahiran hidup, dengan variasi berdasarkan populasi dan metode skrining yang digunakan [1].
Dampak Hipotiroid Kongenital
Jika tidak dideteksi dan diobati sejak dini, HK dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, retardasi mental, dan keterlambatan perkembangan motorik serta kognitif yang permanen [1]. Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan otak selama trimester akhir kehamilan dan awal kehidupan neonatal. Defisiensi hormon ini dalam periode kritis dapat menyebabkan kerusakan neurologis yang tidak dapat dipulihkan [1].
Pentingnya Skrining Neonatal
Skrining neonatal untuk HK bertujuan untuk mendeteksi bayi dengan kadar hormon tiroid rendah sebelum timbulnya gejala klinis yang nyata. Metode skrining yang umum digunakan adalah pengukuran kadar TSH atau tiroksin total (T4) dalam darah yang diambil dari tumit bayi dalam beberapa hari pertama setelah lahir [1]. Bayi dengan hasil abnormal akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk konfirmasi diagnosis.
Studi menunjukkan bahwa deteksi dan pengobatan dini dengan terapi pengganti hormon tiroid, seperti levotiroksin, dapat mencegah gangguan perkembangan dan memungkinkan anak tumbuh dengan fungsi kognitif yang normal [1]. Oleh karena itu, program skrining neonatal yang efektif dan luas sangat penting dalam mengurangi angka kejadian kecacatan akibat hipotiroid kongenital.
Rekomendasi Tatalaksana Hipotiroid Kongenital
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014, skrining hipotiroid kongenital harus dilakukan terhadap setiap bayi baru lahir [3]. Pengambilan sampel darah dilakukan pada usia 48-72 jam setelah lahir. Jika hasil skrining menunjukkan kadar TSH tinggi, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan mengukur kadar tiroksin bebas (FT4) [3]. Jika kadar TSH tinggi (>20 mIU/L) dengan FT4 rendah, terapi levotiroksin harus segera diberikan tanpa menunggu hasil konfirmasi lebih lanjut [3].
Pengobatan HK bertujuan untuk mempertahankan kadar TSH dalam kisaran normal serta menjaga kadar FT4 dalam batas atas rentang normal untuk usia bayi. Dosis awal levotiroksin yang direkomendasikan adalah 10-15 mcg/kg per hari, dengan pemantauan ketat terhadap kadar hormon tiroid setiap 1-2 minggu setelah terapi dimulai dan secara berkala hingga usia 3 tahun [3].
Selain skrining dan pengobatan yang tepat waktu, edukasi kepada orang tua mengenai pentingnya kepatuhan terhadap terapi hormon tiroid sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi jangka panjang. Pemeriksaan ulang kadar TSH dan FT4 secara berkala diperlukan untuk memastikan efektivitas terapi dan mencegah risiko gangguan perkembangan [3].
Sebagai tambahan, rekomendasi dari American Academy of Pediatrics menyarankan bahwa jika bayi lahir prematur atau memiliki berat badan lahir rendah, sebaiknya dilakukan skrining ulang pada usia 2-4 minggu [2]. Hal ini diperlukan karena bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau prematur memiliki risiko hasil negatif palsu pada skrining awal akibat ketidakmatangan sistem tiroid. Oleh karena itu, skrining ulang bertujuan untuk memastikan deteksi dini hipotiroid kongenital dan mencegah keterlambatan pengobatan [2].
Kesimpulan
Hipotiroid kongenital adalah kondisi yang dapat menyebabkan komplikasi serius jika tidak terdeteksi dan diobati sejak dini. Skrining neonatal memainkan peran krusial dalam mendeteksi gangguan ini sebelum munculnya gejala klinis yang ireversibel. Dengan implementasi skrining yang tepat, kepatuhan terhadap regulasi nasional, serta pengobatan yang optimal, intervensi dini dapat dilakukan, sehingga mencegah komplikasi dan memastikan perkembangan optimal bagi anak yang terdampak.
Referensi
- National Center for Biotechnology Information. Congenital Hypothyroidism. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558913/ - American Academy of Pediatrics. Congenital Hypothyroidism: Screening and Management. Pediatrics. 2023;151(1):e2022060419. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558913/
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

