Mengenal Gangguan Perkembangan Koordinasi Pada Anak
Author:
Topik: Sekolah
Mengenal Gangguan Perkembangan Koordinasi Pada Anak
Jenni K. Dahliana
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Anak A, laki-laki berusia 9 tahun, sehat, tapi belum mampu naik sepeda sehingga ia tidak dapat bersepeda bersama teman-temannya. Ia mencoba bermain dalam olahraga berkelompok namun selalu gagal. Kegagalan berulang-ulang membuatnya tidak percaya diri, dan tidak mau berpartisipasi lagi dalam olahraga. Dalam kegiatan sehari-hari, A masih dibantu ibunya untuk mengikat tali sepatu dan mengancingkan baju. Pada pertemuan dengan orangtua, gurunya menjelaskan bahwa A adalah anak yang mampu mengikuti pelajaran namun tulisannya sering tidak terbaca dan tidak dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, sehingga nilai rapornya kurang. Pada gambaran di atas, kemungkinan A mengalami suatu Gangguan Perkembangan Koordinasi (GPK).
Gangguan Perkembangan Koordinasi merupakan terjemahan dari Developmental Coordination Disorder (DCD), yaitu gangguan keterampilan alat gerak yang berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk melaksanakan tugas yang umum dilakukan sehari-hari. Penyebabnya belum pasti. Banyak teori yang dikemukakan mengenai kemungkinan penyebab GPK, salah satunya adalah karena ketidakmampuan otak anak mengintegrasikan informasi sensori untuk menghasilkan gerakan yang terampil.
Gangguan Perkembangan Koordinasi diperkirakan terdapat pada 5-15% anak usia sekolah dasar dan paling sedikit 5-6% dari semua anak. Kepustakaan menyebutkan bahwa anak laki-laki dua kali lebih banyak mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan. Gangguan ini seringkali tidak terjadi sendiri. Penelitian menunjukkan hampir 50% anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas, kesulitan belajar dan gangguan bahasa spesifik juga mengalami GPK.
Beberapa gejala GPK dapat mulai dikenali sejak usia prasekolah. Apabila anak memiliki tanda keterlambatan dalam perkembangan gerak kasar dan halus, sering menabrak benda-benda, mudah jatuh, makan cenderung berantakan dan lebih memilih makan dengan tangan langsung daripada dengan sendok garpu, sering mengalami kesulitan menggenggam pensil atau menggunakan gunting, serta tidak dapat membuat menara kubus, ada baiknya orangtua mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan dokter anak.
Gejala GPK pada usia sekolah dapat dilihat dari aspek fisik, belajar, maupun dalam perawatan diri. Anak mungkin mudah terjatuh bila berjalan atau lari, sering tidak dapat memperkirakan jarak secara akurat dan mudah menabrak benda, kesulitan beraktivitas fisik bersama teman seperti bermain sepak bola, cenderung lamban, serta kesulitan mempelajari kegiatan baru misalnya lompat tali. Saat belajar di kelas, anak mungkin sering mengubah postur tubuh selama menulis untuk menyesuaikan posisi buku, karena keterampilan memegang pinsil yang kurang. Kesulitan koordinasi gerak mengakibatkan anak cenderung lambat dalam menyalin dan menulis, tulisan tangan jelek karena kesulitan dalam memanipulasi pena atau pinsil, serta kesulitan memotong dan melipat ketika melakukan kerajinan tangan. Dalam hal perawatan diri, anak mungkin sulit mengancingkan baju, mengikat tali sepatu, sehingga tampak lusuh. Anak juga mungkin sering menjatuhkan benda atau menumpahkan minuman.