
Sudahkah ibu siap menyusui? Perhatikan waktu rekomendasi dari WHO!
8 Des 2021
Author: dr. Afiah Salsabila
15 Mei 2025
Topik: Transfusi Darah, Anemia, pediatrics
Pendahuluan
Anemia merupakan kondisi yang sering ditemukan pada anak-anak yang dirawat di unit perawatan intensif pediatrik (PICU), dengan prevalensi mencapai 74% pada pasien dengan lama rawat lebih dari dua hari. Transfusi sel darah merah (red blood cell, RBC) dapat menjadi terapi penyelamat jiwa, terutama pada keadaan anemia berat (Hb <5 g/dL) atau syok hemoragik. Meskipun demikian, praktik transfusi pada anak harus dijalankan secara hati-hati karena risiko komplikasi yang tidak ringan, termasuk transfusion-associated lung injury (TRALI) dan transfusion-associated circulatory overload (TACO).
Untuk merespons kebutuhan akan panduan berbasis bukti dalam praktik transfusi darah anak, Pediatric Critical Care Transfusion and Anemia Expertise Initiative (TAXI) mengembangkan pedoman konsensus komprehensif yang berfokus pada pemberian transfusi packed red cell (PRC) pada anak sakit kritis. TAXI merupakan hasil kerja sama multidisiplin dari para ahli pediatri intensif, hematologi, dan transfusi di delapan negara, dengan dukungan dari institusi seperti BloodNet, PALISI Network, NIH, dan lainnya.
Indikasi Transfusi Darah pada Anak
TAXI memberikan pedoman berdasarkan nilai hemoglobin dan status hemodinamik. Beberapa poin utama rekomendasi meliputi:
Transfusi dianjurkan secara tegas dalam kondisi ini, baik pada anak dengan perdarahan maupun tanpa perdarahan. Kadar Hb ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan gangguan oksigenasi jaringan.
2. Hb antara 5–7 g/dL
TAXI tidak memberikan batasan tegas, tetapi transfusi dapat dipertimbangkan berdasarkan penilaian klinis, misalnya jika ada tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia.
3. Hb ≥7 g/dL dan anak stabil
TAXI menyarankan untuk tidak melakukan transfusi dalam kondisi ini, kecuali pada subkelompok tertentu seperti penyakit jantung bawaan, cedera otak, atau pasien dengan ventilasi mekanik dan hipoksemia berat. Strategi ini dikenal sebagai strategi transfusi restriktif, yang dibuktikan aman dan efektif melalui studi TRIPICU dan Cholette et al..
4. Kondisi khusus
Jumlah Darah dan Target Transfusi
Pedoman TAXI menekankan bahwa tujuan transfusi adalah memperbaiki gangguan klinis yang mendasari anemia, bukan mencapai kadar Hb “normal” sesuai usia. Target Hb pasca-transfusi yang direkomendasikan adalah antara 7,0–9,5 g/dL. Dalam praktik klinis, satu satuan RBC (10–15 mL/kg berat badan) umumnya meningkatkan Hb sebesar 2–3 g/dL pada anak.
Oleh karena itu, dokter dianjurkan untuk mentransfusi secukupnya dan melakukan evaluasi ulang setelah transfusi, terutama pada anak dengan berat badan rendah, penyakit jantung, atau gangguan ginjal, guna mencegah komplikasi akibat overload cairan.
Pitfalls dalam Transfusi Darah pada Anak
TAXI mengidentifikasi beberapa jebakan klinis dalam praktik transfusi:
Nilai Hb tidak boleh menjadi satu-satunya dasar keputusan. Evaluasi klinis menyeluruh, termasuk perfusi jaringan, tanda vital, dan status oksigenasi harus turut dipertimbangkan.
2. Refleks transfusi pada Hb “rendah” tanpa gejala
Praktik transfusi yang terlalu liberal (misalnya transfusi pada Hb >9 g/dL tanpa gejala) masih sering terjadi, padahal studi menunjukkan tidak ada manfaat tambahan dan justru meningkatkan paparan risiko.
3. Komplikasi non-infeksius
TRALI dan TACO adalah komplikasi yang paling banyak terjadi pada anak kritis. Oleh karena itu, pemantauan ketat selama dan setelah transfusi sangat diperlukan.
4. Penggunaan produk darah yang tidak sesuai
Anak dengan riwayat reaksi alergi berat atau defisiensi IgA harus menerima darah dari donor khusus atau darah yang telah dicuci untuk mencegah reaksi berat.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan
TAXI menekankan bahwa dalam melakukan transfusi darah pada anak, klinisi harus mempertimbangkan konteks klinis secara menyeluruh, bukan hanya berdasarkan angka hemoglobin semata. Sebelum melakukan transfusi, kadar Hb sebaiknya diukur terlebih dahulu, kecuali pada situasi perdarahan yang mengancam nyawa. Selama dan setelah transfusi, pemantauan ketat terhadap tanda vital sangat penting untuk mendeteksi reaksi transfusi secara dini. Selain itu, penggunaan darah harus disesuaikan dengan kebutuhan klinis tanpa melakukan transfusi berlebihan (overtransfusi), serta meminimalkan jumlah paparan donor guna mengurangi risiko aloimunisasi. Pada pasien dengan kondisi khusus, seperti riwayat reaksi alergi berat atau defisiensi IgA, harus digunakan darah yang telah diolah secara khusus seperti darah yang dicuci atau berasal dari donor defisiensi IgA. Prinsip transfusi yang aman dan rasional ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi sekaligus menurunkan risiko komplikasi.
Kesimpulan
Pedoman TAXI menekankan pentingnya strategi transfusi darah yang restriktif, individual, dan berbasis bukti. Penggunaan Hb sebagai indikator harus dikombinasikan dengan penilaian klinis yang menyeluruh. Tujuan transfusi adalah untuk mengatasi gangguan perfusi dan oksigenasi, bukan sekadar memperbaiki angka Hb. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, klinisi dapat meminimalkan komplikasi dan meningkatkan keselamatan pasien anak yang menjalani transfusi darah.
Referensi
Valentine SL, Bembea MM, Muszynski JA, Cholette JM, Doctor A, Spinella PC, et al. Consensus recommendations for red blood cell transfusion practice in critically ill children. Pediatr Crit Care Med. 2018 Jun;19(6):884–898. doi:10.1097/PCC.0000000000001577. PMID: 29787433.
8 Des 2021
8 Mei 2022
14 Mei 2022
21 Mei 2022