Tips Mencegah Anak Terlambat Bicara, Lakukan Hal Ini!
Author: Dr. Catharine M Sambo, Sp.A
Topik: Terlambat Bicara, Speech Delay
Terlambat bicara pada anak menjadi salah satu gangguan tumbuh kembang yang dikhawatirkan banyak orang tua. Anak yang masih belum berbicara dengan jelas di usia tertentu, bisa menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Lantas, apa sih yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah keterlambatan bicara pada anak dan kapan sebaiknya orang tua perlu khawatir?
Penyebab anak terlambat bicara
Kecepatan seorang anak dalam belajar bicara berbeda satu sama lain. Pada usia dua tahun, anak diharapkan telah mampu mengucapkan kalimat yang terdiri atas dua kata. Namun, terdapat tanda – tanda perkembangan pada usia tertentu yang perlu dicapai sebelum ia mampu berbicara lancar. Ketika hal ini tidak terjadi, misalnya apabila pada ulang tahun pertama anak masih belum mengoceh babbling, ada baiknya berkonsultasi ke dokter anak agar dapat dilakukan penilaian.
Ada berbagai kemungkinan penyebab terlambat bicara pada anak, seperti:
- Kelainan bentuk organ penghasil suara
- Gangguan pendengaran
- Gangguan perilaku
- Gangguan perkembangan umum
- Specific language impairment
- Disabilitas intelektual
- Kurang stimulasi
- Masalah psikososial dan penyebab lainnya.
Beberapa gangguan dapat terjadi bersamaan, misalnya anak dengan gangguan pendengaran juga memiliki gangguan perilaku.
Diagnosis penyebab terlambat bicara berbeda pada tiap anak, derajat bobotnya juga berbeda, sehingga jenis penanganan dan lama terapi disesuaikan dengan masing – masing anak. Hasilnya pun berbeda. Sebagai contoh, penanganan anak yang terlambat bicara karena gangguan pendengaran. Pada kasus ini, disarankan agar anak memakai alat bantu dengar sejak dini, di samping terapi wicara dan terapi lain apabila dibutuhkan. Semakin dini dilakukan penanganan, diharapkan hasil yang dicapai akan maksimal.
Bagaimana pencegahan terlambat bicara?
Dalam banyak kasus, kuncinya ada pada stimulasi perkembangan yang baik dan ketepatan waktu dalam menemukan tanda awal penyimpangan perkembangan anak. Sayangnya, beberapa keadaan yang menyebabkan terlambat bicara terjadi sejak lahir bahkan sejak di kandungan, sehingga membutuhkan penanganan sedini mungkin. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Stimulasi perkembangan bicara dan bahasa dapat dilakukan sejak dini. Contoh kegiatannya meliputi:
- Membaca dengan suara jelas
- Mengajak bayi dan anak bercakap – cakap
- Memberi respon terhadap ocehan bayi dengan kata – kata sederhana
- Menjawab pertanyaan, atau bernyanyi.
Perlu dicatat, bahwa gawai dan televisi bukan metode stimulasi yang baik.
Pahami tahap perkembangan normal pada anak. Salah satu sumber acuan adalah buku kesehatan anak yang memuat data kelahiran , berat badan, dan rekam imunisasi yang diberikan segera setelah anak lahir. Rata – rata buku itu memuat panduan perkembangan normal dan stimulasi pada anak.
Tidak lupa juga untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini gangguan perkembangan secara berkala di fasilitas kesehatan. Deteksi ini dapat dilakukan pada hari ketiga setelah bayi lahir.
Tanda bahaya gangguan bicara
MomDad perlu waspada apabila anak mengalami gejala gangguan bicara, seperti:
- Tidak bersuara sama sekali sampai usia 6 bulan
- Tidak mengoceh babbling sampai usia 12 bulan
- Tidak ada satu kata yang bukan mengoceh atau meniru ucapan orang lain pada usia 16 bulan
- Tidak mampu menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap benda pada usia 20 bulan
- Kurang mampu berbagi perhatian atau ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan
- Tidak mampu membuat frase yang bermakna setelah usia 24 bulan
- Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
- Sering mengulang ucapan orang pada usia 30 bulan
- Respon yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi
- Hilangnya kemampuan bicara yang sebelumnya telah tercapai
Apabila MomDad menemukan gejala seperti di atas, jangan ragu untuk konsultasikan kondisi si Kecil ke dokter atau melalui Forum Tanya Dokter.
Artikel ini pernah dimuat di Apa Kata Dokter, Kompas, pada tanggal 16 Oktober 2016.
Ikatan Dokter Anak Indonesia