
Inilah Langkah-Langkah Diagnosis TB yang Tepat
5 Okt 2023
Author: dr. Afiah Salsabila
23 Apr 2025
Topik: Pneumonia, pneumococcus, RSV, Guideline
Pendahuluan
Berdasarkan data global dan nasional, pneumonia komunitas masih menjadi penyebab utama kematian kedua pada anak balita setelah diare. (1,2) Panduan terbaru WHO (2014) dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Pneumonia dan Diare (RANPPD) 2023–2030 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI memberikan arah baru dalam manajemen klinis dan pencegahan pneumonia anak berbasis komunitas. Berikut adalah rangkuman terkait pendekatan diagnosis, klasifikasi klinis, hingga strategi preventif dan kuratif berbasis kerangka Protect-Prevent-Treat yang direkomendasikan oleh kedua panduan tersebut.
Definisi dan Etiologi
Pneumonia didefinisikan sebagai infeksi akut pada paru-paru yang menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan. Etiologi penyakit ini sangat bergantung pada usia anak. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri penyebab pneumonia tersering pada semua kelompok umur. Pada anak di bawah usia lima tahun, infeksi virus lebih sering ditemukan, dengan Respiratory Syncytial Virus (RSV) sebagai penyebab utama. Sementara pada anak yang lebih besar, terutama di atas lima tahun, Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae menjadi pertimbangan penting sebagai agen penyebab. (3)
Faktor Risiko
Faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian pneumonia komunitas pada anak meliputi status imunisasi yang tidak lengkap, gizi buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI eksklusif, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, serta kondisi lingkungan yang buruk seperti polusi udara di dalam rumah dan hunian yang padat. Upaya promotif dan preventif untuk mengatasi faktor-faktor ini perlu diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan anak. (2,3)
Strategi Diagnosis Klinis
Diagnosis pneumonia komunitas pada anak ditetapkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala utama yang ditanyakan meliputi batuk, sesak napas, demam, kesulitan makan atau minum, dan penurunan aktivitas. Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk penyakit saluran napas kronis, penting untuk menggugurkan kemungkinan diagnosis banding seperti asma atau kelainan struktural paru. (3,4)
Pemeriksaan fisik menjadi kunci, dengan fokus pada frekuensi napas sesuai usia. Napas cepat didefinisikan berdasarkan usia, misalnya ≥60 kali/menit untuk bayi di bawah dua bulan, dan ≥40 kali/menit untuk anak usia 1 hingga 5 tahun. Selain itu, dokter juga harus menilai adanya retraksi dinding dada, krepitasi pada auskultasi, serta kesadaran anak. (4)
Klasifikasi Klinis Berdasarkan WHO
Klasifikasi WHO membagi pneumonia menjadi dua level: “pneumonia” dan “pneumonia berat”. JIka anak memiliki laju napas yang cepat, dan/atau retraksi, maka anak diklasifikasikan sebagai “pneumonia” dan diberikan terapi oral, sedangkan anak yang memiliki gejala tersebut, ditambah dengan tanda bahaya seperti tidak mau menyusu, kejang, hipotermia, atau penurunan kesadaran diklasifikasikan sebagai “pneumonia berat”. (2)
Diagnosis Banding dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan meliputi bronkiolitis, asma, gagal jantung, sepsis, efusi pleura, dan asidosis metabolik. Pemeriksaan penunjang dilakukan secara selektif. Foto toraks tidak dianjurkan secara rutin, namun direkomendasikan untuk kasus pneumonia berat atau bila tidak ada respons terapi dalam 48–72 jam. (4) Pemeriksaan darah rutin dapat membantu, namun kultur darah dan sputum tidak direkomendasikan secara rutin karena sensitivitas yang rendah. Pengukuran saturasi oksigen secara berkala menggunakan pulse oximetry sangat penting, terutama untuk menilai kebutuhan terapi oksigen. (2)
Tatalaksana Pneumonia Komunitas
Tatalaksana pneumonia disesuaikan dengan derajat keparahan. Dilansir dari Pada kasus yang dapat dirawat jalan, amoksisilin oral 80 mg/kgBB/hari dibagi dua dosis selama 5 hari menjadi pilihan pertama. Bila tidak ada perbaikan, amoksisilin-klavulanat dapat digunakan. Jika dicurigai pneumonia atipik, antibiotika makrolid seperti azitromisin atau eritromisin dapat diberikan. (1)
Pada kasus berat yang memerlukan perawatan inap, terapi antibiotika parenteral seperti ampisilin 50 mg/kg (atau benzyl penicilin sebanyak 50,000 unit per kg secara IM atau IV setiap 6 jam) dan gentamisin 7.5 mg/kg IM/IV per hari selama diberikan selama minimal lima hari. Jika tidak terjadi perbaikan, lini kedua seperti seftriakson atau sefotaksim dapat digunakan. Apabila dicurigai infeksi oleh MRSA, vankomisin atau klindamisin ditambahkan ke dalam rejimen terapi.(1)
Terapi suportif seperti pemberian oksigen jika SpO₂ ≤92%, hidrasi yang cukup, serta pengaturan nutrisi harus diperhatikan. Pemberian makanan per oral dihentikan sementara bila anak mengalami distres napas berat, dan diganti dengan cairan rumatan melalui pipa nasogastrik yang dipasang hati-hati.(1)
Berdasarkan pengumuman dari BPJS, pneumonia merupakan penyakit yangharus diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), sehingga tidak bisa dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). (5) Walaupun demikian, jika pasien memenuhi kriteria gawat darurat sebagaimana tertulis pada Panduan Praktis Pelayanan BPJS, seperti sesak, sianosis, gelisah, demam >40 derajat celcius, atau penurunan kesadaran, pasien dapat dilarikan ke FKTL tanpa surat rujukan. (6)
Indikasi Rawat Inap dan Perawatan di PICU
Indikasi rawat inap mencakup hipoksemia, distres pernapasan, dehidrasi, atau ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan di rumah. Indikasi untuk perawatan di PICU mencakup kebutuhan ventilasi, gangguan kesadaran akibat hipoksemia, atau gangguan hemodinamik. Evaluasi klinis berkala perlu dilakukan untuk menilai respon terhadap terapi.(4)
Edukasi Keluarga
Pasien dapat dipulangkan bila gejala klinis membaik, frekuensi napas normal, tidak ada retraksi, dan asupan per oral sudah adekuat. Keluarga harus memahami rencana lanjutan, termasuk terapi antibiotika per oral di rumah serta jadwal kontrol. (4)
Edukasi mencakup pentingnya imunisasi (Hib, pneumokokus, pertusis, campak, dan influenza), pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping yang adekuat, serta pengendalian lingkungan rumah. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun juga perlu ditekankan karena telah terbukti menurunkan risiko infeksi saluran napas bawah. (4)
Penutup
Dengan pendekatan klinis yang sistematis, penggunaan antibiotika yang rasional, serta dukungan terapi suportif yang adekuat, diharapkan angka morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia dapat diturunkan secara signifikan.
Referensi: