Diagnosis dan Tatalaksana TB Ekstra-paru
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: meningitis, Tuberkulosis, TBC, Tulang, Pencernaan, KGB, kelenjar getah bening
Tuberkulosis (TB) ekstra paru adalah kondisi ketika bakteri Mycobacterium tuberculosis menginfeksi organ tubuh di luar paru-paru, misalkan pleura, kelenjar getah bening, tulang, ginjal, genitalia, dan sebagainya. Penyebaran infeksi tuberkulosis ekstra paru dapat terjadi melalui darah atau limfe yang membawa bakteri dari paru-paru ke organ-organ lain dalam tubuh. Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, tetapi angka kejadian lebih tinggi pada individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang melemah, seperti penderita HIV/AIDS, orang dengan diabetes, dan pengguna obat anti-rejection drugs setelah transplantasi organ.
Gejala TB ekstra paru meliputi gejala konstitusional seperti demam dan turun berat badan drastis, serta gejala yang spesifik berdasarkan organ tubuh yang terinfeksi. Pasien TB pleuritis dapat memiliki gejala batuk, nyeri dada, dan efusi pleura. Pasien TB tulang dapat mengalami nyeri tulang, deformitas tulang, dan nyeri sendi dengan gangguan mobilitas yang progresif. Apabila saluran genitourinaria terinfeksi, gejala yang bisa muncul antara lain kesulitan buang air kecil, darah dalam urin, dan nyeri perut. Pada TB yang menyerang sistem saraf pusat, gejala yang muncul adalah gangguan neurologis seperti sakit kepala, kejang, defisit neurologis, dan penurunan kesadaran. Pada tuberkulosis abdomen, gejala yang dapat muncul antara lain distensi abdomen, massa intra abdomen, atau asites.
Pada anak-anak, TB ekstra paru kerap terjadi pada kelenjar getah bening (TB limfadenitis), abdomen, susunan saraf pusat, dan tulang/sendi. Pada kasus TB limfadenitis, pasien dapat mengalami pembengkakan kelenjar limfe yang tidak disertai rasa nyeri. Diagnosis definitif membutuhkan pemeriksaan histologis dari biopsi kelenjar dan pemeriksaan bakteriologis yang bisa dilakukan melalui kultur cairan limfe.
Tuberkulosis ekstra paru dapat didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pengambilan sampel dari organ terkena dan pencitraan seperti sinar-X, USG, atau CT scan. Diagnosis definitif tuberkulosis ekstra paru seringkali memerlukan pemeriksaan histologis dari biopsi organ yang terinfeksi seperti kelenjar atau tulang untuk melihat adanya tanda-tanda karakteristik dari infeksi tuberkulosis seperti granuloma. Uji Tes Cepat Molekuler (TCM) pada spesimen ekstra paru diperlukan untuk menegakkan kasus TB ekstra paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dipilih untuk mendiagnosis TB ekstra paru berdasarkan organ yang terkena bisa dilihat pada Tabel 1.
Setelah diagnosis TB ekstra paru ditegakkan, tatalaksana yang adekuat sangatlah penting untuk memastikan kesembuhan pasien dan mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Pengobatan TB ekstra paru pada anak-anak umumnya melibatkan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT), yaitu kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. selama 6-18 bulan, di mana durasi tergantung organ yang terkena. Durasi regimen tipe TB ekstra-paru yang berbeda dapat dilihat di Tabel 2. Fase intensif pada pengobatan TB ekstra-paru tetap 2 bulan seperti pada TB paru, namun fase lanjutan yang diperlukan bisa lebih lama. Dosis yang diberikan harus diberikan sesuai dengan berat badan anak. Pengobatan TB ekstra paru juga harus disertai dengan perawatan suportif, seperti pemberian antibiotik untuk infeksi sekunder, terapi nyeri, dan rehabilitasi fisik.
TB ekstra paru memiliki gejala yang berbeda, sesuai dengan organ yang diinfeksi. Tatalaksana harus dilakukan dengan adekuat untuk mencegah perluasan dan perbaikan. Sama seperti TB paru, TB ekstraparu perlu didiagnosis secara dini supaya bisa ditatalaksana dengan sesuai dan memastikan bahwa morbiditas pasien berkurang.
Tabel 1. Metode diagnosis TB Ekstra-paru berdasarkan organ yang terkena
Tabel 2. Durasi Regimen TB Ekstra-paru berdasarkan organ yang terinfeksi
Referensi