Autism Spectrum Disorder: Diagnosis dan Tatalaksana
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: Autisme, Tatalaksana, Diagnosis, Autism spectrum disorder, ASD
Autisme adalah kondisi neurodevelopmental yang ditandai dengan gangguan perilaku dan kognitif. Anak-anak dengan autisme memiliki kemampuan komunikasi yang tidak sebaik anak-anak lain yang seumuran, serta cenderung melakukan gerakan-gerakan repetitif dan memiliki pengolahan sensorik yang terbatas. Rentang gejalanya tidak sama pada semua anak yang mengalaminya, sehingga autisme lebih sering disebut sebagai Autistic Spectrum Disorder. Deteksi dini autisme penting untuk dilakukan karena dengan demikian anak dapat diberikan tatalaksana yang tepat untuk memastikan perkembangan yang optimal.
Data menunjukkan bahwa autisme dimiliki oleh 52 juta orang di seluruh dunia dan lebih sering dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1. Walaupun demikian, perempuan lebih cenderung didiagnosis dengan ASD pada usia yang lebih tua. Ada teori bahwa perempuan memiliki perilaku adaptasi kompensatorik yang lebih baik dari laki-laki, namun hal ini masih diteliti.
Gejala ASD yang menjadi salah satu kekhawatiran adalah gangguan komunikasi yang tingkat keparahannya berbeda-beda dari satu anak pemilik ASD dengan anak pemilik ASD lainnya. Selain memiliki kesulitan dalam komunikasi verbal, anak dengan ASD juga cenderung memiliki kemampuan non-verbal yang tidak adekuat; kebanyakan anak dengan ASD kesulitan dalam mempertahankan kontak mata, dan mengerti bahasa tubuh.
Diagnosis ASD dilakukan dengan menggunakan kriteria yang tertulis dalam DSM-5. Berdasarkan DSM-5, anak baru bisa didiagnosis dengan ASD jika memiliki defisit pada ketiga area komunikasi sosial berikut: 1) resiprositas sosio-emosional, 2) membina, memahami, dan menjaga hubungan, dan 3)komunikasi non-verbal, disertai dengan minimal dua dari empat gangguan perilaku berikut: 1)tidak fleksibel terhadap perubahan pada rutinitas, 2) memiliki minat dan perhatian yang terbatas pada hal-hal tertentu dengan intensitas dan fokus yang melebihi normal, 3) hipo atau hiperaktivitas sebagai respon dari input sensorik ata memiliki fiksasi abnormal pada aspek sensorik dari lingkungan, dan 4) perilaku, gerakan, pembicaraan yang repetitif. Untuk memudahkan proses, alat skrining M-CHAT bisa dipakai untuk identifikasi awal. Di beberapa negara Eropa seperti Spanyol dan Irlandia, terdapat program nasional untuk skrining ASD pada anak usia 18-30 bulan menggunakan M-CHAT. Alat-alat skrining lainnya meliputi Screening Tool for Autism in Toddlers and Young Children (STAT), Diagnostic Instrument for Social Communication Disorders (DISCO) dan the Autism DIagnostic Interview-Revised (ADI-R).
ASD adalah kondisi yang tidak dapat disembuhkan, namun terapi bisa diberikan untuk meningkatkan kapasitas fungsional anak supaya bisa berkembang secara optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik . Manifestasi klinis ASD sangat beragam dari anak ke anak, begitu pula dengan tingkat keparahannya. Intervensi yang sering diberikan untuk anak ASD adalah behavioural therapy, atau terapi perilaku. Salah satu terapi perilaku yang terbukti secara ilmiah adalah Applied Behavior Analysis (ABA). Teknik ABA adalah mengajarkan keterampilan tertentu secara perlahan, komponen demi komponen melalui metode reinforcement secara sistematis. Teknik ini menunjukkan dapat memperbaiki kemampuan bahasa, meningkatkan IQ, serta prestasi akademis pada anak dengan ASD. Tentunya, ada banyak lagi tatalaksana yang sering diaplikasikan pada anak dengan ASD.
Terapi farmakologi biasanya diberikan sesuai dengan gejala. Asam valproat biasanya diresepkan untuk pasien ASD yang mengalami kejang. Beberapa obat antipsikotik seperti aripiprazole dan risperidone mulai diberikan pada anak dengan ASD untuk mengatasi iritabilitas dan hiperaktivitas.
ASD adalah kondisi seumur hidup yang perlu diidentifikasi secara dini. Dengan demikian, pasien ASD bisa mendapatkan penanganan yang optimal guna memaksimalkan perkembangan mereka. Dengan perkembangan yang optimal, anak bisa memiliki kualitas hidup yang lebih baik secara jangka pendek maupun secara jangka panjang. Maka dari itu, penting bagi tenaga kesehatan, khususnya dokter, untuk bisa memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mendeteksi ASD pada anak.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK573609/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8925080/