Cara Mendiagnosis Alergi Makanan
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: Alergi, Alergi makanan, Diagnosis, Tatalaksana
Alergi makanan adalah reaksi imun terhadap protein yang ada pada makanan tertentu. Mekanismenya bisa dimediasi oleh IgE maupun melalui mekanisme non-IgE. Ini bisa menjadi kondisi serius, mengingat bahwa reaksi alergi makanan dapat berkembang menjadi anafilaksis, yang dapat mengancam jiwa. Pemahaman yang baik tentang alergi makanan, gejalanya, dan metode diagnosisnya sangat penting bagi praktisi medis.
Ketika pasien datang dengan keluhan yang mengacu pada alergi makanan, langkah pertama adalah melakukan anamnesis yang mendalam. Ini termasuk menggali informasi tentang gejala, frekuensi reaksi, dan waktu terjadinya reaksi setelah mengonsumsi makanan tertentu. Riwayat alergi makanan pada keluarga juga perlu ditanyakan karena alergi memiliki faktor genetik, sehingga anggota keluarga yang memiliki alergi makanan dapat menguatkan kecurigaan ke arah alergi makanan.
Gejala alergi makanan sangat beragam namun secara umum muncul pada sistem gastrointestinal, kulit, dan pernapasan. Reaksi pada sistem gastrointestinal meliputi rasa begah, mual, muntah, diare, hingga hematokezia yang dapat menyebabkan anemia dan penurunan berat badan. Reaksi kulit meliputi dermatitis atopik, urtikaria akut, dan dermatitis perioral. Gejala pada jalan napas muncul dalam bentuk penyempitan jalan napas i.e. asthma, ditandai oleh sulit napas dan mengi. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil anamnesis yang didapatkan.
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis alergi makanan, di antaranya adalah Skin Prick Test (SPT), serum IgE, dan provocative oral challenge. SPT adalah salah satu tes awal yang umum digunakan dalam diagnosis alergi makanan. Tes ini melibatkan aplikasi kecil ekstrak alergen pada kulit pasien, diikuti dengan tusukan kulit. Jika ada alergi terhadap zat tersebut, akan terbentuk benjolan kecil atau wheal pada kulit dalam waktu singkat. Perlu diwaspadai bahwa 60% hasil positif terhadap suatu protein makanan tidak menunjukkan reaksi simtomatis. Walaupun demikian, SPT masih berguna dalam menentukan kalau seorang ketiadaan reaksi terhadap suatu alergen.
Untuk menentukan kalau seseorang memiliki reaksi yang simtomatis atau tidak lebih baik menggunakan tes serum IgE spesifik mengukur konsentrasi IgE terhadap suatu protein makanan. Jika pasien memiliki level IgE yang lebih besar dari nilai prediktif, maka ia memiliki lebih dari 95% risiko untuk untuk mengalami reaksi alergi terhadap protein tersebut. Uji serum IgE. Walaupun demikian, tes yang pasti membuktikan apakah seorang pasien memiliki alergi terhadap suatu makanan adalah provocative oral challenge. Pada metode uji diagnostik ini, makanan yang dicurigai menimbulkan reaksi dieliminasi dari diet pasien selama 7-14 hari sebelum challenge, yaitu pemberian makanan yang dicurigai tersebut ke pasien. Obat-obatan yang dapat memperbaiki gejala alergi yang dikeluhkan seperti bronkodilator dan antihistamin juga diberhentikan selama durasi waktu yang telah disebutkan. Secara double blind, pasien akhirnya diberikan makanan yang dicurigai setelah 7-14 hari tersebut. Pada metode ini, dokter dan pasien, serta keluarga pasien tidak tahu makanan yang dimakan adalah plasebo atau tidak. Hal ini bisa dilakukan dengan menyiapkan makanan yang benar mengandung alergen dan plasebo dalam bentuk makanan yang sama persis dalam bentuk dan rasa namun tidak ada alergennya sama sekali. Makanan yang mengandung alergen dan plasebo dimakan dengan jeda waktu beberapa jam atau beberapa hari. Jika tidak muncul reaksi, maka bisa dipastikan bahwa pasien benar tidak memiliki alergi terhadap alergen yang dicurigai. Perlu diperhatikan bahwa tes ini masih memiliki risiko false negative 1-3%. Maka Jika hasil blinded negatif,perlu dilakukan konfirmasi dengan challenge yang dilakukan secara terbuka.
Diagnosis alergi makanan merupakan tantangan penting dalam praktik medis. Dengan mengikuti langkah-langkah anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti, dan beragam tes alergi, seorang dokter dapat mencapai diagnosis yang akurat. Diagnosis yang tepat memungkinkan pasien untuk mengelola alergi makanan mereka dengan baik dan menghindari komplikasi yang berbahaya. Pemahaman yang baik tentang alergi makanan juga memungkinkan dokter untuk memberikan rekomendasi diet yang tepat dan perawatan yang sesuai kepada pasien.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482187/