
Mengompol pada Anak: Penyebab, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan Nocturnal Enuresis
Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: Anak Mengompol, Mengompol, Enuresis
Enuresis adalah keluarnya urin pada malam hari di anak umur 5 tahun ke atas. Kondisi ini sering menyebabkan stres dan rasa malu sehingga dapat mengganggu perkembangan sosial anak. Edukasi orang tua merupakan kunci dari kesembuhan pasien dari kondisi ini. Maka dari itu, untuk bisa menangani kasus enuresis, seorang dokter perlu memiliki pemahaman yang baik mengenai penyebab, diagnosis, serta strategi pengelolaan enuresis sebagai bekal untuk memberikan tatalaksana dan edukasi yang tepat.
Penyebab enuresis berasal dari berbagai macam faktor. Faktor yang dapat memengaruhi kecenderungan untuk enuresis adalah maturasi kandung kemih yang tidak maksimal, kapasitas kandung kemih yang berkurang, dan penurunan kadar vasopressin. Kadar vasopresin yang rendah dapat menyebabkan volume urin yang meningkat. Beberapa kondisi terkait lain juga dapat meningkatkan risiko enuresis, seperti stres, status sosioekonomik rendah, perceraian orang tua, kelahiran saudara kandung, dan riwayat enuresis pada keluarga.
Seperti kondisi medis lainnya, diagnosis enuresis dimulai dengan anamnesis. Pada anamnesis, perlu ditanyakan kapan saja mengompolnya dan seberapa sering. Orang tua dan anak bisa dibimbing untuk membuat voiding diary, yaitu buku catatan yang merekam malam-malam di mana anak mengompol dan tidak mengompol (pola berkemih), asupan cairan (riwayat hidrasi), dan tingkat rasa ingin buang air kecil dengan skala yang ditentukan. Buku catatan ini juga bisa merekam jam ketika bangun dan tidur.
Menurut DSM-5, enuresis merupakan diagnosis eliminasi, sehingga enuresis baru bisa ditegakkan jika kondisi lain seperti gangguan kejang, diabetes, infeksi saluran kemih (ISK), spina bifida, neurogenic bladder, konstipasi, dan konsumsi diuretik dapat disingkirkan. Untuk melakukan hal tersebut, riwayat medis, pembedahan, keluarga, toilet training, pola tidur, dan nutrisi perlu ditanyakan. Untuk mengkonfirmasi temuan pada riwayat medis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik neurologis, ukuran tonsil, status lokalis genitalia, abdomen, dan area lumbosacaral. Penapisan diagnosis juga perlu ditunjang dengan urinalisis untuk menapis ISK; bladder scan, uroflowmetry dan ultrasonografi (USG) sebelum dan setelah berkemih untuk mendiagnosis kelainan anatomis; kuesioner Epworth Sleepiness Scale (EPS) dan sleep study untuk mendiagnosis gangguan tidur; EEG jika gangguan kejang dicurigai; X-ray abdomen jika konstipasi dipikirkan; dan kadar imipramine jika pasien mengonsumsinya (tidak boleh lebih dari 60 ng/mL).
Pengelolaan enuresis dimulai dengan mengedukasi orang tua pasien bahwa mengompol memiliki prognosis yang baik dan akan hilang seiringnya waktu. Orang tua pasien juga perlu dijelaskan kalau ada langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan untuk membuat kondisi enuresis lebih baik. Tatalaksana lini pertama adalah bell and pad method, di mana kasur anak dilapisi alas dengan sensor yang dapat mendeteksi cairan. Sensor tersebut akan mengirim sinyal ke alarm supaya bunyi dan membangunkan anak. Metode ini mempunyai angka kesuksesan setinggi 75%. Metode ini sebaiknya dilanjutkan hingga anak tidak mengompol selama 21-28 malam. Jika anak tidak bisa bangun dengan suara bel, anak bisa dibangunkan secara rutin tiap malam. Asupan cairan anak juga sebaiknya dibatasi sebelum tidur.
Enuresis dapat menimbulkan kekhawatiran dan rasa pesimis, sehingga anak dan orang tua datang dengan perasaan putus asa terhadap kondisi anak. Pada anak dan orang tua yang demikian, terapi motivasi diperlukan sebelum memulai metode-metode yang dijelaskan sebelumnya. Terapi farmakologis juga bisa dicoba, namun angka relapse-nya lebih tinggi. Obat yang sering digunakan untuk enuresis adalah Desmopressin 0.1-0.6 mg/hari, yaitu sebuah analog vasopressin. Obat lain yang dapat dicoba adalah imipramine, yaitu antidepresan trisiklik yang bekerja dengan merelaksasi otot detrusor kandung kemih melalui fungsi antikolinergik yang dimilikinya. Dosis awal imipramine adalah 25 mg, lalu ditingkatkan secara perlahan menjadi 75-125 mg/hari. Jika sudah membaik, dosis imipramine perlu diturunkan bertahap. Prognosis enuresis baik, terutama pada anak yang lebih kecil dan jenis kelamin perempuan. Prognosis yang lebih buruk dijumpai pada pada anak dengan komorbiditas berupa gangguan mental dan perkembangan.
Sebagai dokter, membantu orang tua memahami penyebab dan strategi pengelolaan mengompol pada anak sangat penting. Dengan pendekatan holistik yang melibatkan informasi yang komprehensif dan intervensi yang tepat, kita dapat membantu anak dan keluarganya mengatasi masalah ini dengan efektif.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560565/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545181/
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2014/1015/p560.html

