primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Infeksi HIV pada Anak

Author:

Topik: Neonatus 0-1 Bulan, bayi, Pra-sekolah, Sekolah, Remaja

Infeksi HIV pada Anak

INFEKSI HIV diderita berbagai kalangan dan usia, termasuk anak. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia  menunjukkan bahwa sekitar 3 persen dari penderita  HIV-AIDS di Indonesia adalah anak-anak berusia di bawah 14 tahun. Human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sel yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mengakibatkan kekebalan tubuh menurun. Sementara itu, istilah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah stadium lanjut dari infeksi HIV yang ditandai oleh kumpulan gejala klinis berat berupa berbagai infeksi oportunistis. Anak teri nfeksi HIV belum tentu menderita AIDS. Anak terinfeksi HIV yang mendapatkan pengobatan teratur sejak dini dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.

Sebagian besar anak terinfeksi HIV melalui infeksi vertical yaitu melalui ibu pada saat kehamilan (5-10 persen). Proses kelahiran (10-20 persen), dan melalui air susu ibu/ASI (5-20 persen). Sementara itu, sebagian kecil anak, kurang dari 10 persen, dapat tertular mellaui jarum yang terkontaminasi, transfusi darah, atau kekerasan seksual dari dewasa yang terinfeksi HIV.

Pada saat kelahiran, anak bisa terlihat seperti anak normal lainnya. Namun, apabila infeksi HIV tidak dapat terdeteksi sejak dini, sistem kekebalan tubuh anak mulai terganggu dan timbul gejala-gejala dari infeksi oportunistis. Beberapa infeksi oportunistis  yang sering diderita anak terinfeksi HIV adalah tuberculosis, infeksi jamur terutama di saluran cerna, diare persisten yang dapat disebabkan berbagai infeksi bakteri, pneumonia (radang paru )berat, infeksi telinga kronik, ataupun sepsis (infeksi berat). Akibat dari infeksi yang berulang, timbullah masalah nutrisi, anak dapat menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bahkan, perkembangan anak dapat terganggu. Tidak jarang anak terinfeksi HIV dideteksi pertama kali dalam keadaan gizi buruk, diare persisten, tuberculosis, dengan jamur di daerah mulut dan saluran cerna.

Diagnosis infeksi HIV dapat ditegakkan secara pasti melalui pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan antibodi anti-HIV pada anak-anak yang berusia 18 bulan ke atas atau pemeriksaan jumlah virus HIV dalam darah pada anak –anak yang berusia di bawah 18 bulan. Setelah diagnosis HIV ditegakkan, tatalaksana awal adalah melakukan penanganan masalah nutrisi dan infeksi oportunistis yang dialami anak serta melakukan persiapan untuk pemberian obat antiretroviral. 

 

PEMBERIAN obat antiretroviral (ARV) dapat menurunkan jumlah virus di dalam darah dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga akhirnya anak jarang menderita sakit dan diharapkan dapat tetap tumbuh dan berkembang sesuai anak sebayanya. Pemberian ARV telah terbukti dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan anak terinfeksi HIV. Namun, pemberian ARV ini perku diberikan seumur hidup untuk tetap menjaga virus tidak terdeteksi di dalam darah.

Bagaimana melakukan pencegahan agar anak tidak terinfeksi HIV?Langkah pencegahan dilakukan dengan memutus rantai penularan HIV dari ibu ke anak. Dalam program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak terdapat 4 langkah, yaitu mencegah infeksi HIV pada perempuan usia reproduktif, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu terinfeksi HIV, mencegah penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi yang dikandungnya, serta dukungan, perawatan, dan pengobatan untuk anak yang terinfeksi HIV.

Untuk itu, sangatlah penting untuk melakukan skrining infeksi HIV pada saat ibu sedang hamil. Apabila terdeteksi ibu sudah terinfeksi HIV pada saat kehamilan, ibu dapat segera mendapatkan terapi antiretroviral. Terapi ARV pada ibu hamil akan menurunkan jumlah virus dalam darah sehingga risiko transmisi HIV ke bayi yang dikandungnya juga berkurang.

Penanganan proses kelahiran harus mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang didapatkan dari tindakan kelahiran  melalui operasi seksio sesaria atau kelahiran normal. Proses kelahiran melalui operasi seksio sesaria akan menurunkan risiko transmisi HIV dari ibu ke bayi. Kelahiran normal dianggap cukup aman dan rendah risiko transmisi HIV-nya apabila jumlah virus dalam tubuh ibu tidak terdeteksi.

Pascakelahiran, bayi harus diberikan obat ARV profilaksis selama 6 minggu. Pilihan nutrisi pada bayi juga harus menimbang berbagai hal. Ibu harus mendapatkan informasi mengenai keuntungan dan kerugian konsumsi susu formula dan ASI. Air susu ibu merupakan sumber transmisi HIV sesudah kelahiran. Ibu yang memilih susu formula harus memenuhi syarat AFASS dari WHO, yaitu acceptable, (dapat diterima), feasible (mudah dilakukan), affordable (harga terjangkau), sustainable (berkelanjutan), dan safe (aman). Bagi ibu yang tidak dapat memenuhi syarat AFASS tadi, ibu dapat memberikan ASI eksklusif sampai AFASS terpenuhi. Untuk mengurangi risiko transmisi HIV pada saat memberikan ASI, teknik menyusui haruslah benar, ibu dan bayi juga harus mendapatkan obat antiretroviral. Walaupun demikian, risiko transmisi HIV masih tetap ada. Pemberian nutrisi campur, yaitu ASI dengan susu formula tidak diperbolehkan karena akan meningkatkan risiko transmisi HIV.

Apabila semua langkah pencegahan dilakukan, risiko transmisi HIV dari ibu ke anak yang awalnya dapat mencapat 45 persen  dapat diturunkan menjadi di bawah 2 persen. Untuk itu, langkah awal yang penting adalah skrining HIV pada ibu hamil harus dikerjakan, agar anak- anak harapan masa depan bangsa ini akan bebas HIV.

 

 

Penulis : Dina Muktiarti

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Artikel in pernah KLASIKA, KOMPAS, tanggal 6 April 2014

 

 

 

familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: