Kembung pada Bayi
Author:
Topik: bayi
Kembung pada bayi dapat merupakan suatu kelainan serius yang memerlukan tindakan pembedahan. Kembung yang memerlukan tindakan pembedahan biasanya disebabkan sumbatan saluran usus, baik total maupun sebagian. Kelaianan yang sering menyebabkan sumbatan total adalah terpuntirnya usus (volvulus), bagian usus atas terlipat masuk ke bagian yang lebih bawah (invaginasi), atau tidak terbentuknya segmen usus sejak lahir (atresia).
Gejala klinis volvulus adalah kembung disertai muntah berwarna hijau serta tidak buang air besar dan buang angin. Gejala invaginasi adalah kembung yang didahului sakit perut dan buang air besar disertai lendir dan darah. Atresia usus terjadi dalam kandungan sehingga gejala kembungnya timbul 24 – 48 jam sesudah lahir tergantung letak usus tidak terbentuk.
Kelainan lain yang menyebabkan sumbatan sebagian adalah hirschprung atau kelainan usus besar bagian bawah akibat tidak terbentuknya saraf sehingga segmen usus bawah itu tidak dapat berkonstraksi seperti usus normal. Gejalanya, kembung disertai kesulitan berhajat sejak lahir dan bila anusnya dicolok, tinja akan menyemprot keluar.
Kembung pada bayi dapat juga menyertai gangguan pencernaan lain, seperti muntah, diare, sakit perut, dan konstipasi. Bayi yang kembung biasanya mudah muntah. Bayi yang diare kadar kaliumnya akan berkurang sehingga kembung. Kolik infantil terutama yang disebabkan intoleransi laktosa sering disertai kembung. Bayi dengan konstipasi juga akan kembung.
Bayi yang banyak menangis sering mengalami kembung karena banyak menelan udara (aerofagia). Bayi yang minum susu botol lebih mudah mengalami aerofagia. Menyendawakan bayi sesudah minum dapat mengurangi kembung seperti ini.
Bayi yang terlalu banyak makan atau minum susu (overfeeding) juga dapat kembung karena sebagian dari susu tersebut tidak dicerna. Ganguan penyerapan akibat fungsi enzim pencernaan yang belum sempurna juga dapat menyebabkan kembung karena makanan atau susu yang tidak dicerna tersebut akan turun ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensal. Zat makanan tersebut akan difermentasi oleh bakteri tadi dan menghasilkan gas yang menimbulkan kembung.
Intoleransi laktosa juga dapat menimbulkan kembung karena laktosa dalam susu tidak dicerna akibat kurangnya enzim laktase (enzim untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa). Laktosa yang tidak tercerna akan turun ke usus besar dan difermentasi oleh bakteri penghuni usus besar dan menghasilkan gas. Kekurangan enzim laktase dapat terjadi karena belum matangnya perkembangan usus pada bayi (transient lactose intolerance).
Adanya pertumbuhan berlebih bakteri dalam usus halus (bacterial overgrowth) juga dapat menimbulkan kembung. Hal ini terjadi pada keadaan yang membuat sistem kekebalan usus berkurang seperti gizi kurang, gangguan peristaltik usus, kurangnya produksi asam lambung akibat pemakaian obat jangka panjang, dan sembelit.
Pemakaian antibiotik jangka panjang juga dapat menyebabkan bacterial growth karena tumbuhnya tumbuh bakteri anaerob yang biasanya tidak mati karena jenis antibiotik itu. Keadaan ini dapat diobati dengan pemberian probiotik (bakteri “baik”) yang dapat mengimbangi pertumbuhan bakteri “jahat” pada bacterial overgrowth. Kembung pada bacterial overgrowth lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar, kadang disertai diare dan mulut berbau.
Meski biasanya bukan merupakan suatu kegawatan, orangtua harus mengetahui dan mewaspasdai kembung yang mungkin terjadi lebih serius. Bila kembung disertai muntah berwarna hijau, buang air besar berdarah dan lendir, sakit perut, demam tinggi, atau tidak bisa buang air besar dan kentut, segera periksakan anak ke dokter.
Penulis : Dr. Muzal Kadim, Sp.A(K)
Artikel ini pernah dimuat di kolom Apa Kata Dokter, Kompas, Minggu, 22 Januari 2017.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.