
Mengapa anak saya sakit jantung?
28 Jan 2018

Author: Tim PrimaKu / dr. Lucyana A. Santoso
18 Des 2025
Topik: Sufor, Banjir, Bencana Alam, Tumbuh Kembang
Kementerian Kesehatan RI menegaskan bahwa pemberian susu formula untuk anak korban bencana banjir di Sumatera tidak direkomendasikan, kecuali dalam kondisi gawat darurat. Pernyataan ini disampaikan Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga, Lovely Daisy, pada 5 Desember 2025. Menurutnya, ASI eksklusif tetap menjadi pilihan paling aman, terutama di situasi darurat ketika akses air bersih dan fasilitas sanitasi sangat terbatas.
Kebijakan serupa juga diterapkan di Aceh. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kabupaten/kota untuk tidak memberikan susu formula kepada anak korban bencana, kecuali atas penilaian medis.
Berikut penjelasan berbasis bukti medis mengapa langkah ini diambil demi melindungi keselamatan bayi.
1. Air Bersih Sulit Didapat, padahal Formula Harus Dilarutkan dengan Air¹
WHO menegaskan bahwa susu formula harus disiapkan menggunakan air yang aman, bersuhu minimal 70°C, dan tidak boleh terkontaminasi¹. Namun saat banjir, air sering tercemar bakteri, virus, parasit, limbah, hingga kotoran. Penggunaan air yang tidak steril dapat menyebabkan diare akut, muntah, infeksi saluran cerna. Pada bayi, kondisi ini dapat memburuk menjadi dehidrasi berat dalam hitungan jam.
2. Peralatan Tidak Bisa Disterilkan Secara Konsisten²
Botol, dot, dan sendok takar harus dicuci dengan air panas dan disterilkan sebelum digunakan. WHO menyebut bahwa peralatan yang tidak disterilkan dapat menjadi sumber bakteri seperti E. coli, Salmonella, dan Cronobacter².
Di lokasi pengungsian, proses ini sulit dilakukan karena pasokan air panas terbatas, tidak ada tempat untuk merebus alat, dan kondisi lingkungan sangat lembap dan padat. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko kontaminasi silang terhadap bayi.
3. Formula Rentan Salah Takaran dan Berisiko secara Nutrisi³
Penelitian UNICEF menunjukkan bahwa dalam kondisi darurat, penggunaan susu formula sering tidak ditakar dengan benar, dilarutkan terlalu encer (berisiko malnutrisi), dan dilarutkan terlalu pekat (membebani ginjal bayi)³. Selain itu, formula yang sudah diseduh tidak boleh disimpan lebih dari 2 jam di suhu ruang, ini tentu saja merupakan suatu hal yang sulit diterapkan di ruang pengungsian.
4. Lingkungan Bencana Meningkatkan Risiko Penyakit pada Bayi yang Minum Formula⁴
Dalam Infant Feeding in Emergencies (IFE) Guidance, bayi yang minum formula di situasi krisis mengalami risiko 2× lebih tinggi mengalami diare, lebih rentan terhadap infeksi pernapasan, dan lebih sering membutuhkan layanan kesehatan⁴. Sementara itu, ASI mengandung antibodi (IgA) yang melapisi saluran pencernaan bayi dan melindungi dari penyakit yang umumnya meningkat setelah banjir.
5. ASI adalah Makanan Paling Aman untuk Bayi dalam Situasi Darurat⁵
WHO & UNICEF konsisten merekomendasikan pemberian
Dikarenakan ASI Selalu steril, tidak membutuhkan air, tidak membutuhkan alat, mengandung antibodi dan faktor imun, dan lebih mudah dicerna. Dalam kondisi pascakrisis, ini menjadi keunggulan yang sangat penting.
6. Formula Tetap Bisa Diberikan dalam Kondisi Khusus (Bukan Larangan Total)
Pernyataan Kemenkes tidak bertujuan melarang secara mutlak, tetapi mengatur agar pemberian hanya dilakukan ketika benar-benar dibutuhkan, yaitu untuk bayi yatim, ibu tidak dapat menyusui karena kondisi medis tertentu, hingga karena rekomendasi dokter atau tenaga kesehatan.
Sebagai bentuk perlindungan tambahan, Lovely Daisy menegaskan bahwa penggunaan susu formula hanya dapat diberikan di bawah pemantauan Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk memastikan keamanannya. Di saat yang sama, pemerintah terus berupaya menjaga pemenuhan gizi anak di wilayah terdampak bencana. Kemenkes telah mengirim ahli gizi, memastikan dapur umum menyediakan makanan khusus balita, serta mendistribusikan makanan tambahan bagi balita dan ibu hamil sejak 28 November 2025.
Rangkaian langkah ini dilakukan agar kebutuhan nutrisi anak tetap terpenuhi tanpa menambah risiko kesehatan di tengah situasi darurat.
Pada akhirnya, kebijakan tidak merekomendasikan susu formula saat banjir bukanlah larangan semata, tetapi langkah perlindungan berbasis bukti ilmiah. Risiko infeksi tinggi, sulitnya memenuhi standar keamanan penyajian formula, dan kerentanan bayi terhadap komplikasi membuat ASI menjadi pilihan paling aman dan protektif dalam kondisi krisis. Formula tetap dapat diberikan bila memang diperlukan, namun harus melalui evaluasi dan pengawasan tenaga kesehatan.
Semoga keadaan di wilayah terdampak segera membaik, bantuan semakin lancar dan merata, serta setiap anak dapat kembali memperoleh lingkungan yang aman dan sehat.
Referensi
¹ WHO. How to Prepare Formula Safely, 2022.
² WHO & FAO. Hygiene and Sterilization for Infant Feeding, 2020.
³ UNICEF. Infant Feeding in Emergencies Operational Guidance, 2017.
⁴ IFE Core Group. Infant and Young Child Feeding in Emergencies Guidelines, 2010.
⁵ WHO & UNICEF. Breastfeeding in Emergencies Guidance, 2020.
