Meta PixelPotensi Bahaya Zat Aditif Makanan terhadap Kesehatan Anak<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Potensi Bahaya Zat Aditif Makanan terhadap Kesehatan Anak

Author: dr. Afiah Salsabila

15 Jun 2025

Topik: Pewarna Makanan, Zat Pengawet, Aditif Makanan, Bahan Tambahan Makanan

Zat Aditif, atau Bahan tambahan makanan (BTM) adalah senyawa yang ditambahkan secara sengaja ke dalam makanan untuk mempertahankan mutu, mencegah kerusakan mikrobiologis, serta meningkatkan rasa, warna, dan daya simpan produk. Namun, sejumlah BTM terbukti memiliki potensi risiko terhadap kesehatan, terutama pada anak-anak yang memiliki sistem metabolisme belum matang, kapasitas detoksifikasi rendah, serta konsumsi makanan per kilogram berat badan lebih tinggi dibandingkan orang dewasa (1).


Bahan Pengawet: Nitrat dan Nitrit

Nitrat dan nitrit digunakan secara luas dalam daging olahan, ikan, produk susu, dan makanan ringan sebagai agen antimikroba. Nitrit dalam tubuh dapat bereaksi dengan amina sekunder membentuk N-nitroso yang bersifat karsinogenik, serta mengganggu homeostasis hormon tiroid melalui gangguan pada transporter natrium-iodida (2). Pada bayi, nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia, yaitu gangguan pada kemampuan hemoglobin dalam mengikat oksigen. (1)

European Food Safety Authority (EFSA) telah menetapkan batas asupan harian yang dapat diterima, atau Acceptable Daily Intake (ADI) untuk nitrat sebesar 3,7 mg/kg berat badan (BB)/hari dan untuk nitrit sebesar 0,07 mg/kg BB/hari. Namun, studi menunjukkan bahwa paparan kronis pada anak-anak dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal, tumor otak, hipotiroidisme, dan kelahiran prematur. (3)


Pewarna Makanan Sintetik

Pewarna makanan sintetis seperti tartrazine (E102), quinoline yellow (E104), sunset yellow (E110), ponceau 4R (E124), dan allura red (E129) termasuk dalam golongan zat azo yang sering ditemukan dalam makanan dan minuman anak-anak. Tartrazine diketahui menyebabkan stres oksidatif dan gangguan fungsi kognitif pada hewan percobaan, serta dapat mengikat DNA dan protein plasma. Quinoline yellow dan sunset yellow menunjukkan aktivitas xenoestrogenik dan inhibitor enzim kolinesterase, serta dapat menyebabkan perubahan pada DNA sel (1)

EFSA menetapkan ADI untuk tartrazine sebesar 7,5 mg/kg BB/hari, quinoline yellow 0,5 mg/kg BB/hari, sunset yellow 1,0 mg/kg BB/hari, dan ponceau 4R 0,7 mg/kg BB/hari. (2) Meski paparan pada populasi umum umumnya masih dalam batas aman, pada anak-anak dengan polimorfisme gen pemecah histamin, pewarna ini dapat memicu reaksi hipersensitivitas seperti urtikaria, bronkospasme, serta gangguan perilaku seperti hiperaktivitas dan attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). (1,2)


Kategori Lain: Pemanis, Penambah Rasa, dan Kontaminan dari Kemasan

Aspartam adalah pemanis buatan yang sering digunakan dalam produk bebas gula, suplemen, dan obat anak. Pada anak dengan fenilketonuria, aspartam menyebabkan akumulasi fenilalanin yang bersifat neurotoksik. Efek lainnya termasuk gangguan perkembangan neurologis, peningkatan kejadian sakit kepala, serta gangguan mood. (1) EFSA menetapkan ADI aspartam sebesar 40 mg/kg BB/hari. (4)

Kontaminan bahan kemasan seperti bisfenol A (BPA), ftalat, dan senyawa perfluoroalkil (PFCs) juga menjadi perhatian utama. BPA bersifat sebagai disrupsi endokrin yang dapat mengganggu fungsi hormon estrogen, mempengaruhi perkembangan sistem reproduksi dan metabolisme anak, serta meningkatkan risiko sindrom ovarium polikistik dan obesitas. Meskipun FDA telah melarang penggunaannya dalam botol bayi sejak 2012, BPA tetap dapat ditemukan dalam produk kemasan lainnya. (2)

Ftalat, seperti DEHP dan DBP, adalah bahan plastisizer yang dapat mengganggu sistem hormon androgen, mempengaruhi perkembangan organ reproduksi laki-laki, dan dikaitkan dengan resistensi insulin, obesitas masa anak-anak, serta kelahiran prematur. Metabolit ftalat seperti monoethylhexyl phthalate (MEHP) juga dapat mempengaruhi ekspresi reseptor PPAR, yang berperan dalam metabolisme lipid dan karbohidrat (2).


Kesimpulan

Bahan tambahan makanan, baik langsung maupun tidak langsung, memiliki potensi menyebabkan efek toksik melalui berbagai mekanisme, seperti disrupsi endokrin, genotoksisitas, dan neurotoksisitas. Meskipun penggunaan aditif dibatasi berdasarkan nilai ADI oleh badan regulasi, anak-anak tetap menjadi kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan ekstra. Evaluasi ulang, pembatasan ketat, dan edukasi publik merupakan langkah strategis untuk meminimalkan risiko kesehatan jangka panjang akibat paparan bahan tambahan makanan.


Daftar Pustaka

  1. Savin M, Vrkatić A, Dedić D, et al. Additives in Children’s Nutrition—A Review of Current Events. Int J Environ Res Public Health. 2022;19(13452). doi:10.3390/ijerph192013452.
  2. Amchova P, Kotolova H, Ruda-Kucerova J. Health safety issues of synthetic food colorants. Regul Toxicol Pharmacol. 2015;1–9. doi:10.1016/j.yrtph.2015.09.026.
  3. Cortesi, ML., Vollano, L, Peruzy, MF, Marrone, R, & Mercogliano, R. Determination of nitrate and nitrite levels in infant foods marketed in Southern Italy. CyTA - Journal of Food. 2015; 13(4), 629–34. Available from: https://doi.org/10.1080/19476337.2015.1035337
  4. WHO. Aspartame hazard and risk assessment results released.2023. Available from: https://www.who.int/news/item/14-07-2023-aspartame-hazard-and-risk-assessment-results-released