primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

"Dok Anak Saya Suka Ngorok": Kenali Tanda-Tanda Obstructive Sleep Apnea pada Anak!

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: obstructive sleep apnea, obstructive, Tidur Mangap, Kualitas Tidur, Gangguan tidur

Kualitas tidur adalah faktor penting yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kurangnya tidur berhubungan erat dengan berbagai masalah kesehatan seperti penurunan fungsi kognitif, gangguan perilaku, gangguan metabolisme, dan banyak lagi. Salah satu gangguan tidur yang kerap ditemui pada anak adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah kondisi di mana terdapat obstruksi saluran napas. Obstruksi yang terjadi menghalangi udara untuk masuk sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen dan terbangunnya anak dari tidur di tengah malam.

Empat penyebab OSA terbanyak adalah obesitas, hiperplasia limfoid, abnormalitas kraniofasial, dan disfungsi neuromuskular. Keempat kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko untuk kompresi pada jalan napas atas. Pada obesitas, deposit lemak yang mengitari saluran napas atas meningkatkan tekanan ekstrinsik dan menyebabkan saluran napas untuk kolaps. Hiperplasia limfoid menyebabkan tonsil dan adenoid untuk membesar sehingga jalan napas semakin sempit. Disfungsi neuromuskular menurunkan patensi jalan napas, khususnya ketika otot-otot sekitar jalan napas relaksasi ketika anak dalam keadaan tidur. Penyebab penyempitan jalan napas lainnya adalah kelainan anatomis seperti micrognathia, macroglossia, bibir sumbing, yang dapat membuat ukuran orofaring posterior lebih kecil dari keadaan normal. Faktor risiko lainnya meliputi prematuritas, Down syndrome, dan ras keturunan Afrika-Amerika. OSA bisa memburuk jika pasien terpapar dengan asap rokok.

Biasanya anak dengan OSA datang dengan keluhan mengorok, bernapas dengan mulut, tampak berhenti bernapas ketika tidur, sering terbangun ketika tidur di malam hari, dan mengompol pada malam hari. Karena kualitas tidur yang tidak adekuat, anak dengan OSA juga cenderung memiliki gangguan perilaku seperti rewel, hiperaktif, dan bahkan agresif. Pada pemeriksaan fisik, beberapa anak dengan OSA biasanya tampak lelah. Penemuan lain yang bisa dilihat pada anak dengan OSA meliputi lingkaran hitam sekitar mata seperti “allergic shiners”, mukosa nasal yang bengkak, micrognathia, macroglossia, high arched palate, facies adenoid, atau hipertrofi tonsil. Terkadang, anak juga berbicara dengan suara sengau dan kongesti nasal. Selain itu, anak dengan OSA perlu diskrining untuk obesitas, karena obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab OSA. Obesitas dinilai dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) pada tiap kontrol. Menurut penelitian, untuk tiap 1 kg/m2 peningkatan IMT di atas persentil ke-50, terdapat 12% peningkatan risiko untuk OSA. Selain IMT, skrining untuk abnormalitas kraniofasial dan penyakit sindrom, serta penggalian riwayat persalinan juga perlu dilakukan

Pemeriksaan diagnosis gold-standard untuk OSA adalah polisomnografi (PSG) nokturnal. Pada PSG, parameter-parameter kualitas dan kuantitas tidur diukur. Hal ini dilakukan dengan pengukuran aktivitas otak, detak jantung, pergerakan udara pada hidung dan mulut, kadar oksigen dalam darah, pergerakan anggota gerak, pergerakan mata, dan adanya mengorok. Data yang terkumpul dipakai untuk menghitung awitan tidur, efisiensi tidur, dan durasi tiap tahap tidur. Dari semua parameter tersebut, yang terpenting adalah apnea/hypopnea index (AHI) yaitu rerata jumlah episode apnea dan hypopnea per jam ketika tidur. AHI menilai derajat keparahan OSA. Nilai AHI 1 hingga 4.9 episode/ jam didefinisikan sebagai OSA derajat ringan, 5 hingga 9.9 episode/jam menandakan OSA sedang, sedangkan AHI > 9 menandakan OSA berat. Perlu dicatat bahwa PSG adalah pemeriksaan penunjang yang mahal dan memakan waktu, sehingga terkadang sulit untuk dilakukan pada daerah dengan sumber daya yang terbatas. Pada situasi demikian, oximetry ketika tidur bisa dilakukan. Walaupun demikian, oximetry tidak bisa menggantikan PSG dalam mendiagnosis OSA.

Pada anak dengan OSA ringan-sedang, observasi bisa dilakukan terdahulu selama 6 bulan. Hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab bisa dilakukan, misalkan jika obesitas diupayakan untuk menurunkan berat badan, jika memiliki rhinitis alergi bisa diberi tatalaksana dan edukasi yang sesuai, dan sebagainya. Jika anak tidak memiliki obesitas dan memiliki hipertrofi adenoid dan tonsil, serta memiliki AHI lebih dari 9 episode per jam, adenotonsilektomi bisa dikerjakan. Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan terapi lini pertama pada dewasa, namun pemakaiannya kurang direkomendasikan pada anak. CPAP hanya menjadi pilihan jika ada kontraindikasi untuk pembedahan atau memiliki OSA berat dan sedang menunggu untuk adenotonsilektomi. Perlu diperhatikan bahwa CPAP berpotensi untuk mengubah struktur wajah.

OSA adalah masalah kesehatan yang perlu ditangani pada anak karena kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang. Jika tidak ditangani dengan adekuat, OSA dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai dokter, penting untuk bisa mengenali, memberi tatalaksana, atau konsul ke spesialis terkait pada pasien anak dengan OSA.



Referensi:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557610/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9685105/


familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: