Apakah Indeks Massa Tubuh Indikator Obesitas yang Valid bagi Anak dan Remaja?
Oleh: Editorial Primaku
Topik: BMI, Obesitas
Obesitas adalah salah satu masalah kesehatan yang berkembang dengan pesat di anak dan remaja. Dalam 40 tahun terakhir, angka obesitas telah meningkat sebanyak 10 kali lipat dari sebelumnya. Untuk bisa mengidentifikasi kasus obesitas dengan akurat, diperlukan cara skrining yang akurat. Body Mass Index (BMI) adalah pengukuran yang paling sering dilakukan untuk skrining obesitas. Walaupun demikian, BMI dikembangkan menggunakan data dari orang dewasa. Maka dari itu, apakah pengukuran BMI valid untuk dijadikan indeks klasifikasi obesitas pada anak dan remaja?
Indeks Massa Tubuh adalah indikator fisik yang dibuat oleh seorang ilmuwan bernama Adolphe Quetelet. Berdasarkan studi potong lintang yang ia lakukan, ditemukan bahwa pertambahan berat badan seorang manusia dewasa proporsional dengan kuadrat dari tinggi badannya. Studi-studi berikutnya menemukan asosiasi BMI dengan penyakit kardiovaskular dan adipositas. Indikator ini pun dipakai sebagai alat skrining untuk obesitas. Namun, BMI memiliki kelemahan yaitu tidak membedakan pertambahan berat badan akibat lemak dan otot. Maka, jika dipakai untuk anak dan remaja di mana pertambahan massa otot berkontribusi lebih besar pada pertambahan berat badan dibandingkan pada orang dewasa, angkanya tidak dengan akurat merepresentasikan tingkat adipositas. Untuk mengatasi masalah ini, interpretasi BMI bisa dilakukan dengan melihat z-score pada individu di bawah 18 tahun. Namun, hal ini tetap tidak mempertimbangkan perubahan proporsi tubuh distribusi lemak anak, sehingga masih berpotensi untuk salah mengklasifikasi anak yang tidak obesitas menjadi obesitas. Karena hal tersebut, diperlukan cara atau indeks lain untuk secara akurat mendiagnosis obesitas pada anak.
Bagi anak, adipositas bisa lebih baik diukur dengan metode-metode lainnya seperti Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA) dianjurkan sebagai pemeriksaan baku emas untuk menentukan diagnosis obesitas. Namun, karena biayanya yang tinggi, sulit dilakukan, dan tidak tersedia secara luas, maka tidak dipakai dalam pemeriksaan rutin. Metrik yang lebih mudah untuk diperoleh adalah rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul dan pengukuran lingkar pinggang (Waist-to-Hip ratio, WtHr) . Pada tinjauan sistematis yang ditulis oleh Martin-Calvo et al., dua dari lima studi menemukan bahwa WtHr lebih baik dalam mengukur adipositas (dikur dengan DEXA) dibandingkan dengan BMI.
Selain metode yang telah dijelaskan, ada sebuah metrik fisik yang juga dipakai, yaitu Triponderal Mass Index (TMI). Seperti BMI, TMI juga tidak membedakan pertambahan berat badan akibat otot dan lemak. Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa TMI memiliki korelasi yang lebih kuat dengan adipositas dibandingkan dengan BMI, sehingga berpotensi untuk lebih valid. Pada TMI, indeks yang dihasilkan diperoleh dengan membagi berat badan kg) dengan kubik dari tinggi badan (meter). Indeks tersebut dibuat melalui observasi bahwa pertambahan berat badan anak umur 10-15 tahun proporsional dengan pangkat tiga dari tinggi badan dalam meter. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, TMI lebih baik dari pengukuran z-score BMI karena hal-hal berikut: (1) memiliki angka kesalahan klasifikasi yang lebih rendah, memiliki hubungan yang lebih kuat dalam memprediksikan kadar lemak, khususnya pada anak laki-laki, dan angkanya relatif konstan pada remaja dibandingkan dengan BMI. Namun, jika dibandingkan dengan pengukuran TMI, persentil BMI yang terbaru sama baiknya dalam mendiagnosis obesitas. Selain itu, TMI tampaknya juga memiliki korelasi yang lebih kuat dengan WtHr dibandingkan dengan BMI. Walaupun demikian, BMI masih lebih unggul dalam memprediksi tekanan darah tinggi ketika dewasa dibandingkan dengan TMI.
Meskipun bukan penilaian komposisi tubuh yang sempurna, BMI adalah metode yang mudah dan umum diketahui sehingga masih merupakan metrik yang penting untuk skrining obesitas. Namun, data BMI perlu disuplementasi dengan pengukuran lingkar pinggang dan panggul untuk mengukur WtHr untuk memastikan bahwa kelebihan berat badan benar berasal dari lemak. Penggunaan TMI juga perlu dipertimbangkan untuk dipakai karena korelasinya terhadap adipositas yang lebih tinggi menurut beberapa studi. meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa studi-studi tersebut masih heterogen dan belum banyak studi epidemiologi yang menilai validitas TMI, sehingga belum ada cutoff yang standar untuk menentukan obesitas dengan TMI, tidak seperti BMI yang cutoff-nya sudah terstandarisasi oleh CDC dan WHO. Kesimpulannya, BMi adalah indikator yang penting untuk diagnosis obesitas, tetapi masih perlu ditunjang dengan metode diagnosis lain supaya penentuan obesitas bisa lebih akurat.
Referensi:
Martin-Calvo N, Moreno-Galarraga L, Martinez-Gonzalez MA. Association between Body Mass Index, Waist-to-Height Ratio and Adiposity in Children: A Systematic Review and Meta-Analysis. Nutrients. 2016; 8(8):512. https://doi.org/10.3390/nu8080512
Garabed Eknoyan, Adolphe Quetelet (1796–1874)—the average man and indices of obesity, Nephrology Dialysis Transplantation, Volume 23, Issue 1, January 2008, Pages 47–51, https://doi.org/10.1093/ndt/gfm517https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8814642/
Peterson CM, Su H, Thomas DM, Heo M, Golnabi AH, Pietrobelli A, Heymsfield SB. Tri-Ponderal Mass Index vs Body Mass Index in Estimating Body Fat During Adolescence. JAMA Pediatr. 2017 Jul 1;171(7):629-636. doi: 10.1001/jamapediatrics.2017.0460. PMID: 28505241; PMCID: PMC5710345.
Sun J, Yang R, Zhao M, Bovet P, Xi B. Tri-Ponderal Mass Index as a Screening Tool for Identifying Body Fat and Cardiovascular Risk Factors in Children and Adolescents: A Systematic Review. Front Endocrinol (Lausanne). 2021 Oct 21;12:694681. doi: 10.3389/fendo.2021.694681. PMID: 34744995; PMCID: PMC8566753.