Meta PixelApakah Protein ini Bisa Menjadi Biomarker Necrotizing Enterocolitis pada Bayi Prematur?<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Apakah Protein ini Bisa Menjadi Biomarker Necrotizing Enterocolitis pada Bayi Prematur?

Author: dr. Afiah Salsabila

17 Mei 2025

Topik: NEC, Diagnosis, Biomarker, Neonatus, Prematur, Bayi Prematur

Necrotizing enterocolitis (NEC) merupakan kondisi inflamasi usus yang sangat serius dan kerap terjadi pada neonatus prematur atau dengan berat lahir rendah (BBLR). Angka kejadian NEC pada bayi prematur berkisar antara 5 hingga 7%, namun bisa melonjak hingga 30–50% pada bayi dengan BBLR , menjadikan penyakit ini sebagai salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada kelompok tersebut. [1]


Tantangan terbesar dalam menghadapi NEC terletak pada usaha untuk melakukan diagnosis dini. Gejala klinis awal NEC seperti distensi abdomen dan intoleransi makanan tidak spesifik dan sering tumpang tindih dengan kondisi lain. Sementara itu, metode diagnostik utama yang dipakai secara luas saat ini, yakni klasifikasi Bell yang dimodifikasi, masih bergantung pada temuan klinis dan radiologis yang baru muncul ketika penyakit sudah memasuki tahap lanjut. Oleh sebab itu, banyak peneliti berupaya menemukan biomarker yang dapat mengidentifikasi NEC pada tahap sedini mungkin. Salah satu zat dalam tubuh yang menonjol sebagai kandidat biomarker NEC dalam satu dekade terakhir adalah intestinal fatty acid-binding protein (I-FABP). [1]


I-FABP merupakan protein pengikat asam lemak yang terdapat secara spesifik di sel epitel mukosa usus halus. Ketika terjadi cedera pada mukosa usus, seperti pada kondisi iskemia atau inflamasi, I-FABP dilepaskan ke dalam sirkulasi dan terdeteksi dalam darah maupun urin. Tingginya spesifisitas jaringan dan peningkatan kadar I-FABP secara cepat pasca-kerusakan mukosa menjadikannya kandidat ideal untuk biomarker NEC. [1]


Meta-analisis komprehensif yang dilakukan oleh Ren dkk. [1] mengevaluasi 15 studi yang menguji akurasi diagnostik I-FABP pada neonatus prematur dengan NEC. Penelitian ini mengikutsertakan 757 bayi dengan NEC dan 883 bayi tanpa NEC. Studi ini mengumpulkan data terkait serum, plasma, dan urin subyek penelitian.  Hasil analisis menunjukkan bahwa I-FABP memiliki sensitivitas gabungan sebesar 0,78 (CI 95%: 0,70–0,85) dan spesifisitas 0,85 (CI 95%: 0,78–0,90), serta nilai area under the curve (AUC) sebesar 0,89, menandakan tingkat akurasi diagnostik yang sangat baik. Selain itu, diagnostic odds ratio (DOR) yang dicapai adalah 20,33 (CI 95%: 10,90–37,90), yang mengindikasikan kekuatan diskriminatif yang tinggi. [1]


Temuan ini memperkuat hipotesis bahwa I-FABP dapat digunakan sebagai indikator biologis untuk deteksi NEC secara dini. Bahkan, penelitian-penelitian yang disertakan dalam meta-analisis ini menunjukkan bahwa kadar I-FABP meningkat secara bermakna sebelum gejala klinis NEC menjadi jelas. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa kadar I-FABP dalam urin meningkat sejalan dengan tingkat keparahan NEC, serta memiliki korelasi kuat dengan kadar serum, menjadikannya alternatif non-invasif yang potensial. [1]


Salah satu kelebihan dari studi ini adalah analisis subkelompok berdasarkan sumber sampel, metode deteksi, dan nilai ambang kritis. Hasil menunjukkan bahwa urin sebagai sumber sampel I-FABP memiliki spesifisitas lebih tinggi dibandingkan serum atau plasma. Meskipun terdapat variasi metode dan nilai cutoff, hasil tetap menunjukkan konsistensi dalam kemampuan I-FABP untuk membedakan NEC dari kondisi lain.[1]


Namun, studi ini juga memiliki keterbatasan yang perlu dikaji kembali. Tingkat heterogenitas antar studi cukup tinggi, dengan I² untuk sensitivitas sebesar 87,27% dan untuk spesifisitas sebesar 87,88%. Sumber utama heterogenitas kemungkinan berasal dari perbedaan metode deteksi, variasi nilai ambang diagnostik, serta perbedaan populasi dan waktu pengambilan sampel. Selain itu, meskipun tidak ditemukan bias publikasi secara signifikan (uji Deeks menunjukkan p = 0,9), tetap ada kemungkinan adanya bias seleksi dan bias interpretasi data antar studi [1]


Walaupun hasil meta-analisis ini sangat mendukung peran I-FABP sebagai biomarker NEC, masih dibutuhkan studi lanjutan dengan desain prospektif multicenter yang menggunakan metodologi terstandar. Khususnya, validasi nilai ambang cutoff dan waktu optimal pengambilan sampel sangat penting untuk meningkatkan aplikabilitas klinis biomarker ini [1]


Dalam konteks praktik klinik, potensi penggunaan I-FABP sangat besar, terutama jika digunakan sebagai alat skrining dini pada bayi prematur yang berisiko tinggi mengalami NEC. Pendekatan non-invasif melalui urin juga memungkinkan pemantauan serial tanpa menimbulkan stres atau risiko tambahan pada neonatus. Kombinasi antara I-FABP dengan parameter klinis dan radiologis mungkin menjadi langkah berikutnya dalam mengembangkan algoritma diagnosis NEC yang lebih akurat dan efisien.[1]


Secara keseluruhan, temuan dalam meta-analisis ini menunjukkan bahwa I-FABP dapat menjadi alat kunci dalam strategi diagnosis dini NEC. Dengan akurasi tinggi dan sifat biologisnya yang mencerminkan kerusakan mukosa secara langsung, I-FABP dapat menjembatani kesenjangan antara munculnya kerusakan jaringan dan penegakan diagnosis. Namun, perjalanan menuju implementasi klinis yang luas masih memerlukan bukti tambahan melalui studi lanjutan yang lebih besar dan terstandar.


Referensi

 1. Ren L, Hei M, Wu H, Guo D, Liu S, Zhang Q, Jiang M. The value of intestinal fatty acid binding protein as a biomarker for the diagnosis of necrotizing enterocolitis in preterm infants: a meta-analysis. BMC Pediatr. 2025;25:338. doi:10.1186/s12887-025-05687-5.