Guideline: Down Syndrome
Oleh: Editorial Primaku
Topik: Down Syndrome
Sindrom Down (SD), atau trisomi 21, adalah kelainan kromosom autosom yang menyebabkan adanya tiga salinan kromosom 21. Akibatnya, secara total terdapat 47 kromosom bukan 46 seperti pada orang tanpa SD. Insidensi SD diperkirakan ada pada rentang 1 kasus per 319 kelahiran hidup hingga 1 kasus per 1000 kelahiran hidup. SD dapat dibedakan menjadi trisomi 21 reguler/standar, translokasi, dan mosaic. SD tidak mengenal batasan etnis, geografis, maupun status sosial ekonomi.
Manifestasi klinis penderita SD cukup khas dan dapat dideteksi sejak bayi. Ciri fenotipik meliputi penampilan dismorfik pada wajah seperti dahi dan hidung yang tampak lebih datar, lidah tampak lebih besar dan menjulur akibat mulut yang berukuran kecil dan tonus otot lidah yang berkurang, dan adanya epicanthic fold. Anak dengan SD juga cenderung memiliki volume otak yang lebih kecil, menyebabkan berbagai gangguan neurokognitif dan motorik seperti epilepsi, hipotonia, serta gangguan belajar. Komplikasi medis tersering adalah penyakit jantung bawaan, infeksi saluran napas, kelainan gastrointestinal, dan leukemia.
Diagnosis ditegakkan sejak prenatal maupun postnatal. Pemeriksaan diagnostik SD pada janin dilakukan dengan ultrasonografi pada usia gestasi 14-24 minggu. Marker DS pada ultrasonografi prenatal meliputi penebalan nuchal fold, tulang hidung yang kecil atau tidak tampak sama sekali, dan ventrikel yang besar. Setelah lahir, diagnosis pasti dilakukan dengan analisis kromosom baik secara sitogenetik dari limfosit darah tepi maupun sekuensing DNA. Pemeriksaan FISH juga memungkinkan untuk deteksi cepat adanya ekstra kromosom 21.
Tidak ada terapi kausal bagi SD. Penatalaksanaan bersifat simptomatis dan suportif dengan penekanan pada penyaringan dan intervensi dini komplikasi yang dapat terjadi. Terapi okupasional dan perilaku juga dibutuhkan untuk memaksimalkan perkembangan motorik dan kognitif penyintas SD. Keterlibatan orang tua serta lingkungan sosial sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita SD. Dengan pemantauan rutin dan penanganan yang komprehensif, prognosis penderita SD dapat semakin baik.
Penelitian terus dilakukan untuk memahami lebih jauh etiologi SD dan potensi terapi baru di masa depan, seperti farmakologis maupun terapi gen, meski masih jauh dari terealisasi. Sementara itu upaya pencegahan juga perlu digalakkan melalui sosialisasi dan edukasi kesehatan reproduksi serta memberikan akses pemeriksaan prenatal yang lebih luas bagi ibu hamil risiko tinggi. Dengan pendekatan multidisiplin, diharapkan kualitas hidup penderita SD dapat semakin terus meningkat.
Referensi:
Akhtar F, Bokhari SRA. Down Syndrome. [Updated 2023 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526016/
Antonarakis SE, Skotko BG, Rafii MS, Strydom A, Pape SE, Bianchi DW, Sherman SL, Reeves RH. Down syndrome. Nat Rev Dis Primers. 2020 Feb 6;6(1):9. doi: 10.1038/s41572-019-0143-7. PMID: 32029743; PMCID: PMC8428796. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8428796/