![bkkbn](/img/header/big-bkkbn.png)
Hari Kusta Sedunia 2025: "Unite. Act. Eliminate"
Oleh: dr. Afiah Salsabila
![](https://s3.ap-southeast-3.amazonaws.com/assets.primaku.com/article_image/552418b51b9ab199296584eea77101fc5_1738206663916..png)
Topik: Kusta, Leprosy, WHO
Pendahuluan
Dengan tema "Unite. Act. Eliminate”, Hari Kusta Sedunia 2025 yang diperingati tanggal 26 Januari silam, mengajak para tenaga kesehatan, organisasi-organisasi non-profit, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang berperan dalam implementasi kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kolaborasi dalam upaya mengeliminasi kusta. Indonesia, sebagai salah satu dari tiga negara dengan kasus kusta terbanyak di dunia, memiliki kewajiban yang mendesak untuk mencapai target tersebut. (1) Berikut adalah penjelasan singkat mengenai epidemiologi kusta, dampak kusta pada kesejahteraan masyarakat, serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah kusta di Indonesia.
Kusta di Indonesia
Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI), Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus kusta tertinggi di dunia bersama dengan India dan Brasil. (2) Studi retrospektif yang dilakukan di 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia antara tahun 2018 hingga 2020 menunjukkan bahwa 4,7% kasus kusta yang ditemukan terjadi pada anak-anak, sebuah indikator bahwa transmisi aktif masih berlangsung di Indonesia. (3)
Pengobatan dan Pencegahan
Diagnosis dini, kepatuhan minum obat, dan promosi pola hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah komponen-komponen penting dalam upaya untuk mencegah transmisi kusta.
Untuk mencegah persebaran kusta, kasus-kasus kusta perlu dicari secara aktif dan segera diberi intervensi. Diagnosis kusta diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian dikonfirmasi melalui pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Gejala awal kusta meliputi lesi kulit yang hipopigmentasi atau mati rasa, serta penurunan fungsi saraf tepi. Pemeriksaan penunjang yang kerap dilakukan adalah pemeriksaan bakteriologis menggunakan spesimen yang diambil langsung dari lesi kusta. (1,4)
Terapi multidrug (MDT) adalah standar pengobatan kusta yang direkomendasikan oleh WHO. MDT mengombinasikan rifampisin, dapsone, dan klofazimin. Pengobatan berlangsung selama 6-18 bulan, tergantung tipe kusta yang dimiliki. Selain memastikan pasien menerima pengobatan yang adekuat, edukasi mengenai pentingnya pola hidup bersih dan sehat sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Perawatan diri sehari-hari, seperti inspeksi tangan dan kaki, melindungi kulit dari luka, serta menjaga kebersihan tubuh, dapat membantu mencegah disabilitas yang lebih parah. (2,4)
Edukasi memiliki peran yang tak kalah penting dalam upaya eliminasi kusta. Stigma sosial terhadap pasien kusta merupakan hambatan utama dalam pengobatan dan eliminasi penyakit ini. Banyak pasien yang enggan mencari bantuan medis karena takut akan diskriminasi. Karena hal ini, kampanye edukasi mengenai kusta perlu terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan. (2,4)
Kesimpulan
Kusta masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat di Indonesia karena masih belum berhasil untuk dieliminasi. Hari Kusta Sedunia 2025 mengingatkan kita semua untuk bersatu, bertindak, dan bekerja sama dalam mencapai eliminasi kusta. Melalui diagnosis dini, pengobatan yang tepat, serta pengurangan stigma, kita dapat memberikan harapan baru bagi pasien dan mendukung pengembangan sumber daya manusia yang lebih baik. Kolaborasi semua pihak, termasuk tenaga kesehatan, pemangku kebijakan, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.
Referensi
- WHO. World Leprosy Day. 2025. Available from: https://www.who.int/news-room/events/detail/2025/01/26/default-calendar/world-leprosy-day-2025#:~:text=World%20Leprosy%20Day%20is%20observed,Day%20is%20on%2026%20January.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kusta. 2020
- Lubis, R. S., Anum, Q., Argentina, F., Menaldi, S. L., Gunawan, H., Yuniati, R., Mulianto, N. R., Siswati, A. S., Widasmara, D., Rusyati, L. M. M., Mamuaja, E. H., Muchtar, V., Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Agusni, R. I., Bagus Haryo Kusumaputra, Medhi Denisa Alinda, & Listiawan, M. Y. (2022). Epidemiology of Leprosy in Indonesia: a Retrospective Study. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 34(1), 29–35. https://doi.org/10.20473/bikk.V34.1.2022.29-35
- Oliveira MB, Diniz LM. Leprosy among children under 15 years of age: literature review. An Bras Dermatol. 2016 Apr;91(2):196-203. doi: 10.1590/abd1806-4841.20163661. PMID: 27192519; PMCID: PMC4861567.
![family](/img/family.png)
![family](/img/articles/illustration.png)