Homeostasis Besi pada Bayi Prematur
Author:
Topik: Neonatus 0-1 Bulan
Homeostasis Besi pada Bayi Prematur
Ockvianasari W, Iskandar ATP
Abstrak: Keberadaan mikronutrien merupakan hal yang penting terutama pada awal kehidupan neonatus. Besi sebagai salah satu mikronutrien sangat berperan pada masa pertumbuhan dan diferensiasi sel. Homeostasis besi menjaga kesimbangan kadar besi yang dibutuhkan oleh neonatus. Kadar besi yang berlebihan juga berbahaya terutama pada bayi prematur karena dapat memicu stress oksidatif, sedangkan pada keadaan defisiensi besi yang berat dapat mengakibatkan gangguan perkembangan neurologis yang persisten hingga dewasa. Bayi prematur sangat rentan mengalami defisiensi besi, namun hal tersebut dapat dicegah. Pemahaman yang mendalam terhadap regulasi homeostasis besi akan sangat membantu dalam menentukan tatalaksana defisiensi besi pada bayi prematur.
Kata kunci: homeostasis besi, defisiensi besi, neonatus, prematur, pertumbuhan dan perkembangan
Defisiensi besi pada periode perinatal
Akresi besi pada fetus mayoritas terjadi saat kehamilan trimester ketiga. Besi ditransfer ke fetus secara aktif oleh transferrin melalui sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Defisiensi besi pada bayi baru lahir terjadi karena ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan besi fetus.1-3 Diabetes mellitus dan hipertensi berat yang menyebabkan intrauterine growth retardation (IUGR) merupakan faktor risiko tersering defisiensi besi pada perinatal dengan karakteristik utama hipoksia intrauterin kronik dan eritropoesis. Eritropoesis merupakan usaha fetus untuk memenuhi kebutuhan hemoglobin, setiap gram hemoglobin (Hb) membutuhkan 3.5 mg besi.4 Besi yang dibutuhkan oleh fetus untuk eritropoesis diambil dari cadangan besi dalam jaringan, sehingga kadar cadangan besi pada jaringan bayi baru lahir rendah (gambar 1). Bayi yang lahir prematur pada awal trimester ketiga maupun pada periode akresi besi saat kehamilan menjadi faktor risiko defisiensi besi pada periode perinatal.5
Defisiensi besi pada bayi prematur
Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu atau berat lahir kurang dari 2500 gram. Kebutuhan besi pada bayi prematur ditentukan oleh eritropoesis dan kecepatan peningkatan pertumbuhan.6 Bayi prematur mampu mempertahankan homeostasis besi dengan eritropoesis yang efektif hingga usia 2 bulan setelah lahir atau saat berat badannya dua kali lipat berat lahir. Konsentrasi Hb yang rendah yaitu 60-80 g/L pada bayi prematur usia 1-4 minggu disebut sebagai anemia prematuritas. Eritropoesis yang belum efektif pada awal kehidupan bayi prematur dapat memperberat anemia prematuritas.7,8 Serum ferritin pada bayi prematur usia satu bulan akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan eritropoesis. Defisiensi besi bayi prematur terjadi saat konsentrasi serum ferritin kurang dari 10 mg/L pada usia 3 sampai 6 bulan setelah lahir, dan usia 1 bulan pada bayi ekstrem prematur.8,9
Transfusi eritrosit
Bayi prematur sering mendapat transfusi eritrosit akibat flebotomi maupun untuk mempertahankan Hb.5 Serum ferritin bayi prematur yang sering mendapat transfusi meningkat empat kali lipat pada 1 bulan pertama.10,11 Kebutuhan akan suplementasi besi pada bayi prematur yang mendapat transfusi eritrosit tidak dianjurkan. Beberapa studi menunjukan adanya peningkatan malondialdehid yang merupakan salah satu petunjuk adanya stres oksidatif pada bayi prematur yang mendapat transfusi eritrosit, sehingga transfusi recombinant human erythropoietin (rhEpo) lebih sering digunakan dibanding transfusi eritrosit untuk mengatasi anemia pada bayi prematur.12,13,14
Transfusi recombinant human erythropoietin (rhEpo)
Pemberian transfusi rhEpo pada bayi dapat memicu eritropoesis. Tanpa suplementasi besi yang kontinu dapat menyebabkan berkurangnya cadangan besi pada bayi baru lahir yang mendapat transfusi rhEpo.15,16 The American Academy of Pediatric (AAP) merekomendasikan suplementasi besi 6 mg/kg/hari pada bayi prematur yang mendapat transfusi rhEpo.17 Pollak dkk menganggap dosis yang direkomendasikan oleh AAP masih belum mencukupi kebutuhan bayi prematur. Pollak dkk merekomendasikan suplementasi besi 11 mg/kg/hari untuk memenuhi kebutuhan eritropoesis yang dipicu oleh transfusi rhEpo dan untuk mencapai kebutuhan pertumbuhan yang optimal.18
Nutrisi Enteral
Konsentrasi besi pada air susu ibu bayi prematur kurang lebih 0.5 mg/L. Absorbsi besi dari air susu ibu (ASI) lebih baik dari pada formula, namun demikian ASI hanya menyediakan 0.07 mg/kg/hari jika bayi prematur mengonsumsi ASI hingga 150 mL/kg/hari dan tingkat absorbsi 100%.19 Iwai Y dkk dalam studinya membuktikan 85% bayi prematur mengalami defisiensi besi pada usia 6 bulan setelah lahir jika hanya menerima ASI eksklusif tanpa suplementasi besi.20 The American Academy of Pediatric (AAP) merekomendasikan suplementasi elemen besi 2-4 mg/kg/hari mulai bulan ke 2 sampai 12 pada bayi prematur yang menerima ASI eksklusif.17 Suplementasi besi pada bayi sangat prematur dengan berat lahir kurang dari 1301 gram dapat diberikan mulai usia 2 minggu.21
Regulasi besi pada neonatus
Transpor besi dalam intestinal
Suplementasi besi yang diberikan pada neonatus biasanya dalam bentuk ferrous sulfat (Fe3+). Bentuk Fe3+ tidak dapat diabsobsi secara langsung sehingga harus direduksi menjadi Fe2+ pada permukaan apikal mukosa enterosit. Absobsi Fe2+ ke dalam enterosit dibantu oleh divalent metal transporter 1 (DMT 1) dengan bantuan ion proton (H+).22 Besi yang terdapat dalam enterosit diikat dan disimpan dalam bentuk ferritin. Besi dikeluarkan dari enterosit dengan bantuan ferroportin, tetapi sebelum dikeluarkan harus dirubah kembali menjadi bentuk Fe3+ oleh enzim ferroksidase (hefaestin).23,24 Struktur dan fungsi hefaestin serupa dengan enzim ferroksidase (seruloplasmin) yang berperan dalam oksidasi Fe3+.24 Bentuk Fe2+ yang sudah dioksidasi menjadi Fe3+ oleh enzim ferroksidase (hefaestin) akan diikat oleh transferrin dalam sirkulasi.25,26
Studi dari Leong WI dkk pada tikus yang baru lahir menunjukan DMT 1 dan ferroportin meningkat sebagai respon defisiensi besi pada 20 hari setelah lahir, tetapi pada usia 10 hari tidak ada respon peningkatan baik DMT I maupun ferroportin terhadap defisiensi besi. Transpor besi dalam intestinal tidak dipengaruhi oleh status besi pada bayi yang baru lahir, sedangkan pada manusia terutama pada bayi < 6 bulan regulasi homeostasis besi dalam intestinal hampir tidak ada. Regulasi besi intestinal pada bayi mulai berkembang pada usia > 9 bulan. Perkembangan sistem transpor besi dalam intestinal yang belum sempurna membuat bayi tidak mampu untuk menurunkan regulasi ketika serum besi meningkat maupun sebaliknya tidak dapat meningkatkan regulasi ketika serum besi menurun, sehingga pemberian asupan besi yang berlebihan pada awal kehidupan bayi < 6 bulan dapat memicu absorbsi besi berlebihan dan meningkatkan serum besi.25 Peningkatan serum besi berlebihan dapat memicu stres oksidatif, namun demikian belum ada bukti yang signifikan bahwa suplementasi besi yang berlebihan yaitu lebih dari 12 mg /kg/hari pada bayi prematur dapat meningkatkan stres oksidatif terutama jika diberikan bersama ASI.27-31
Laktoferrin
Laktoferrin memiliki kemampuan untuk mengikat besi bebas, membatasi absorbsi besi dari intestinal, sehingga secara tidak langsung menurunkan stres oksidatif akibat meningkatknya kadar serum besi. Studi Aycicek dkk menunjukan bayi yang mendapat ASI memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi dan indeks stres oksidatif yang lebih rendah.32
Besi dalam sistem hepatik
Gen ekspresi DMT 1 juga terdapat pada sel hati. Hati berperan penting pada regulasi metabolisme besi terutama awal kehidupan neonatus ketika transpor melalui saluran pencernaan masih belum berkembang. Defisiensi besi menyebabkan peningkatan DMT 1 pada sel hati, sebalikanya jika kadar besi berlebihan dalam sirkulasi menyebabkan penurunan DMT 1. Studi pada bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) menunjukan hubungan positif antara transfusi darah, kadar serum besi, dan konsentrasi besi dalam hati. Peningkatan serum besi yang berlebihan akibat seringnya transfusi pada BBLSR dihambat dengan cara translokasi serum besi ke dalam hati, sehingga kerusakan akibat stres oksidatif yang dipicu oleh tingginya serum besi dapat dihindari.33
Transpor besi dalam ekstraseluler dan intraseluler
Transferrin dan enzim ferroksidase (seruloplasmin) memegang peranan penting dalam regulasi homeostasis besi, tetapi pada bayi prematur baik level transferrin maupun enzim ferroksidase (seruloplasmin) masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya kedua kadar protein tersebut kemungkinan disebabkan karena seruloplasmin dari ibu tidak dapat melewati sawar plasenta, dan kadar seruloplasmin dalam sirkulasi yang rendah menunjukan kapasitas sistesa bayi masih belum berkembang.34
Fukuzawa K dkk menunjukan albumin dapat berperan sebagai pengganti transferrin dan enzim ferroksidase yang mengikat Fe2+ bebas dalam sirkulasi. Peran albumin dalam mengikat Fe2+ bebas menunjukan penurunan stress oksidatif.26 Kadar albumin pada bayi prematur lebih rendah dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Kadar albumin yang rendah menjadi salah satu penyebab mudahnya terjadi kerusakan oksidatif pada bayi prematur. 12,26,35
Peningkatan serum besi juga dapat terjadi dari pecahnya eritrosit. Keadaan hipoksia pada neonatus dapat memicu pecahnya eritrosit, sehingga bayi prematur dengan sindrom gawat napas (SGN) rentan mengalami stres oksidatif karena hemolisis.36
Regulasi besi sistemik
Homeostasis besi dipertahankan dengan cara menjaga keseimbangan kadar besi dalam ekstraseluler, kadar besi dalam sel terutama eritrosit, absorbsi dan penyimpanan besi dalam intestinal. Protein utama yang berperan dalam mediasi homeostasis besi adalah hepsidin. Hepsidin disintesa dan disekresi oleh hepatosit. Hepsidin memberikan umpan balik negatif pada homeostasis besi dengan cara mengikat ferroportin dalam intestinal, makrofag, dan plasenta. 37,38 Ferroportin yang terikat oleh hepsidin akan mengalami degradasi mengakibatkan hambatan terhadap masuknya besi ke dalam ekstraselular, namun sebaliknya penurunan ekspresi hepsidin meningkatkan aktifitas ferroportin, absorbsi besi intestinal, lepasnya besi dari makrofag, dan mengakibatkan peningkatan besi dalam ektraseluler.39
Ekspresi hepsidin pada bayi prematur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti oksigenasi jaringan yang belum adekuat dan anemia, keduanya menyebabkan penurunan sintesa hepsidin. Eritropoesis merupakan faktor utama dalam regulasi hepsidin. Aktifitas eritropoesis yang kurang pada bayi prematur dengan anemia menyebabkan penurunan sekresi hepsidin. Penurunan sekresi hepsidin yang disebabkan oleh anemia bertujuan untuk meningkatkan absorbsi besi dalam intestinal dan meningkatkan kadar besi dalam sirkulasi untuk menunjang kebutuhan eritropoesis dalam mengatasi anemia pada bayi prematur.40 Sumber utama eritropoesis pada bayi prematur bukanlah ginjal melainkan hati, sedangkan proses eritropoesis sebagai respon hipoksia pada hati lebih lambat daripada ginjal. Cadangan besi pada bayi prematur juga masih terbatas. Transfer besi dari ibu ke janin melalui plasenta menjadi faktor penting regulasi besi pada bayi baru lahir.41
Tatalaksana utama anemia pada bayi prematur adalah pemberian eritopoetin ditambah dengan suplemen besi dan/ atau transfusi darah. Pemberian eritropoetin akan merangsang eritropoesis dan menurunkan ekspresi hepsidin mengakibatkan peningkatan regulasi besi dalam intestinal. Pemberian transfusi packed cell akan mengakibatkan peningkatan eritrosit dan kadar besi dalam plasma yang dapat meningkatkan ekspresi hepsidin. Ekspresi hepsidin pada bayi prematur masih lemah. Bayi prematur masih kurang mampu meningkatkan regulasi hepsidin sebagai respon terhadap sitokin pro-inflamasi akibatnya terjadi peningkatan besi bebas dalam plasma pada level abnormal. Peningkatan besi bebas yang terlalu tinggi menyebabkan stres oksidatif dan meningkatkan risiko infeksi, namun demikian perkembangan dan fungsi hepsidin pada neonatus hingga saat ini masih belum jelas.39
Gangguan perkembangan neurologis pada bayi dengan defisiensi besi
Studi Grantham-McGregor dan Ani C42 menunjukan adanya hubungan anemia defisiensi besi dengan perkembangan kognitif yang abnormal pada bayi usia kurang dari 24 bulan, hal tersebut dilanjutkan oleh Tamura T dkk43 yang membuktikan rendahnya kemampuan bahasa, motorik halus dan kemampuan mengontrol emosi pada anak usia 5 tahun dengan kadar serum ferritin < 76 mg/L dibanding dengan anak usia 5 tahun yang kadar serum ferritinnya 76-187 mg/L.
Kesimpulan
Bayi yang lahir prematur pada awal trimester ketiga maupun pada periode akresi besi saat kehamilan menjadi faktor risiko defisiensi besi pada periode perinatal. Pemberian suplementasi besi sangat dianjurkan pada bayi prematur dengan serum ferritin yang rendah, bayi prematur yang menerima ASI eksklusif dan transfusi rhEpo. Pemberian suplementasi yang berlebihan pada bayi prematur memang belum terbukti meningkatkan stres oksidatif, akan tetapi lebih baik dihindari terutama pada bayi ekstrem prematur yang berusia 2-4 minggu karena berkaitan dengan tingginya morbiditas.
Daftar Pustaka
1. Verrijt CE, Kroos MJ, Huijskes-Heins MI, Cleton-Soeteman MI, van Run PR, van Eijk HG, et al. Accumulation and release of iron in polarly and non-polarly cultured trophoblast cells isolated from human term placentas. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1999; 86: 73–81.
2. Georgieff MK, Wobken JK, Burdo JR, Connor JR. Identiécation and localization of divalent metal transporter-1 (DMT-1) in term human placenta. Pediatr Res 2000; 47: 287A .
3. Donovan A, Brownlie A, Zhou Y, Shepard J, Pratt SJ, Moynihan J, et al. Positional cloning of zebraésh ferroportin1 identiées a conserved vertebrate iron exporter. Nature 2000; 403: 776–81.
4. Petry CD, Wobken JD, McKay H, Eaton MA, Seybold VS, Johnson DE, et al. Placental transferrin receptor in diabetic pregnancies with increased fetal iron demand. Am J Physiol 1994; 267: E507–14.
5. Rao R, Georgieff MK. Perinatal aspect of iron metabolism. Acta Paediatr Suppl 2002; 438:124-129.
6. Aggett PJ. Trace elements of the micropremie. Clin Perinatol 2000; 27: 119–29.
7. Lackmann GM, Schnieder C, Bohner J. Gestational age- dependent reference values for iron and selected proteins of iron metabolism in serum of premature human neonates. Biol Neonate 1998; 74: 208–13.
8. Ehrenkranz RA. Iron, folic acid, and vitamin B12. In: Tsang RC, Luca A, Uauy R, Zlotkin S, editors. Nutritional needs of the preterm infant. Scientiéc basis and practical guidelines. New York: Williams & Wilkins; 1993:177–94.
9. Shaw JC. Iron absorption by the premature infant. The effect of transfusion and iron supplements on the serum ferritin levels. Acta Paediatr Scand 1982; Suppl 299: 83-9.
10. Arad I, Konijn AM, Linder N, Goldstein M, Kaufmann NA. Serum ferritin levels in preterm infants after multiple blood transfusions. Am J Perinatol 1988; 5: 40–3.
11. Cooke RW, Drury JA, Yoxall CW, James C. Blood transfusion and chronic lung disease in preterm infants. Eur J Pediatr 1997; 156: 47–50.
12. Wardle SP, Drury J, Garr K, Weindling AM. Effect of blood transfusions on lipid peroxidation in preterm infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2002;86(1):F46 –F48.
13. Collard KJ, Godeck S, Holley JE. Blood transfusion and pul- monary lipid peroxidation in ventilated premature babies. Pe- diatr Pulmonol. 2005;39(3):257–261.
14. Kling PJ, Reichard RD, Roberts RA. The effects of transfusions on oxidative stress and plasma erythropoietin levels in prema- ture infants. Ann Haematol. 2000;79:B13.
15. Carnielli VP, Da Riol R, Montini G. Iron supplementation enhances response to high doses of recombinant human erythropoietin in preterm infants. Arch Dis Child 1998; 79: F44–8.
16. Ohls RK, Harcum J, Schibler KR, Christensen RD. The effect of erythropoietin on the transfusion requirements of preterm infants weighing 750 grams or less: a randomized, double-blind, placebo-controlled study. J Pediatr 1997; 131: 661–5.
17. American Academy of Pediatrics, Committee of Nutrition. Nutritional needs of preterm infants. In: Kleinman RE, editor. Pediatric nutrition handbook. Elk Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics; 1998. p. 55–87.
18. Pollak A, Hayde M, Hayn M, Herkner K, Lombard KA, Lubec G, et al. Effect of intravenous iron supplementation on erythropoi- esis in erythropoietin treated premature infants. Pediatrics 2001; 107: 78–85.
19. Rao R, Georgieff MK. Neonatal iron nutrition. Semin Neonatol 2002; in press.
20. Iwai Y, Takanashi T, Nakao Y, Mikawa H. Iron status in low birth weight infants on breast and formula feeding. Eur J Pediatr 1986; 145: 63–5.
21. Franz AR, Mihatsch WA, Sander S, Kron M, Pohlandt F. Prospective randomized trial of early versus late enteral iron supplementation in infants with a birth weight of less than 1301 grams. Pediatrics 2000; 106: 700–6.
22. Gunshin H, MacKenzie B, Berger UV, et al. Cloning and char- acterization of a mammalian proton-coupled metal-ion trans- porter. Nature. 1997;388(6641):482–488.
23. Chung J, Wessling-Resnick M. Molecular mechanisms and regulation of iron transport. Crit Rev Clin Lab Sci. 2003;40(2): 151–182.
24. Cherukuri S, Potla R, Sarkar J, Nurko S, Harris ZL, Fox PL. Unexpected role of ceruloplasmin in intestinal iron absorption. Cell Metab. 2005;2(5):309–319.
25. Leong WI, Bowlus CL, Tallkvist J, Lonnerdal B. DMT1 and FPN1 expression during infancy: developmental regulation of iron absorption. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2003; 285(6):G1153–G1161.
26. Fukuzawa K, Saitoh Y, Akai K, et al. Antioxidant effect of bovine serum albumin on membrane lipid peroxidation in- duced by iron chelation and superoxide. Biochim Biophys Acta. 2005;1668(1):145–155.
27. Miller SM, McPherson RJ, Juul SE. Iron sulfate supplementation decreases zinc protoporphyrin to heme ratio in premature infants. J Pediatr 2006;148:44–8.
28. Domello ̈ f M, Lo ̈ nnerdal B, Abrams SA, Hernell O. Iron absorp- tion in breast-fed infants: effects of age, iron status, iron sup- plements, and complementary foods. Am J Clin Nutr. 2002; 76:198 –204.
29. Friel JK, Martin SM, Langdon M, Hertzberg GR, Buettner GR. Milk from mothers of both premature and full-term infants provides better antioxidant protection than does infant for- mula. Pediatr Res. 2002;50:612–618.
30. Friel JK, Aziz K, Andrews WL, Serfass RE. Iron absorption and oxidant stress during erythropoietin therapy in very low birth weight premature infants: a cohort study. BMC Pediatr. 2005;5:29.
31. Braekker K, Bechenstein AG, Halvorsen BL, Blomhoff R, Haa- land K, Staff AL. Oxidative stress markers and antioxidant status after oral iron supplementation to very low birth weight infants. J Pediatr. 2007;151:23–28.
32. Aycicek A, Erel OE, Kocyigit A, Selek S, Demorkil MR. Breast milk provides better antioxidant power than does formula. Nutrition. 2006;22(6):616 – 619.
33. Ng PC, Lam CWK, Lee CH, To KF, Chan IHS, Wong E. Hepatic iron storage in very low birthweight infants after multiple blood transfusions. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2001;84(2): F101–F105.
34. Dunn LL, Rahamanto YS, Richardson DR. Iron uptake and metabolism in the new millennium. Trends Cell Biol. 2007; 17(2):93–100.
35. Collard KJ, Godeck S, Holley JE, Quinn MW. Pulmonary antioxidant levels and oxidative damage in ventilated premature babies. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2004;89(5):F412–F416.
36. Bracci R, Perrone S, Buonocore G. Oxidant injury in neonatal erythrocytes during the perinatal period. Acta Paediatr Suppl. 2002;91(438):130 –134.
37. Hugman A. Hepcidin: an important new regulator of iron homeostasis. Clin Lab Haematol. 2006;28(2):75– 83.
38. Ganz T, Nemeth E. Iron imports IV: hepcidin and regulation of body iron metabolism. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2006;290(2):G199 –G203.
39. Collard KJ. Iron homeostasis in the neonate. Pediatrics 2009;123:1208–1216.
40. Kling PJ, Winzerling JJ. Iron status and the treatment of the anemia of prematurity. Clin Perinatol. 2002;29(2):283–294.
41. Georgieff MK. Abnormal iron distribution in infants of diabetic mothers: spectrum and antecedents. J Pediatr. 1990;117(3): 455– 461
42. Grantham-McGregor S, Ani C. A review of studies on the effect of iron deéciency on cognitive development in children. J Nutr 2001; 131: 649–68S.
43. Tamura T, Goldberg RL, Hou J, Johnston KE, Cliver SP, Ramey SL, et al. Cord serum ferritin concentrations and mental and psychomotor development of children at éve years of age. J Pediatr 2002; 140: 165–70.