
Interpretasi Gangguan Asam Basa pada Anak
Author: dr. Afiah Salsabila
16 Jul 2025
Topik: Gangguan Keseimbangan Asam Basa, kegawatan, Tatalaksana, Ilmiah
Latar Belakang
Gangguan asam basa adalah ketidakseimbangan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh yang mengakibatkan perubahan pH darah. Kondisi ini merupakan salah satu masalah penting dalam praktik klinik anak, terutama pada situasi kegawatdaruratan seperti sepsis, dehidrasi berat, gangguan ginjal, atau penyakit metabolik bawaan. Meski sering dijumpai, interpretasi gangguan asam basa masih menjadi tantangan, terutama bagi tenaga kesehatan yang belum terbiasa membaca hasil analisis gas darah (ABG). Pemahaman sistematis mengenai cara interpretasi ABG dan pengenalan etiologi umum gangguan asam basa pada anak dapat mempermudah penanganan dan mempercepat diagnosis.
Nilai Normal Analisis Gas Darah
Interpretasi gangguan asam basa dimulai dengan memahami nilai referensi dari parameter-parameter yang diukur melalui ABG. Tabel 1 merangkum nilai normal komponen utama analisis gas darah pada anak:
Tabel 1. Rentang Nilai Normal Analisis Gas Darah (1,2)
Lima Langkah Interpretasi ABG
Langkah Pertama: Nilai pH
pH merupakan indikator status asidemia (pH <7,35) atau alkalemia (pH >7,45). Nilai ini membantu menentukan apakah proses utama mengarah ke asidosis atau alkalosis.
Langkah Kedua: Tentukan Gangguan Primer
Penentuan apakah gangguan bersifat respiratorik atau metabolik dilakukan dengan menilai arah perubahan pCO₂ dan HCO₃⁻. Jika pCO₂ berubah berlawanan arah dengan pH, maka gangguan bersifat respiratorik. Sebaliknya, jika perubahan HCO₃⁻ sejalan dengan pH, maka gangguan bersifat metabolik. (1,2)
Langkah Ketiga: Hitung Anion Gap
Cairan tubuh bersifat netral secara elektrik. Hal ini karena jumlah muatan listrik negatif (anion) dan positif (kation) pada cairan tubuh selalu setara. Terdapat berbagai jenis kation dan anion yang berkontribusi pada fenomena ini. Walaupun demikian, hanya empat ion yang rutin diukur dalam praktik: natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sisanya kation-kation dan anion-anion yang tidak terukur. Karena jumlah kation terukur biasanya melebihi jumlah anion terukur, akan selalu terdapat selisih yang disebut sebagai anion gap (AG). Pada perhitungan anion gap, kalium sering diabaikan karena jumlahnya yang jauh lebih sedikit daripada natrium, klorida, dan bikarbonat. Maka formula anion gap adalah sebagai berikut: :
AG (dalam mmol/L atau mEq/L) = [Na⁺] – ([Cl⁻] + [HCO₃⁻])
Nilai normal AG bervariasi dari lab ke lab. Biasanya rentang normalnya adalah 12 ± 2 mmol/L, tetapi bisa lebih tinggi sedikit jika kalium ikut diperhitungkan. Walaupun adanya variasi pendapat terkait hal ini, anion gap di atas 20 mmol/L sudah pasti abnormal. Secara klinis, anak dengan anion gap >14 mmol/L (atau >18 mmol jika kalium diikutsertakan dalam perhitungan) perlu dievaluasi untuk kemungkinan adanya etiologi-etiologi yang dapat menyebabkan peningkatan anion tersebut, khususnya pada kasus-kasus asidosis metabolik.
Terdapat dua kategori utama asidosis metabolik, yaitu asidosis metabolik dengan anion gap meningkat, atau high anion gap metabolic acidosis (HAGMA) dan asidosis metabolik dengan anion gap normal, atau normal anion gap metabolic acidosis (NAGMA). HAGMA mengindikasikan adanya zat asam yang tidak terukur dalam darah seperti laktat, keton, atau toksin. Sementara itu, NAGMA menandakan adanya kehilangan bikarbonat dari sistem gastrointestinal atau ginjal. (2,3) Penyebab umum dari HAGMA dan NAGMA dirangkum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Etiologi NAGMA vs HAGMA (2,3)
Pada pasien hipoalbuminemia, nilai anion gap perlu dikoreksi untuk mencerminkan kondisi muatan darah yang sebenarnya. Albumin adalah salah satu kontributor anion terbesar di darah. Jika kita menggunakan rumus AG biasa, yang notabene tidak mengikutsertakan jumlah albumin, maka AG akan tampak lebih rendah dari sebenarnya. Maka, untuk setiap penurunan 1 g/dL albumin dari nilai normal, maka perlu ada pengurangan sebanyak 2,3 mEq/L dari total muatan negatif, sehingga formula menjadi sebagai berikut:
AG Koreksi Hipoalbuminemia (dalam mmol/L atau mEq/L)
= [Na⁺] – (([Cl⁻] + [HCO₃⁻]) - (2,3 × (Nilai normal albumin – Albumin pasien))
= [Na⁺] – ([Cl⁻] + [HCO₃⁻]) + [2,3 × (Nilai normal albumin – Albumin pasien)
Di mana A = jumlah penurunan albumin dari nilai normal (dalam g/dL)
Misalnya, seorang pasien datang dengan pH darah rendah dan anion gap 14 mmol/L. Sekilas, angka ini tampak hanya sedikit meningkat dari nilai normal (~12). Namun ternyata, albumin pasien ini sangat rendah, hanya 2,0 g/dL (normal sekitar 4,0 g/dL). Setelah dikoreksi menggunakan rumus koreksi anion gap di atas, nilai anion gap sebenarnya menjadi 14 + 4,6 = 18,6. Artinya, pasien ini sebenarnya mengalami asidosis metabolik dengan anion gap tinggi yang signifikan, hanya saja "tersembunyi" karena kadar albuminnya rendah. Tanpa koreksi ini, kita bisa salah mengira bahwa pasien tidak mengalami gangguan berat, padahal sebenarnya perlu penanganan segera.(1, 4)
Langkah Keempat: Evaluasi Kompensasi
Tubuh akan mencoba mempertahankan pH melalui mekanisme kompensasi. Gangguan metabolik dikompensasi oleh sistem respiratorik melalui perubahan ventilasi (pCO₂), sedangkan gangguan respiratorik dikompensasi oleh ginjal melalui perubahan HCO₃⁻. Pada AGD, kompensasi dapat dideteksi jika perubahan pCO2 dan HCO₃⁻ menuju arah yang sama (sama-sama menurun atau meningkat). Jika, kompensasi terjadi dan pH ada pada rentang normal, maka kompensasi berhasil terjadi secara penuh. Jika tidak, maka kompensasi hanya terjadi secara parsial.
Langkah Kelima: Integrasi Diagnostik
Langkah terakhir adalah menyimpulkan jenis gangguan yang terjadi: asidosis atau alkalosis, respiratorik atau metabolik, disertai kompensasi atau tidak. Jika ada gangguan campuran, tentukan apakah itu kombinasi dari dua proses primer atau kegagalan kompensasi. Setelah itu, evaluasi etiologi berdasarkan pola gangguan dan kondisi klinis. Etiologi alkalosis metabolik telah dijelaskan sebelumnya. Berikut etiologi dari gangguan-gangguan asam basa lainnya:
Alkalosis Metabolik
Umumnya disebabkan oleh kehilangan H⁺ atau Cl⁻: muntah berkepanjangan, aspirasi lambung, penggunaan diuretik, atau hipokalemia.
Asidosis Respiratorik
Hipoventilasi akibat gangguan paru (asma berat, bronkiolitis, atelektasis), gangguan neuromuskular (SMA, GBS), atau depresi pusat napas karena sedasi.
Alkalosis Respiratorik
Hiperventilasi akibat demam tinggi, nyeri, ansietas, sepsis, ensefalopati hepatik, atau salisilat.
Kesimpulan
Gangguan asam basa merupakan salah satu kondisi yang umum ditemui dalam praktik klinis pediatri dan sering menjadi petunjuk awal adanya kegawatan sistemik. Melalui pendekatan lima langkah yang sistematis, dokter anak dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi gangguan ini secara cepat dan tepat. Perhitungan anion gap berperan penting dalam menelusuri penyebab asidosis metabolik, khususnya untuk membedakan antara gangguan dengan anion gap tinggi atau normal. Interpretasi analisis gas darah (ABG) yang akurat dapat mempercepat penegakan diagnosis dan menunjang perbaikan luaran klinis pasien. Oleh karena itu, hasil ABG harus selalu diintegrasikan dengan temuan klinis dan data laboratorium lain untuk memperoleh diagnosis yang menyeluruh dan tepat sasaran.
Daftar Pustaka
- Carmody JB, Norwood VF. Paediatric acid-base disorders: A case-based review of procedures and pitfalls. Paediatr Child Health. 2013;18(1):29–32.
- Hamilton PK, Morgan NA, Connolly GM, Maxwell AP. Understanding Acid-Base Disorders. Ulster Med J. 2017;86(3):161–6.
- Mladenović N, Ugrinović H. Specificities of acid-base balance disorders in children. Galenika Med J. 2024;3(11):20–27.
- Amaral S, Hwang W, Fivush B, Neu A, Frankenfield D, Furth S. Serum albumin level and risk for mortality and hospitalization in adolescents on hemodialysis. Clin J Am Soc Nephrol. 2008 May;3(3):759-67. doi: 10.2215/CJN.02720707. Epub 2008 Feb 20. PMID: 18287254; PMCID: PMC2386701.