Luka Bakar: Koreksi Cairan dan Prinsip Tatalaksana Awal Lainnya
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: bedah, Luka, luka bakar, tatalaksana awal
Luka bakar adalah cedera non-fatal kelima terbesar yang dialami oleh anak di seluruh dunia. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak lebih sering terkena luka bakar, membuat luka bakar suatu masalah kesehatan yang perlu perhatian khusus pada anak. Walaupun kebanyakan kasus luka bakar pada anak tidak memerlukan rujukan ke unit luka bakar, namun ada beberapa kasus yang berat yang memerlukannya. Maka dari itu, seorang dokter wajib bisa mengenali derajat luka bakar sehingga tahu tatalaksana yang bisa diberikan pada anak dan kapan harus merujuk. Artikel ini akan membahas tentang tatalaksana luka bakar dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam prosesnya.
Pertama, lakukan primary survey dengan memastikan bahwa Airway, Breathing, dan Circulation aman. Jika luka bakar didapatkan ketika sedang di ruangan tertutup, curigai adanya trauma inhalasi. Kecurigaan ini diperkuat jika suara pasien serak, terdapat stridor, mengi, dan mengalirnya air liur. Trauma inhalasi berpotensi untuk membuat jalan napas edema, sehingga intubasi awal bisa membantu dalam kasus berat. Selain trauma inhalasi, scald, atau luka bakar akibat air panas bisa berpotensi untuk menutup jalan napas. Pada bayi atau balita, air panas yang mengenai daerah leher bisa menyebabkan luka bakar di daerah tersebut. Daerah tersebut bisa menjadi bengkak dan menyebabkan kompresi eksternal yang dapat menekan jalan napas. Kemudian, tangani masalah pernapasan dengan oksigenasi dan sirkulasi.
Setelah itu, lanjutkan tatalaksana ke secondary survey. Pada tahap ini, nilai ukuran dan kedalaman luka bakar untuk mengetahui jumlah cairan yang perlu diberikan pada pasien untuk resusitasi cairan. Dalam mengukur ukuran luka bakar untuk menentukan volume cairan resusitasi, hanya perhatikan area yang mengalami partial thickness burn (mengenai dermis) dan full thickness burn(mengenai dermis dan subkutan). Dalam perhitungan Total Body Surface Area (TBSA), gunakan diagram Lund and Browder (lihat gambar 1). Alternatifnya adalah menggunakan ukuran telapak tangan dan jari pasien sebagai referensi; 1 telapak tangan (termasuk jari) merepresentasikan 1% area permukaan kulit. Jika ingin mengetahui TBSA dengan lebih praktis lagi, metode rule of nines yang dimodifikasi untuk anak kecil bisa dipakai (Lihat gambar 2)
Gambar 1. Diagram Lund and Browder
Gambar 2. Rule of Nines
Setelah mengetahui TBSA pasien, tentukan jika pasien perlu rujukan ke unit luka bakar atau tidak. Anak yang memerlukan perawatan di unit luka bakar khusus adalah anak yang luka bakarnya memiliki TBSA >5%, terjadi pada wajah, tangan, kaki, perineum, atau pada area sendi, terdapat luka bakar sirkumferensial, terdapat trauma inhalasi, luka bakar yang terjadi akibat faktor kesengajaan (child abuse), luka bakar listrik, dan luka bakar akibat bahan kimia. Jika pada anamnesis terdapat alur cerita yang tidak konsisten dari anggota keluarga, terlebih jika terdapat penundaan dalam membawa pasien ke pusat kesehatan, curigai adanya kemungkinan bahwa luka bakar terjadi dengan unsur kesengajaan dan bukan kecelakaan semata.
Selain untuk mengetahui apakah anak perlu dirujuk atau tidak, TBSA juga diperlukan untuk menentukan volume. Anak dengan TBSA >10% memerlukan resusitasi cairan. Formula yang paling sering digunakan untuk menentukan volume cairan yang dipakai untuk resusitasi adalah formula Parkland, yaitu 3-4 ml/kg x TBSA%, di mana setengah dari total volume yang didapatkan diberikan pada 8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam waktu 16 jam berikutnya. Namun, belakangan ini ada rekomendasi untuk lebih restriktif dengan menggunakan volume 2 ml/kg/TBSA% untuk mencegah overload cairan.
Luka bakar perlu dibersihkan dan dilakukan debridement, serta diberi perban. Pada luka bakar luas, skin grafting mungkin diperlukan. Pada luka bakar sirkumferensial, eskarotomi perlu dilakukan untuk mencegah sindrom kompartemen. Pasien memiliki kemungkinan untuk memerlukan lebih dari satu kunjungan ke ruang operasi, hal ini perlu diedukasi ke pasien jika luka bakar luas.
Infeksi adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien luka bakar. Biasanya, luka masih steril dalam waktu 48 jam sejak luka bakar terbentuk, namun setelah itu bakteri bisa kolonisasi dan akhirnya menginfeksi luka. Jika tidak ada tanda infeksi, antibiotik tidak perlu diberikan, karena pemberian antibiotik yang terlalu liberal dapat menimbulkan bakteri resisten antibiotik. JIka antibiotik diperlukan, pemberiannya berlanjut hingga masa perioperatif.
Luka bakar sering terjadi pada anak, maka penatalaksanaannya wajib untuk diketahui. Seorang dokter perlu tahu cara menilai kondisi luka bakar sehingga dapat memberikan tatalaksana yang tepat dan cepat, serta tahu kapan harus merujuk ke unit perawatan luka bakar khusus supaya anak dapat sembuh dengan optimal.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7807991/