Meta PixelMengorok pada Anak: Kapan Perlu Dipertimbangkan Tonsiloadenoidektomi?<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Mengorok pada Anak: Kapan Perlu Dipertimbangkan Tonsiloadenoidektomi?

Author: dr. Afiah Salsabila

29 Jun 2025

Topik: Tonsilektomi, Tonsillitis Kronis, Mengorok, Snoring, Ilmiah

Latar Belakang

Mengorok atau mendengkur merupakan gejala yang sering ditemukan pada anak dan bisa menandakan adanya gangguan pernapasan saat tidur. Di Indonesia, prevalensi mendengkur pada anak usia 5–13 tahun mencapai 31,6%, dengan 5,3% tergolong sebagai habitual snorers atau mengorok hampir setiap hari. (1) Meski kerap dianggap sebagai kondisi yang tidak berbahaya, mendengkur bisa menjadi manifestasi awal dari spektrum gangguan tidur seperti primary snoring, upper airway resistance syndrome, obstructive hypoventilation, hingga obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). (2)

OSAS pada anak dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang, kesulitan belajar, gangguan perilaku, hingga hipertensi. (2) Salah satu penyebab utama OSAS adalah hipertrofi tonsil dan/atau adenoid, yang membuat tonsiloadenoidektomi (TA) menjadi intervensi yang sering dipertimbangkan pada kasus ini. Penanganan yang tepat terhadap anak yang mengorok, khususnya habitual snoring, sangat penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang.


Patogenesis dan Diagnosis OSAS pada Anak

Hipertrofi tonsil dan adenoid menyebabkan penyempitan jalan napas atas saat tidur. Hal ini meningkatkan resistensi jalan napas, menimbulkan kolaps saluran napas, dan menghasilkan apnea atau hipopnea. Berbeda dengan dewasa, penyebab utama OSAS pada anak bukan obesitas, tetapi obstruksi anatomis saluran napas atas. (2)

Diagnosis OSAS ditegakkan melalui pemeriksaan polisomnografi (PSG), yang mampu mendeteksi episode apnea dan hipopnea serta menghitung indeks apnea-hipopnea (AHI). AHI ≥1 episode per jam sudah dianggap signifikan pada anak, meskipun terdapat variasi ambang batas di literatur. (2) Di Indonesia, akses terhadap PSG masih terbatas, sehingga diagnosis juga dapat didukung oleh poligrafi, pulse-oxymetri, rekaman video, atau suara selama tidur. (2)


Tonsiloadenoidektomi 

Tonsiloadenoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat tonsil dan adenoid guna membuka saluran napas atas. TA menjadi tatalaksana utama pada anak dengan OSAS sedang hingga berat, atau pada anak dengan habitual snoring yang tidak membaik setelah terapi kortikosteroid intranasal selama 4–8 minggu. (2)

Sebelum tindakan TA dilakukan, disarankan pemberian kortikosteroid intranasal seperti mometason atau flutikason yang memiliki bioavailabilitas sistemik rendah, dengan dosis 100–200 mcg per hari selama 4–8 minggu. (2) Pendekatan ini dapat menurunkan ukuran tonsil dan adenoid, terutama pada kasus ringan hingga sedang.


Indikasi TA meliputi:

  • OSAS sedang hingga berat
  • Tonsilitis akut berulang
  • Abses peritonsil
  • Kecurigaan keganasan tonsil atau adenoid
  • Habitual snoring yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa. (2)
  • Gejala klinis khas OSAS yang memperkuat indikasi TA antara lain: napas melalui mulut, suara parau saat tidur, tidur gelisah, enuresis, mengantuk di siang hari, hiperaktif, dan gangguan tumbuh kembang. (2)


Bukti Efektivitas dan Keamanan TA

Tonsiloadenoidektomi terbukti efektif dalam memperbaiki gejala OSAS dan mengurangi frekuensi mendengkur. Studi menunjukkan bahwa hingga 75–100% pasien anak mengalami perbaikan gejala pasca-TA, terutama pada anak tanpa komorbid seperti obesitas atau disproporsi wajah. (3) Selain itu, perbaikan kualitas tidur berdampak positif pada fungsi kognitif, performa akademik, dan perilaku anak.

Keamanan TA telah diteliti secara luas. Risiko komplikasi umumnya rendah, terutama jika prosedur dilakukan pada anak tanpa gangguan perdarahan atau penyakit sistemik berat. Efek jangka panjang terhadap sistem imun juga minimal, karena fungsi imunologis tonsil dan adenoid dapat digantikan oleh organ limfoid lain seperti kelenjar limfa dan limpa. (2)

Pasca operasi, anak juga menunjukkan perbaikan dalam pertumbuhan berat badan, tinggi badan, dan kualitas hidup secara umum. Pemantauan jangka panjang tetap diperlukan untuk mengevaluasi catch-up growth serta kemungkinan rekurensi gejala jika faktor lain seperti alergi atau obesitas tidak ditangani. (2)


Kesimpulan

Mengorok pada anak bukanlah hal sepele. Bila disertai dengan gejala OSAS atau habitual snoring yang menetap, tindakan tonsiloadenoidektomi perlu dipertimbangkan, terutama jika ditemukan hipertrofi tonsil dan adenoid. Diagnosis OSAS ditegakkan melalui PSG, namun dapat didukung oleh alat bantu sederhana bila fasilitas terbatas. TA merupakan prosedur yang aman dan efektif dalam memperbaiki gejala tidur dan kualitas hidup anak.

Pantau terus linimasa artikel PrimaPro untuk informasi terkini mengenai tatalaksana gangguan tidur dan kondisi lain pada anak. Jika Dokter tertarik dengan pembahasan lanjutan atau ada tanggapam lainnya, silakan tuliskan di kolom komentar.


Referensi

  1. Supriatin, Wahyuni NT, Widadi SY, Nurhaeni H, Anitasari S. Domestic Environmental Factors Associated with Pediatric Snoring: A Scoping Review Protocol. Poltekita: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2023;17(3):848–56.
  2. Supriyatno B. Mendengkur pada Anak: Kapan Waktu yang Tepat untuk Dilakukan Tonsiloadenoidektomi? Sari Pediatri. 2015;17(4):317–22.
  3. Huang Y, et al. Salivary microbiome and obstructive sleep apnea in children before and after adenotonsillectomy. Paediatric Respiratory Reviews. 2023;45:10–7.