
Memperingati Hari Pneumonia Dunia
5 Feb 2018
Author: dr. Afiah Salsabila
27 Mei 2025
Topik: Pneumonia, Pneumonia Aspirasi, Ilmiah
Pneumonia aspirasi adalah kondisi inflamasi paru yang disebabkan oleh masuknya material asing seperti isi lambung, cairan orofaring, atau partikel makanan ke dalam saluran pernapasan bawah. Pada anak-anak, pneumonia aspirasi merupakan masalah klinis yang serius terutama pada mereka dengan gangguan mekanisme pertahanan saluran napas atau disfagia. Kondisi ini dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan jika tidak didiagnosis dan ditangani dengan tepat.
Etiologi
Etiologi utama pneumonia aspirasi pada anak adalah aspirasi makro, yaitu masuknya volume besar cairan atau partikel dari orofaring atau lambung ke dalam trakea dan paru-paru. Gangguan menelan (disfagia) merupakan faktor risiko yang paling umum, yang dapat terjadi pada anak dengan kelainan neurologis seperti cerebral palsy, trauma kepala, atau penyakit neurodegeneratif. Selain itu, penurunan kesadaran akibat epilepsi, sedasi, anestesi, serta refluks gastroesofageal dan penggunaan selang nasogastrik turut berkontribusi meningkatkan risiko aspirasi. Gangguan refleks batuk dan kebersihan mulut yang buruk juga menjadi faktor predisposisi penting dalam terjadinya pneumonia aspirasi pada anak. (1,2)
Patogenesis
Patogenesis pneumonia aspirasi melibatkan masuknya mikroorganisme dan material asing ke dalam saluran pernapasan bagian bawah yang memicu respon inflamasi paru. Aspirasi mikroorganisme secara subklinis sering terjadi, namun aspirasi makro yang signifikan akan menyebabkan inflamasi dan infeksi jaringan paru. Infiltrat pneumonia biasanya ditemukan pada lobus inferior kanan atau segmen posterior lobus superior, sesuai dengan posisi anatomis bronkus kanan yang lebih lurus dan lebar sehingga aspirasi lebih sering mengenai sisi kanan paru.
Aspirasinya dapat menyebabkan dua tipe utama: pneumonia aspirasi infeksius akibat inokulasi bakteri patogen dari flora orofaring atau lambung, serta pneumonitis kimiawi yang merupakan iritasi jaringan paru akibat aspirasi isi lambung asam tanpa infeksi bakteri. Patogen yang paling sering ditemukan pada pneumonia aspirasi adalah Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Klebsiella spp., dan Enterobacteriaceae. Bakteri anaerobik kini berperan lebih sedikit dibandingkan masa lalu, meskipun masih dapat ditemukan pada kasus aspirasi berat. (1,2)
Diagnosis
Diagnosis pneumonia aspirasi pada anak didasarkan pada evaluasi klinis, riwayat risiko aspirasi, dan pemeriksaan radiologis. Gejala khas meliputi demam, batuk, sesak napas, dan tanda vital yang tidak stabil. Riwayat adanya disfagia, gangguan neurologis, atau aspirasi sebelumnya sangat mendukung diagnosis ini.
Foto thorax umumnya menunjukkan infiltrat pada lobus inferior kanan atau segmen posterior lobus superior yang bergantung posisi pasien saat aspirasi. Namun, foto thorax dapat negatif pada tahap awal. CT scan dada menawarkan sensitivitas lebih tinggi untuk mendeteksi infiltrat, abses, dan komplikasi lainnya. Ultrasound paru mulai banyak digunakan pada anak untuk menghindari paparan radiasi, terutama pada pasien yang sulit menjalani CT scan. Evaluasi fungsi menelan dengan video fluoroscopy atau fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) membantu mengidentifikasi disfagia sebagai faktor penyebab aspirasi. Kultur dahak atau aspirat bronkial dapat membantu menentukan patogen dan menyesuaikan terapi antibiotik. (1,2)
Tatalaksana
Penatalaksanaan pneumonia aspirasi pada anak tergantung pada jenis aspirasi dan tingkat keparahan klinis. Pada pneumonia aspirasi infeksius, terapi antibiotik empiris diberikan dengan spektrum yang mencakup bakteri gram positif dan gram negatif aerob. Pilihan antibiotik harus mempertimbangkan lokasi perolehan infeksi serta potensi bakteri resisten, dan disesuaikan berdasarkan hasil kultur bila tersedia.(1,2)
Pada pneumonitis kimiawi, antibiotik tidak rutin diberikan kecuali ada tanda infeksi bakteri sekunder. Fokus terapi adalah dukungan pernapasan, pemberian oksigen, pengaturan posisi tubuh untuk mengurangi risiko aspirasi ulang, serta terapi simptomatik. Pada anak dengan disfagia, rehabilitasi menelan dan modifikasi pola makan penting untuk mencegah aspirasi berulang. Pengawasan ketat penggunaan obat-obatan yang menurunkan kesadaran juga dianjurkan untuk menghindari kejadian aspirasi. (1,2)
Terapi empiris yang sering dipakai untuk mengobati pneumonia aspirasi adalah aminopenicillin plus beta-lactamase inhibitor (BLI) (47.2%) atau cephalosporin generasi ketiga (3GC). Biasanya terapi definitif juga meliputi kombinasi dengan metronidazole. (3)
Prognosis
Prognosis pneumonia aspirasi pada anak sangat bergantung pada tingkat keparahan aspirasi, kondisi komorbid, dan respon terapi. Anak dengan gangguan neurologis berat yang mengalami aspirasi berulang cenderung memiliki risiko komplikasi kronis seperti bronkiektasis, fibrosis paru, dan abses yang memperburuk prognosis. Pneumonia aspirasi juga berhubungan dengan angka kematian yang lebih tinggi dibanding pneumonia non-aspirasi, terutama pada pasien dengan sistem imun lemah atau malnutrisi.
Deteksi dini dan intervensi tepat waktu sangat penting untuk memperbaiki hasil klinis. Pencegahan aspirasi melalui pendekatan multidisipliner, edukasi keluarga, dan terapi komprehensif gangguan menelan sangat dianjurkan guna mengurangi morbiditas dan mortalitas anak yang berisiko tinggi.(1,2)
Daftar Pustaka
5 Feb 2018
18 Mar 2022
14 Nov 2022
24 Apr 2023