primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

PTSD pada Anak: Memahami, Mencegah, dan Menangani Dampak Traumatis

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: PTSD, Mental Anak, Kesehatan Mental

Pendahuluan

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) bukan hanya masalah kesehatan mental yang menyerang orang dewasa, tetapi juga dapat terjadi pada anak-anak. Trauma pada masa kanak-kanak dapat berasal dari berbagai kejadian seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan (fisik atau seksual), kecelakaan, bencana alam, atau kehilangan orang tua atau keluarga dekat. Meskipun kejadian traumatis ini mungkin berlangsung singkat, dampaknya dapat bertahan lama dan memengaruhi perkembangan emosi, kognitif, serta fungsi sosial anak. [1,2]

Sebuah studi menunjukkan bahwa prevalensi PTSD pada anak-anak dapat mencapai 2,3%, dengan risiko yang lebih tinggi pada mereka yang mengalami trauma berulang atau memiliki faktor risiko tambahan seperti gangguan perkembangan neurobiologis [1]. Sayangnya, PTSD pada anak sering kali tidak terdeteksi atau diabaikan karena gejala yang muncul berbeda dengan orang dewasa. Jika tidak ditangani, gangguan ini berpotensi menjadi masalah kronik yang memengaruhi kualitas hidup anak hingga dewasa.


Dampak PTSD pada Perkembangan Anak

Peristiwa traumatis memiliki dampak langsung terhadap struktur dan fungsi otak anak, terutama di bagian amigdala, hipokampus, dan korteks prefrontal. Amigdala, yang bertanggung jawab terhadap respons emosional terhadap ancaman, seperti ketakutan, menjadi hiperaktif dalam kondisi PTSD. Sementara itu, hipokampus, yang berperan dalam memori dan pembelajaran, dan modulasi stimuli ancaman mengalami penyusutan aktivitas.  Korteks prefrontal, area yang mengatur pengambilan keputusan dan pengendalian emosi, juga menunjukkan gangguan fungsi [2].

Dampak perubahan ini terlihat pada keseharian anak. Mereka kerap mengalami kesulitan berkonsentrasi, gangguan tidur akibat mimpi buruk, serta kelelahan emosional yang berujung pada menurunnya prestasi akademik. Anak dengan PTSD sering kali menunjukkan perilaku menarik diri dari interaksi sosial atau menjadi agresif sebagai mekanisme perlindungan diri. Hal ini tidak hanya memengaruhi perkembangan kognitif tetapi juga menimbulkan hambatan dalam membangun hubungan sosial yang sehat.

Dalam jangka panjang, PTSD yang tidak ditangani dapat menjadi pintu masuk bagi berbagai gangguan kesehatan mental lainnya seperti depresi, gangguan kecemasan, serta penyalahgunaan zat adiktif di masa remaja dan dewasa [2]. Hal ini menjadikan pencegahan PTSD sebagai prioritas, terutama bagi dokter anak yang berada di garis depan deteksi dini dan intervensi.


Pentingnya Pencegahan PTSD Sejak Dini

Pencegahan PTSD pada anak bukan sekadar tentang menghindari trauma, tetapi juga tentang membangun sistem pendukung yang memungkinkan anak memproses pengalaman traumatis dengan lebih sehat. Identifikasi dini anak yang berisiko mengalami PTSD menjadi langkah kunci dalam pencegahan. Ketika anak terpapar peristiwa traumatis, tanda-tanda awal seperti perubahan perilaku, ketakutan berlebihan, dan gangguan tidur harus dipantau secara cermat oleh keluarga maupun tenaga medis.

Dalam situasi tertentu, peristiwa traumatis mungkin tidak dapat dihindari, seperti bencana alam atau kehilangan seseorang yang terdekat secara mendadak. Namun, dampak jangka panjang dari trauma tersebut dapat ditekan dengan pendekatan yang cepat dan tepat. Anak membutuhkan lingkungan yang stabil dan penuh dukungan setelah mengalami peristiwa traumatis. Orang tua dan pengasuh memainkan peran penting dalam memberikan rasa aman, mendengarkan cerita anak tanpa penghakiman, dan membantu mereka mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.


Tata Laksana

Pendekatan multidisiplin yang melibatkan keluarga, tenaga kesehatan, dan komunitas menjadi kunci keberhasilan penanganan PTSD pada anak. Salah satu metode paling efektif yang direkomendasikan adalah Trauma-Focused Cognitive Behavioral Therapy (TF-CBT). Melalui pendekatan ini, anak diajak untuk mengenali pikiran negatif yang muncul akibat trauma, belajar mengelola emosi, serta memahami bahwa pengalaman tersebut tidak mendefinisikan diri mereka [2].

Penelitian menunjukkan bahwa TF-CBT efektif dalam menurunkan gejala PTSD, kecemasan, dan depresi pada anak yang mengalami trauma. Proses terapi melibatkan kolaborasi aktif antara anak, terapis, dan keluarga, memastikan dukungan yang komprehensif dalam pemulihan anak [2].

Selain itu, penting untuk memperkuat sistem pendukung di sekolah. Program konseling dan edukasi kesehatan mental di lingkungan sekolah dapat membantu mendeteksi anak-anak yang membutuhkan intervensi dini. Guru dan konselor berperan dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman serta memahami tanda-tanda awal PTSD. [2]


Tantangan dalam Penanganan PTSD

Stigma terhadap kesehatan mental masih menjadi penghalang utama bagi keluarga untuk mencari bantuan profesional. Banyak orang tua yang merasa malu atau khawatir bahwa anak mereka akan dicap "bermasalah" jika diketahui mengalami gangguan mental.

Selain itu, keterbatasan akses terhadap tenaga ahli kesehatan mental anak, terutama di daerah terpencil, semakin memperumit upaya pencegahan dan penanganan PTSD. Dokter anak dapat berperan sebagai jembatan awal dalam mengedukasi orang tua tentang pentingnya deteksi dini dan memastikan anak mendapatkan rujukan ke spesialis yang sesuai. 


Kesimpulan

PTSD pada anak adalah kondisi serius yang memengaruhi perkembangan fisik, emosional, dan kognitif mereka. Mengingat dampak jangka panjangnya yang signifikan, pencegahan dan penanganan PTSD memerlukan pendekatan sistematis yang mencakup deteksi dini, dukungan psikososial, dan intervensi berbasis bukti ilmiah seperti TF-CBT.

Dokter anak memiliki peran sentral dalam memastikan anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan. Dengan memahami tanda-tanda PTSD dan memberikan edukasi kepada keluarga serta lingkungan sekolah, kita dapat membantu anak memproses trauma dengan cara yang sehat dan melanjutkan tumbuh kembang mereka dengan optimal.


Referensi

  1. Nygaard MC, Thorup AA. Post-traumatic Stress Disorder in School-age Children: A Nationwide Prospective Birth Cohort Study. J Child Trauma. 2024;17(2):142–9.
  2. Russell JD, Heyn SA, Herringa RJ. Through a developmental lens: Emerging insights to understand and treat pediatric PTSD. Am J Psychiatry. 2023;180(9):636–44.





familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: