Risang Rimabatmaja: “Jangan Serius Edukasi Pada yang Menolak Imunisasi”
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: IDAI, Program Imunisasi
Pada tanggal 25 Agustus 2024 silam, Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia berbicara di acara Regional Immunization Champion Workshop (Graha IDAI Jakarta). Beliau menyampaikan beberapa poin penting mengenai strategi penerimaan vaksin di masyarakat. Pesan utama yang beliau sampaikan adalah, “ Jangan terlalu serius berkomunikasi dengan orang tua yang menolak imunisasi”. Poin-poin penting yang beliau sampaikan ditumpahkan dalam artikel tulisannya yang dipublikasikan di website Risk Communication and Community Engagement (RCCE) Indonesia.
Risang Rimbatmaja, Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia berbicara di acara Regional Immunization Champion Workshop (Graha IDAI Jakarta)
“Jangan terlalu serius. Jangan bombardir mereka dengan pesan penuh data, bukti riset, teori atau logika yang kuat,” tulis beliau.dalam artikel tersebut.
“Jangan juga mengejar-ngejar mereka untuk beradu argumen. Santai saja. Semakin serius kita, semakin kita tidak didengarkan,” lanjut beliau.
Beliau menyatakan bahwa orang yang menolak imunisasi tidak mau mendengar pesan tentang imunisasi karena bias mereka masing-masing. Beliau berumpama bahwa orang-orang yang menolak vaksin sama dengan orang yang tidak suka jengkol; orang-orang yang tidak suka jengkol, sama seperti orang-orang yang menolak vaksin tidak ingin dijelaskan mengenai vaksin.
Menurut beliau, alih-alih langsung “menyodorkan solusi atau berjualan”, tenaga kesehatan perlu membangun raport terdahulu dengan “membuat orang tua tertawa ketawa-ketiwi dan saling kenal supaya nyaman”. Lalu, baru ajak bicara tentang penyakit-penyakit menular yang berbahaya. Ciptakan situasi di mana solusi berasal dari orang tuanya sendiri. Pak Risang Rimabatmaja memakai kanker serviks sebagai contoh. Misalkan, setelah berdiskusi mengenai kanker serviks, kita bisa memancing orang tua untuk bertanya, “Kira-kira, apa yang perlu dilakukan supaya anak-anak perempuan kita setelah dewasa nanti kebal virus kanker serviks?” sehingga bisa sampai ke kesadaran terhadap pentingnya imunisasi untuk mencegah penyakit tersebut.
Jika ada di situasi di mana orang tua sudah sadar akan pentingnya mencegah penyakit target, tetapi belum sadar akan pentingnya vaksin untuk mencegahnya, kita bisa menyarankan vaksin tetapi memakai bahasa yang tidak memaksa, melainkan menyarankan saja, misalkan dengan kalimat, “Ibu bapak tahu bagaimana cara mencegah kanker serviks? Mohon zjin, boleh saya jelaskan?”
Kesimpulannya, edukasi mengenai imunisasi dilakukan dengan pendekatan yang tidak memaksa. “Tugas pertama kita adalah mengajaknya membuka pagar. Dalam perspektif Komunikasi AntarPribadi (KAP), keakraban, kegembiraan, penghormatan, dan apresiasi adalah salah satu kunci pembuka pagar,” Pak Risang tekankan.
“Dan kita tidak bisa memaksa orang membuka pagar hati dan pikirannya. Semakin dipaksa, semakin dikunci kuat. Wong, pagar-pagar dia, kok,” beliau akhiri.
Artikel ini merupakan saduran dari artikel orisinil oleh Tim Risk Communication & Community Engagement (RCCE) Kemkominfo RI, kolaborasi Bersama Kemenkes RI dan PrimaPro.
Link artikel orisinil : https://rcce.id/jangan-serius-edukasi-pada-yang-menolak-imunisasi/