Tatalaksana Bronkiolitis pada Anak
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: ISPA, Bronkiolitis, Mengi, Asma, RSV
Bronkiolitis adalah salah satu infeksi saluran pernapasan bawah akut yang paling sering ditemui pada bayi dan anak-anak di bawah usia dua tahun. Kondisi ini merupakan penyebab utama rawat inap pada kelompok usia tersebut. Dengan gambaran klinis yang bervariasi, mulai dari gejala ringan hingga gagal napas berat, bronkiolitis menimbulkan beban yang besar bagi kesehatan anak, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Artikel ini akan membahas tatalaksana bronkiolitis secara singkat.
Etiologi
Bronkiolitis bisa disebabkan oleh berbagai jenis virus saluran napas, seperti adenovirus, human metapneumovirus, influenza, parainfluenza, dan respiratory syncitial virus (RSV). Dari semua patogen tersebut, RSV, yang merupakan Virus RNA yang tergolong dalam famili Paramyxoviridae, menyumbang mayoritas kasus bronkiolitis. Virus-virus tersebut ditularkan melalui droplet atau kontak langsung dengan sekresi pernapasan.
Epidemiologi
Bronkiolitis memiliki pola musiman, dengan puncak insiden terjadi pada musim dingin dan awal musim semi di negara-negara beriklim subtropis. Di Indonesia, kasus bronkiolitis dapat ditemukan sepanjang tahun, tetapi cenderung meningkat selama musim hujan. Data menunjukkan bahwa bayi prematur, anak-anak dengan penyakit paru kronis atau kelainan jantung bawaan, serta mereka yang terpapar asap rokok atau tinggal di lingkungan padat memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami bronkiolitis berat.
Patofisiologi
Infeksi virus yang menyebabkan bronkiolitis memicu peradangan pada epitel saluran napas, yang mengakibatkan produksi lendir berlebih, edema, dan nekrosis sel epitel. Kombinasi dari mekanisme ini menghasilkan obstruksi saluran napas, penurunan compliance paru, dan gejala khas seperti napas berbunyi, retraksi dada, dan takipnea. Hipoksemia yang terjadi disebabkan oleh mismatch ventilasi-perfusi akibat kolaps alveolus (atelektasis) dan penumpukan lendir.
Gambaran Klinis
Gejala awal bronkiolitis menyerupai infeksi saluran pernapasan atas, seperti pilek, batuk, dan hidung tersumbat. Dalam 48–72 jam, gejala dapat berkembang menjadi distress pernapasan dengan takipnea, retraksi otot pernapasan, mengi, dan grunting. Pada kasus berat, bayi dapat menunjukkan sianosis dan apnea. Gejala biasanya memuncak pada hari ketiga hingga kelima dan kemudian membaik dalam satu hingga dua minggu, meskipun batuk dapat bertahan lebih lama.
Diagnosis dan Evaluasi
Diagnosis bronkiolitis bersifat klinis dan didasarkan pada riwayat penyakit serta pemeriksaan fisik. Rapid diagnostic assay, seperti imunofluoresensi atau enzim immunoassay untuk mendeteksi antigen RSV, berguna untuk konfirmasi etiologi tetapi tidak selalu diperlukan untuk penanganan. Radiografi dada hanya dilakukan jika ada kecurigaan komplikasi seperti pneumonia bakteri atau pneumotoraks.
Tata Laksana
Mayoritas pasien bronkiolitis dapat ditangani dengan terapi suportif, termasuk hidrasi yang cukup, suction jalan napas atas, dan pemantauan ketat. Oksigen diberikan jika saturasi oksigen kurang dari 90%. Penggunaan larutan salin hipertonik nebulisasi dapat membantu mengurangi edema saluran napas dan meredakan gejala. Beberapa aspek dalam pengelolaan bronkiolitis masih menjadi perdebatan. Penggunaan antibiotik, misalnya, umumnya tidak direkomendasikan kecuali terdapat bukti infeksi bakteri sekunder. Namun, pada kasus dengan demam tinggi atau tanda-tanda toksik, antibiotik sering digunakan secara empiris untuk menutupi kemungkinan pneumonia. Kortikosteroid sistemik dan bronkodilator seperti albuterol juga tidak menunjukkan manfaat signifikan dalam uji klinis dan tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin. Meskipun demikian, dalam praktik klinis, bronkodilator kadang diberikan sebagai trial therapy untuk melihat respons pasien
Profilaksis dan Pencegahan
Palivizumab adalah imunisasi pasif yang disarankan untuk bayi berisiko tinggi, seperti bayi prematur atau mereka dengan kelainan jantung bawaan. Namun, biaya yang tinggi membatasi ketersediaannya untuk sebagian besar populasi. Langkah pencegahan lainnya termasuk meminimalkan paparan terhadap asap rokok dan meningkatkan kebersihan tangan
Kesimpulan
Penanganan suportif tetap menjadi pilar utama pengelolaan, sementara pendekatan farmakologis seperti antibiotik atau bronkodilator harus digunakan secara selektif berdasarkan indikasi yang jelas. Penting bagi dokter anak untuk terus memperbarui pengetahuan mengenai perkembangan dalam diagnosis dan tata laksana bronkiolitis guna memberikan perawatan terbaik bagi pasien.
Referensi
Erickson EN, Bhakta RT, Mendez MD. Pediatric Bronchiolitis. [Updated 2023 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519506/.