Meta PixelThalasemia: Diagnosis dan Tatalaksana<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Thalasemia: Diagnosis dan Tatalaksana

Author: dr. Afiah Salsabila

7 Mei 2025

Topik: Thalasemia, Thalassemia, Penyakit Anak, Genetik, Guideline

Thalasemia merupakan kelainan darah diturunkan yang menjadi masalah kesehatan masyarakat global, termasuk di Indonesia. Diperkirakan, sekitar 7–10% orang di dunia merupakan pembawa sifat thalasemia. Dengan jumlah lebih dari 7000 pasien thalasemia mayor yang terdiagnosis hingga saat ini dan tingginya biaya pengobatan jangka panjang, penyakit ini menjadi salah satu beban pembiayaan tertinggi dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). [1]


Etiologi dan Patogenesis

Thalasemia merupakan kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit ini ditandai dengan gangguan produksi rantai globin yang merupakan penyusun hemoglobin. Mutasi ini dapat berupa delesi, substitusi, atau mutasi splice site yang menyebabkan produksi rantai globin berkurang atau tidak ada sama sekali. [3]

Ketidakseimbangan sintesis rantai globin menyebabkan kerusakan sel eritroblas di sumsum tulang, memicu anemia hemolitik kronik. Anemia berat ini mendorong perluasan eritropoiesis ekstramedular, menyebabkan deformitas tulang dan hepatosplenomegali.[3]


Diagnosis

Diagnosis thalasemia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap umumnya menunjukkan anemia mikrositik hipokromik dengan kadar hemoglobin rendah, MCV dan MCH menurun, serta peningkatan retikulosit. [1] Indeks Mentzer <13 dapat menjadi petunjuk awal thalasemia. [3]

Elektroforesis hemoglobin merupakan pemeriksaan kunci dalam mengidentifikasi varian hemoglobin abnormal. Pada pasien dengan β-thalasemia mayor, hasil elektroforesis biasanya menunjukkan peningkatan kadar HbF dan HbA2. [1] Sedangkan pada α-thalasemia, hasil elektroforesis bisa normal, sehingga diperlukan analisis DNA untuk konfirmasi. [1,3]

Pemeriksaan genetik penting dilakukan terutama pada pasangan yang berisiko menurunkan thalasemia mayor kepada anak. Tes DNA memungkinkan deteksi mutasi spesifik dan skrining pranikah menjadi strategi preventif yang sangat dianjurkan.[2,3]


Tatalaksana Berdasarkan PNPK 2018

Tatalaksana thalasemia mayor bersifat multidisiplin dan berkelanjutan, bertujuan mengatasi anemia, mencegah komplikasi, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) tahun 2018 menjadi acuan standar tatalaksana di Indonesia. [1]


Transfusi darah

Tujuan utama transfusi adalah mempertahankan kadar hemoglobin pretransfusi antara 9–10 g/dL untuk menekan eritropoiesis berlebihan dan deformitas tulang. Transfusi dilakukan setiap 2–4 minggu menggunakan packed red cell (PRC) leukosit tereduksi. Pemeriksaan antibodi iregular sebaiknya dilakukan rutin untuk mencegah aloimunisasi. [1]


Kelasi besi

Pasien β-thalasemia mayor yang dituntut untuk melakukan transfusi darah secara rutin rentan mengalami akumulasi zat besi (iron overload). Kondisi ini dapat merusak organ-organ vital seperti jantung, hati, dan sistem endokrin jika tidak ditangani dengan terapi kelasi yang tepat Terapi kelasi dimulai ketika ferritin serum >1000 ng/mL atau pasien telah menerima >10–20 kali transfusi. Pilihan agen kelasi antara lain deferasirox (oral), deferiprone (oral), dan deferoksamin (subkutan/intravena). Pemantauan kadar ferritin dan MRI jantung dan hati perlu dilakukan untuk menilai beban zat besi organik. [1]



Tata laksana komplikasi

 Komplikasi endokrin (seperti hipotiroidisme, diabetes), jantung, serta keterlambatan pubertas harus dimonitor dan ditangani secara berkala. Pemeriksaan fungsi tiroid, glukosa darah, hormon pertumbuhan, dan ekokardiografi direkomendasikan minimal setahun sekali. [1]


Transplantasi sel punca hematopoietik (HSCT)

 Merupakan satu-satunya terapi kuratif untuk thalasemia mayor. Hasil terbaik dicapai bila dilakukan pada anak usia <3 tahun dengan donor HLA-identik. Namun, ketersediaan donor dan biaya tinggi masih menjadi hambatan di Indonesia. [1]


Pendekatan psikososial dan edukasi

 Pasien dan keluarganya memerlukan dukungan psikososial jangka panjang. Edukasi mengenai kepatuhan terhadap jadwal transfusi dan terapi kelasi sangat penting untuk mencegah komplikasi yang memperberat prognosis. [1]


Prognosis

Dengan tatalaksana komprehensif dan tepat, anak dengan thalasemia mayor dapat hidup hingga usia dewasa dan menjalani kehidupan produktif. Tanpa pengobatan, mayoritas pasien akan meninggal sebelum mencapai usia dewasa akibat gagal jantung kongestif atau infeksi berat. [3] Pemantauan berkala, kepatuhan terhadap terapi, serta deteksi dan penanganan komplikasi menjadi kunci untuk meningkatkan harapan hidup pasien. [1]


Kesimpulan

Thalassemia tetap menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan Indonesia. Dengan prevalensi pembawa sifat yang tinggi dan beban ekonomi yang besar, pendekatan preventif melalui edukasi, skrining pranikah, serta tatalaksana berbasis pedoman PNPK harus diperkuat. Upaya sistematis dan kolaboratif antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengurangi insidensi thalasemia mayor dan meningkatkan kualitas hidup pasien.


Daftar Pustaka

  1. KEMENKES. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Thalasemia. Jakarta: KEMENKES; 2018.
  2. 2. Wulandari RD, Setijowati ED, Widyaningsih I. Pengenalan Thalassemia dan Konseling Genetik Pra-Nikah pada Mahasiswa. ABDI MOESTOPO: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat. 2023;6(1):1–6.

    3. Bajwa H, Basit H. Thalassemia. [Updated 2023 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/