Toksoplasmosis Kongenital
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: toxoplasmosis, Kongenital
Toksoplasmosis jarang menimbulkan gejala pada orang dewasa yang imunokompeten. Jika timbul pun, gejala toksoplasma biasanya demam yang tidak tinggi, lemas, ruam makulopapular, nyeri kepala, letih, dan limfadenopati. Pada ibu hamil yang sehat, gejala juga jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan keguguran dan menyebabkan toksoplasmosis kongenital di mana janin menjadi rentan terhadap kelainan bawaan.
Ibu hamil bisa terkena toksoplasmosis akibat salah satu dari dua cara berikut: 1) infeksi primer akibat konsumsi daging mentah, sayuran, atau air yang terkontaminasi dengan ookista T. gondii, atau 2) reaktivasi infeksi laten pada kondisi di mana kekebalan tubuh sedang rendah, misalkan jika terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV). Setelah terinfeksi, ookista dapat ditransmisikan ke janin melalui plasenta. Tingkat keparahan manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital lebih berat jika infeksi terjadi ketika awal kehamilan dibandingkan pada akhir kehamilan.
Gejala klasik toksoplasmosis kongenital adalah trias hidrosefalus, korioretinitis, dan kalsifikasi intrakranial. Hidrosefalus terjadi karena peradangan ependim ventrikel otak. Korioretinitis dapat menyebabkan kebutaan, dan biasanya terjadi secara unilateral. Kalsifikasi intrakranial umumnya terletak di korteks serebri dan ganglia basalis. Keadaan klinis lain yang dapat timbul akibat toksoplasmosis kongenital antara lain mikrosefali, hepatosplenomegali, demam, kejang, retardasi psikomotor, dan pneumonitis. Walaupun demikian, sebagian besar (75%) bayi terinfeksi toksoplasma tidak mengalami gejala saat lahir. Namun, bayi-bayi asimptomatis tersebut masih perlu dipantau karena gejala seperti gangguan penglihatan, pendengaran atau neurologis masih dapat terjadi di kemudian hari.
Diagnosis toksoplasmosis kongenital ditegakkan berdasarkan kombinasi data klinis, laboratorium dan radiologis. Pemeriksaan toksoplasmosis pada janin perlu dilakukan jika ibu memiliki infeksi yang terkonfirmasi atau jika ada penemuan sugestif pada ultrasonography (USG), seperti kalsifikasi intrakranial atau dilatasi ventrikel. Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis toksoplasmosis pada janin adalah polymerase chain reaction (PCR) untuk mencari DNA T. gondii pada cairan amnion. Untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis pada bayi, pemeriksaan serologi untuk mencari antibodi spesifik IgG, IgM dan IgA IgM juga perlu dilakukan. Infeksi toksoplasma bisa dikonfirmasi jika bayi memenuhi salah satu dari tiga kriteria berikut: 1) Keberadaan IgM dan/atau IgA T. gondii, 2) peningkatan persisten titer IgG tanpa tatalaksana pada bayi atau anak dengan umur di atas 1 tahun, atau 3) hasil PCR positif untuk T. gondii atau positif IgM/IgA pada cairan serebrospinal. USG pada bayi bisa menunjukkan kalsifikasi intrakranial, atrofi otak, dan hidrosefalus.
Pengobatan toksoplasmosis kongenital bertujuan mengatasi gejala klinis dan mencegah perburukan penyakit. Obat lini pertama adalah kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine dan asam folat untuk rentang waktu 12 bulan atau lebih. Asam folat mengurangi efek samping pyrimethamine terhadap sumsum tulang. Untuk pasien dengan gejala berat dapat ditambahkan kortikosteroid. Kontrol rutin meliputi pemeriksaan fungsi hati, ginjal, dan jumlah sel darah. bayi dengan toksoplasmosis kongenital perlu dipantau secara berkala. Pemantauan harus meliputi pemeriksaan neurodevelopmental, mata, dan pendengaran.
Pencegahan terbaik toksoplasmosis kongenital dimulai sebelum kehamilan. Wanita usia reproduktif dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan sanitasi yang baik dalam menangani daging mentah serta menghindari kontak langsung dengan kotoran kucing. Skrining antibodi toksoplasma sebelum hamil dapat mendeteksi risiko infeksi. Ibu hamil dengan hasil seronegatif untuk T. gondii disarankan menghindari faktor risiko, sedangkan yang sudah terinfeksi diberi pengobatan pencegahan dan perawatan khusus.
Kesimpulannya, toksoplasmosis kongenital merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang perlu ditanggulangi dengan upaya kolektif dari berbagai pihak. Hal-hal yang bisa dilakukan meliputi meningkatkan deteksi dini, akses diagnostik dan terapi yang memadai, serta pencegahan infeksi toksoplasma pada ibu hamil. Dengan pendekatan komprehensif tersebut, diharapkan prevalensi dan dampak buruk toksoplasmosis kongenital dapat dikurangi.
Referensi:
Kota AS, Shabbir N. Congenital Toxoplasmosis. [Updated 2023 Jun 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545228/