Meta PixelWajib Tahu! Berikut Tata Laksana Terpapar Gas Air Mata<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Wajib Tahu! Berikut Tata Laksana Terpapar Gas Air Mata

Author: dr. Afiah Salsabila

3 Sep 2025

Topik: Gas Air Mata, Mata, Kesehatan Mata

Latar Belakang

Gas air mata merupakan kelompok riot control agents yang paling banyak digunakan di berbagai belahan dunia. Agen utama yang sering dipakai adalah 2-kloroasetofenon (CN), o-klorobenzilidene malonitril (CS), dan oleoresin capsicum (OC) atau lebih dikenal sebagai pepper spray. Ketiganya bekerja sebagai iritan kuat yang menimbulkan lakrimasi, nyeri, serta iritasi saluran napas. Walaupun dikategorikan sebagai senjata yang “tidak mematikan”, konsentrasi tinggi atau paparan di ruang tertutup dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. Pemahaman mengenai toksisitas dan tata laksana klinis penting bagi tenaga medis, terutama dalam konteks meningkatnya penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dampak akut maupun kronis serta mencegah morbiditas yang tidak perlu. (1) Anak-anak jarang berada di area titik panas kejadian-kejadian, tetapi karena gas air mata dapat bertahan di udara dalam waktu yang lama, anak tetap memiliki risiko untuk terpapar. Berikut adalah penjelasan mengenai mekanisme dan tatalaksana dari paparan gas air mata.


Sejarah dan Mekanisme Toksisitas

Penggunaan gas air mata pertama kali diperkenalkan pada Perang Dunia I. Setelah perang selesai, penggunaannya meluas dan mulai sering diadopsi oleh kepolisian dan militer untuk melerai keributan. Agen CN yang dikenal sebagai mace, merupakan agen pilihan yang populer di zamannya. Namun, karena toksisitasnya lebih tinggi, aparat mulai beralih ke CS dan OC yang dianggap lebih aman. CS ditemukan pada tahun 1928 oleh Corson dan Stoughton, sedangkan OC berasal dari senyawa alami capsaicin dalam cabai dan lebih banyak dipakai pada beberapa tahun terakhir. (1)


Cara Kerja Gas Air Mata

Sebenarnya, gas air mata adalah benda padat yang terdispersi menjadi partikel serbuk kecil ke udara melalui aerosolisasi, mesin fogging, atau sebagai asap dari metode piroteknik. Setelah menyebar di udara, senyawa-senyawa ini diperkirakan bekerja sebagai agen alkilasi (reaksi SN2) yang bereaksi dengan gugus nukleofilik, terutama tiol dan sulfihidril dari enzim metabolik, sehingga menimbulkan kerusakan jaringan. Sementara itu, OC bekerja melalui aktivasi transient receptor potential vanilloid 1 (TRPV1) yang memicu sensasi nyeri dan inflamasi neurogenik. Senyawa CS juga diketahui mengaktivasi TRPA1 yang berperan dalam transduksi rangsang iritan. Reaksi ini menimbulkan pelepasan neuropeptida seperti substance P, sehingga memperkuat respon inflamasi. (1)


Manifestasi Klinis

Gejala utama muncul dalam 20–60 detik pasca pajanan. Sistem organ yang paling terpengaruh adalah mata, saluran napas, kulit, dan terkadang gastrointestinal.

Mata

Gejala meliputi lakrimasi berlebihan, blefarospasme, fotofobia, konjungtivitis, dan edema periorbital. Umumnya reversibel, namun kasus berat akibat ledakan dekat wajah dapat menyebabkan keratitis nekrotik, glaukoma sekunder, hingga kehilangan penglihatan. (1)

Saluran Pernapasan

 Pajanan inhalasi menimbulkan rasa terbakar pada hidung, nyeri dada, batuk, dispnea, dan rinore. Pada kondisi ruang tertutup atau paparan intens, dapat terjadi bronkospasme, edema paru, gagal napas, hingga kematian. Pasien dengan riwayat asma atau PPOK berisiko mengalami eksaserbasi berat. (1)

Kulit

Manifestasi bervariasi, mulai dari rasa terbakar ringan hingga dermatitis vesikular, eritema, edema subkutan, bahkan luka bakar kimia. CN cenderung menimbulkan lesi kulit lebih parah dibanding CS maupun OC. (1)

Gastrointestinal

Tertelannya saliva yang terkontaminasi gas air mata dapat menimbulkan mual, nyeri epigastrium, muntah, atau diare. Paparan sangat jarang melalui jalur oral, namun tetap dilaporkan dapat menyebabkan iritasi gastrointestinal. (1)


Rekomendasi Penatalaksanaan

Tidak terdapat antidotum spesifik untuk gas air mata. Prinsip terapi adalah dekontaminasi segera, penanganan suportif, dan monitoring ketat sesuai organ target.

Dekontaminasi Umum

Pertama, evakuasi pasien ke area dengan udara segar. Lepas pakaian yang terkontaminasi dan masukkan dalam kantong plastik berlapis ganda. Gunakan APD (masker, sarung tangan, goggles, dan baju pelindung) jika sedang membantu korban yang terkena paparan gas air mata untuk mencegah paparan sekunder. (1,2)

Mata

Lepas kaca mata dan lensa kontak jika korban ada. Iritasi mata menggunakan air atau saline selama 10–20 menit. Analgesik topikal dapat membantu pasien membuka kelopak untuk memungkinkan irigasi efektif. Pemeriksaan oftalmologi diperlukan bila gejala persisten, termasuk slit lamp dan pewarnaan fluorescein. Terapi tambahan meliputi antibiotik topikal, sikloplegik, atau analgesik oral. Partikel padat yang menempel di kornea harus diangkat secara mekanik. (1,2)

Kulit

Cuci kulit dengan air mengalir dalam jumlah banyak dan sabun. Untuk vesikel atau luka bakar kimia, irigasi saline direkomendasikan. Jika sudah sampai rumah sakit, kortikosteroid topikal dapat diberikan pada dermatitis iritan atau alergi, sementara kasus berat memerlukan kortikosteroid sistemik. Luka bakar kimia ditangani sesuai protokol luka bakar pada umumnya. (1,2)

Penting untuk menghindari penggunaan bahan rumah tangga seperti pasta gigi pada kulit yang terpapar. Pasta gigi diformulasikan untuk gigi, bukan kulit sensitif, dan mengandung bahan kimia seperti baking soda, fluoride, dan sodium lauryl sulfate yang dapat memperburuk iritasi, menyebabkan sensasi terbakar, kemerahan, dan ruam. Sifatnya yang sangat mengeringkan justru dapat memicu inflamasi lebih lanjut karena kulit akan meningkatkan produksi sebum sebagai kompensasi. Selain itu, sensasi dingin dari menthol hanya memberi kesan lega sementara, tanpa menetralkan atau menghilangkan partikel kimia gas air mata. Dengan demikian, penggunaannya tidak hanya tidak efektif, tetapi juga berpotensi memperparah gejala. (3)

Saluran Pernapasan

Biasanya, pemindahan pasien ke tempat dengan udara segar sudah cukup untuk menghilangkan paparan gas air mata pada saluran napas. Namun, jika terhirup dalam jumlah banyak, gas air mata dapat menyebabkan konsekuensi yang lebih berat. Pasien dengan distress napas perlu segera diberikan terapi oksigen dan dibawa ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, perlu dilakukan monitoring saturasi oksigen dan analisis gas darah pada korban. Jika ada tanda brokospasme seperti adanya mengi, berikan inhalasi β2-agonis (misalnya salbutamol) dan steroid inhalasi. Pasien dengan penyakit asma harus ditangani sesuai protokol eksaserbasi asma akut. Pada kasus berat dengan gagal napas, intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan. (1,2)

Gastrointestinal

Gejala biasanya ringan dan membaik spontan. Bila muntah atau diare berat, terapi rehidrasi dan koreksi elektrolit menjadi kunci. Dekontaminasi gastrointestinal dengan lavage atau activated charcoal tidak dianjurkan. (1)


Kesimpulan

Gas air mata CN, CS, dan OC merupakan agen yang sering digunakan dalam pengendalian massa. Walaupun mayoritas paparan hanya menimbulkan gejala sementara, konsentrasi tinggi atau penggunaan di ruang tertutup dapat mengakibatkan komplikasi serius pada mata, kulit, saluran napas, maupun gastrointestinal. Tidak ada antidotum spesifik; tatalaksana bergantung pada dekontaminasi segera, penanganan suportif, serta monitoring ketat fungsi respirasi dan okular. Bagi tenaga medis di Indonesia, pemahaman mengenai dampak klinis dan tata laksana paparan gas air mata sangat penting, terutama dalam konteks meningkatnya potensi penggunaan agen ini pada situasi kerusuhan sipil. Pendekatan berbasis bukti, proteksi petugas medis, dan terapi suportif yang tepat dapat mengurangi morbiditas serta mencegah komplikasi fatal.


Referensi

  1. Schep LJ, Slaughter RJ, McBride DI. Riot control agents: the tear gases CN, CS and OC—a medical review. J R Army Med Corps. 2013. doi:10.1136/jramc-2013-000165
  2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Riot Control Agents (Chemical Fact Sheet). 2024. Available from: https://www.cdc.gov/chemical-emergencies/chemical-fact-sheets/riot-control-agents.html
  3. Ghosh SK, Bandyopadhyay D. Concurrent allergic contact dermatitis of the index fingers and lips from toothpaste: report of three cases. J Cutan Med Surg. 2011;15(6):356–7. doi:10.2310/7750.2011.11023