Semua orang tua pasti merasa khawatir saat anak mulai tidak nafsu makan. Biasanya untuk mengatasi hal ini, orang tua langsung memberikan vitamin penambah nafsu makan yang dianggap sebagai solusi cepat menghadapi keluhan satu ini.
Selain itu, di tengah merebaknya virus Corona saat ini, pemberian multivitamin juga jadi andalan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan mencegahnya agar tidak sakit. Tak jarang, orang tua pun meminta rekomendasi vitamin pada dokter untuk mengatasi berbagai masalah ini.
Namun, yang jadi pertanyaan adalah seberapa pentingnya memberi vitamin pada anak dan apakah benar kalau semakin banyak berarti semakin baik? Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, PrimaKu punya ulasannya nih buat MomDad. Yuk, simak sampai bawah, ya!
Seberapa pentingnya suplementasi vitamin pada anak?
Suplemen yang diberikan pada anak mengandung berbagai vitamin dan mineral penting untuk tubuhnya. Kebutuhan nutrisi anak secara umum terbagi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Mikronutrien adalah zat-zat yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil, seperti vitamin dan mineral.
Dari mana sumber vitamin dan mineral didapatkan? Jawabannya ada pada variasi makanan yang berasal dari berbagai kelompok bahan makanan. Bisa dari makanan sumber protein hewani (daging sapi, ayam, ikan, telur dan produk olahan susu), biji-bijian atau grain (sereal, gandum, roti, dan nasi) serta umbi-umbian (ketela, ubi jalar, dan kentang), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Khusus untuk vitamin D, yang tidak terdapat terlalu banyak pada bahan makanan, diperlukan paparan sinar matahari yang cukup.
Meskipun hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil, MomDad perlu memastikan bahwa tubuh anak mempunyai cukup vitamin dan mineral untuk memastikan berfungsinya seluruh mekanisme metabolisme dalam tubuh. Vitamin dan mineral juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kapan anak perlu diberikan suplementasi vitamin?
Pada dasarnya, pemberian vitamin dan mineral dalam bentuk suplementasi artifisial hanya diperlukan apabila kebutuhan mikronutrien anak tidak terpenuhi dari makanan sehari-hari atau khusus untuk vitamin D, dari paparan sinar matahari. Sayangnya, defisiensi atau kekurangan mikronutrien baru menimbulkan gejala bila defisiensinya sudah berat. Untuk mendeteksi dini defisiensi mikronutrien, diperlukan pemeriksaan marker biokimia yang tidak murah dan bersifat invasif (pengambilan darah).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman suplementasi vitamin dan mineral yang harus disesuaikan dengan kondisi di negara masing-masing, beberapa diantaranya:
Suplementasi besi direkomendasikan untuk negara yang memiliki prevalensi anemia > 40%. Penyeba terjadinya anemia adalah defisiensi besi, suatu mikronutrien yang penting untuk perkembangan sistem saraf dan imunitas, serta regulasi metabolisme energi dan aktivitas fisik.
Defisiensi besi dapat terjadi karena kurangnya asupan, meningkatnya kebutuhan saat masa pertumbuhan, atau kehilangan darah akibat infeksi cacing kronik.
Secara alamiah besi banyak terdapat pada makanan sumber protein hewani (daging sapi, ayam, ikan, telur dan produk olahan susu). Besi anorganik juga banyak terdapat pada sayuran hijau, namun sayangnya, besi anorganik ini lebih sulit diserap sehingga saat ini, sumber zat besi yang dianjurkan adalah dari makanan sumber protein hewani.
Seng merupakan mikronutrien yang penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme sel. Defisiensi seng sering dijumpai pada negara atau masyarakat berpenghasilan rendah-menengah. Hal ini mungkin karena secara alamiah seng juga banyak terdapat pada makanan sumber protein hewani (daging sapi, ayam, ikan, telur dan produk olahan susu). Masyarakat berpenghasilan rendah-menengah mungkin tidak cukup mampu untuk membeli cukup makanan sumber protein hewani.
Defisiensi seng dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan linier dan kerentanan terhadap infeksi. Suplementasi seng terbukti dapat menurunkan insidens diare dan pneumonia, mendukung pertumbuhan linear pada anak < 5 tahun dan memiliki efek positif dalam menurunkan angka kematian terkait penyakit infeksi.
Suplementasi seng hanya dapat diberikan sesuai keperluan karena suplementasi seng terbukti menghambat penyerapan besi. Sehingga, ketika mempertimbangkan memberikan suplementasi seng dalam jangka panjang, kita harus mempertimbangkan risiko terjadinya defisiensi besi.
Yodium adalah mikronutrien yang sangat penting untuk perkembangan otak dan metabolisme tubuh. Ibu hamil, bayi dan balita yang mengalami kekurangan yodium akan memiliki intelligent quotient (IQ) yang lebih rendah 13,5 poin dibandingkan balita yang cukup yodium. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa defisiensi yodium yang ringan pada ibu hamil akan mengakibatkan keterlambatan belajar pada anaknya.
Yodium banyak didapatkan pada makanan produk laut, seperti ikan, udang, rumput laut, dan lainnya. Untuk memastikan kecukupan mineral yang sangat penting ini, WHO merekomendasikan fortifikasi yodium pada garam dapur sebagai strategi untuk menjamin kecukupan konsumsi yodium di masyarakat. Sebagai catatan, karena yodium sangat mudah menguap bila dipanaskan, garam yodium sebaiknya digunakan sebagai garam meja.
Pada bayi dan anak, vitamin A merupakan mikronutrien penting untuk pertumbuhan sel dan membantu mengatasi infeksi. Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan gangguan penglihatan dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi seperti campak dan diare. Saat ini, suplementasi vitamin A telah menjadi program rutin pemerintah. Suplementasi dosis tinggi vitamin A diberikan dua kali setahun, pada bulan Februari dan Agustus. Pada usia 6-11 bulan diberikan dosis 100.000 unit, untuk usia 12-59 bulan diberikan dosis 200.000 unit.
Vitamin D merupakan mikronutrien penting untuk pertumbuhan tulang dan regulasi sistem imun. Vitamin D dapat diproduksi tubuh melalui pajanan terhadap sinar matahari. Dalam jumlah yang sangat sedikit, vitamin D juga terdapat secara alamiah pada ikan laut, telur, dan beberapa jenis jamur. Di negara-negara 4 musim yang mengalami paparan sinar matahari yang sangat terbatas pada musim dingin, dilakukan fortifikasi vitamin D terutama ke dalam produk susu.
Bayi dilahirkan dengan cadangan vitamin D yang sangat tergantung kepada status vitamin D ibu saat hamil. Bila ibu mengalami defisiensi vitamin D maka bayi akan sangat bergantung pada suplementasi dan pajanan sinar matahari untuk memenuhi kebutuhan vitamin D harian. Bila mempunyai status vitamin D yang baik, ibu juga dapat memberikan vitamin D kepada bayi melalui ASI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan pemberian vitamin D sebanyak 400 IU/hari untuk bayi (0-1 tahun) berisiko dan 600 IU/hari untuk anak > 1 tahun. Pemberian suplementasi ini bertujuan untuk mencegah defisiensi. Bila anak sudah mengalami defisiensi vitamin D, diperlukan dosis yang berbeda, sesuai petunjuk dokter.
Nah, itu dia penjelasan mengenai suplementasi vitamin dan mineral pada anak. Perlu diingat, vitamin dan mineral memang dibutuhkan agar anak memiliki tumbuh kembang yang optimal, namun pemberiannya tidak dapat digeneralisasi dan harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter agar suplementasi yang diberikan memang benar aman dan dibutuhkan, ya MomDad.
Untuk mendapatkan konten informatif lainnya, MomDad bisa
follow akun Instagram
@official.primaku atau baca artikelnya langsung via aplikasi PrimaKu, ya.
Artikel ini telah ditinjau oleh Prof. dr. Madarina Julia, Sp.A(K), MPH., Ph.D.