Peran Zat Besi bagi Bayi dan Balita dalam Mencegah Anemia Defisiensi Besi
Author: dr. Afiah Salsabila
Topik: Anemia, Anemia Defisiensi Besi , Balita, Gizi Balita, Zat Besi
Anemia adalah kondisi di mana terdapat kekurangan sel darah merah yang dapat menghambat kemampuan darah dalam mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh. Pada anak, anemia didiagnosis jika kadar hemoglobin dua deviasi standar di bawah rerata bagi umur seorang anak. Sekitar 300 juta anak memiliki kondisi ini di seluruh dunia. Salah satu penyebab utama anemia pada anak adalah kekurangan zat besi. Zat besi adalah komponen penting dalam pembentukan hemoglobin, sehingga defisiensi besi dapat menyebabkan anemia. Maka dari itu, anak dengan anemia zat besi perlu diberi suplementasi zat besi dan konseling nutrisi. Jika hemoglobin meningkat lebih dari 1.0 g/dL setelah 1 bulan pengobatan, maka kemungkinan besar pasien memiliki anemia defisiensi besi.
Risiko defisiensi zat besi pada bayi sudah dapat terjadi ketika di dalam kandungan. Keperluan zat besi pada ibu hamil semakin meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Maka dari itu, jika ibu tidak mengkonsumsi zat besi secara adekuat, ibu berisiko memiliki anemia dan tidak memiliki cukup zat besi untuk diberikan pada janinnya,terutama pada trimester ketiga, di mana 60-80% penyimpanan zat besi pada janin terjadi.
Bayi preterm (dilahirkan kurang dari usia kehamilan 37 minggu) memiliki risiko anemia defisiensi besi yang lebih tinggi karena proses penyimpanan zat besinya terpotong lebih cepat. Maka dari itu, bayi preterm yang menerima Air Susu Ibu (ASI) eksklusif disarankan untuk diberikan zat besi elemental sebanyak 2 mg/kgBB per hari hingga usia 12 bulan, kecuali bagi yang sudah menerima transfusi darah beberapa kali. Bagi bayi aterm yang menerima ASI eksklusif, zat besi elemental sebanyak 1 mg/kgBB disarankan untuk mulai diberikan pada umur empat bulan hingga titik di mana bayi dapat makan makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung zat besi adekuat. Keperluan suplementasi zat besi pada anak sesuai dengan kondisi tertentu dapat dilihat di Tabel 1, sementara formulasi dan dosis zat besi elemental dapat dilihat pada Tabel 2.
Bayi yang mengkonsumsi susu formula cenderung sudah memiliki konsumsi zat besi yang adekuat (10-12 mg per L), maka jarang memerlukan suplementasi zat besi. Jika anak memiliki diet seimbang, maka perkiraan kebutuhan zat besi sebanyak 7 mg per hari dapat dipenuhi tanpa suplementasi besi. Namun, jika anak sulit mencapai jumlah kebutuhan zat besi per hari, anak dapat diberikan suplementasi besi harian. Kandungan zat besi pada berbagai jenis makanan dapat masing-masing dilihat pada Tabel 3.
Menurut panduan World Health Organization (WHO), anak yang tinggal di daerah dengan angka anemia yang tinggi (>40%)perlu diberikan suplementasi zat besi. Untuk anak umur 5 hingga 23 bulan, anak disarankan untuk diberikan 10-12.5 mg zat besi elemental dalam sediaan drops/syrup. Suplementasi zat besi diberikan tiap hari selama 3 bulan berturut-turut dalam setahun. Bagi anak umur 24-59 bulan, suplementasi besi yang sebaiknya diberikan adalah 30 mg zat besi elemental dalam bentuk drops, syrup, atau tablet. Suplemen besi dikonsumsi tiap hari selama 3 bulan berturut-turut, sama seperti pada anak 5-23 bulan.
Zat besi juga berperan dalam perkembangan motorik pada anak, maka ada ide untuk memberi suplementasi besi untuk mendukung proses tersebut. Namun penelitian menunjukkan hasil inkonklusif dan inkonsisten. Maka untuk saat ini, peran utama suplementasi besi pada bayi dan balita adalah untuk menanggulangi anemia defisiensi besi, dan sebaiknya pemberiannya bersifat individual dengan mempertimbangkan asupan dan pemeriksaan kadar besi sesuai usia dan kebutuhan
Tabel 1. Kebutuhan suplementasi zat besi pada anak
Tabel 2. Formulasi dan dosis suplementasi zat besi oral
Tabel 3. Kandungan zat besi pada berbagai jenis makanan
Referensi:
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2016/0215/p270.html#microcytic-anemia
https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2002/1001/p1227.html
https://www.who.int/publications/i/item/9789241549523