Anak Susah Belajar Membaca, Kenali Gejala Disleksia
Author: Fitri Permata
Editor: dr. Lucyana Alim Santoso, Sp.A
Topik: Disleksia, Gangguan Pertumbuhan
Apakah MomDad pernah menonton film India berjudul Taare Zameen Par? Film yang berhasil memenangkan beberapa penghargaan itu menceritakan tentang seorang anak yang mengalami disleksia, di mana ia sulit mengikuti pelajaran selama di sekolah. Namun, di balik itu semua, anak tersebut memiliki keahlian di bidang lain yang membuat orang tuanya bangga.
Disleksia adalah istilah yang digunakan untuk seseorang yang mengalami kesulitan membaca. Disleksia merupakan salah satu dari beberapa jenis gangguan belajar yang dapat terjadi pada anak. Anak dengan disleksia tidak memiliki gangguan kecerdasan, atau bahkan memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Namun, apabila kondisi ini tidak diketahui lebih awal maka dapat mempengaruhi kepercayaan diri anak karena ia akan mengalami kesulitan mengimbangi kemampuan membaca teman-temannya.
Sebenarnya apa yang terjadi pada disleksia?
Anak belajar membaca dengan mempelajari bagaimana rangkaian bunyi huruf membentuk suku kata atau kata tertentu. Hal ini disebut sebagai phonemic awareness. Kemudian dia akan menghubungkan suara tersebut dengan bentuk huruf alfabetnya (phonics). Kedua kemampuan tersebut secara sinergis akan membuat anak mampu mengaitkan deretan huruf dan bunyinya dengan kata-kata yang dibentuknya. Akhirnya mereka secara otomatis akan dengan mudah mengenali kata-kata yang telah sering dilihatnya.
Kemampuan membaca mirip dengan kemampuan bersepeda, kedua kemampuan membutuhkan koordinasi dari berbagai kemampuan yang berbeda dalam satu waktu. Seiring waktu dan latihan, proses koordinasi ini akan terjadi secara otomatis tanpa disadari sehingga pada suatu tahap, seseorang tidak perlu lagi berusaha untuk melakukan koordinasi dan dapat lebih memfokuskan perhatian dan energinya untuk memahami dan mengingat apa yang dibacanya.
Pada awalnya, anak yang sedang mulai belajar membaca dan menulis, misalnya di taman kanak-kanak atau kelas 1 SD, akan sering salah menginterpretasikan huruf tertentu yang bunyi atau bentuknya mirip, seperti huruf “b” dengan “d”, atau angka “6” dengan “9”. Namun, mayoritas anak akan menguasai hal ini pada usia sekitar 7 tahun. Tidak demikian dengan anak disleksia. Pada anak yang mengalami disleksia, terdapat gangguan pada phonemic awareness dan phonics, sehingga proses ini tidak menjadi otomatis, namun terus menerus menjadi tugas yang berat dan memakan waktu, bahkan hingga usia remaja.
Penelitian menunjukkan bahwa pada disleksia, otak memproses informasi yang masuk dari mata pada lokasi yang berbeda dengan otak seseorang yang tidak mengalami disleksia, dan dengan cara yang berbeda. Misalnya, tulisan yang seharusnya dibaca sebagai “buku”, akan tampak seperti “ubuk” atau “ubku”. Atau, pada bentuk disleksia yang lain, pikiran anak mungkin dapat melihat kata “buku” sebagaimana mestinya, namun lambat dalam menyambungkan/memberi makna pada kata tersebut (kegagalan rapid word recognition). Akibatnya, mungkin anak tersebut harus membaca dengan sangat lambat dan berulang kali sebelum dapat memahami suatu bacaan. Disleksia juga dapat bermanifestasi menjadi kesulitan menulis (disgrafia).
Penyebab dan gejala disleksia
Disleksia merupakan suatu kondisi yang dibawa sejak lahir, dan sangat mungkin berkaitan dengan faktor genetik. Anak dengan disleksia memiliki kecerdasan normal atau di atas rata-rata. Anak prasekolah atau anak sekolah dasar dengan disleksia dapat menunjukkan kesulitan dalam:
- Berbicara
- Pengucapan kata yang panjang
- Bicara bersajak
- Mempelajari urutan alfabet, urutan hari dalam seminggu, warna, bentuk, dan angka
- Mempelajari nama huruf dan bunyinya
- Mempelajari cara menulis dan membaca namanya sendiri
- Menyebutkan huruf atau suku kata yang menyusun suatu kata, misalnya menyebutkan bahwa kata 'buku' terdiri dari suku kata 'bu' dan 'ku', serta terdiri dari huruf 'b', 'u', 'k' dan 'u'
- Menyebutkan kata-kata sederhana
- Membaca dan mengeja suatu kata dengan urutan huruf yang benar. Misalnya, “bola” bukan “obal” atau “alob”.
- Menulis dan melakukan gerakan lain yang memerlukan koordinasi motor halus
Pada anak yang lebih besar, remaja, dan dewasa, gejala yang timbul dapat berupa:
- Kemampuan membaca di bawah usianya
- Menghindari tugas yang melibatkan membaca atau menulis
- Memerlukan waktu lama untuk mengerjakan tugas yang melibatkan membaca atau menulis
- Kesulitan mempelajari bahasa asing
Bagaimana disleksia dapat didiagnosis?
Disleksia perlu didiagnosis sedini mungkin agar anak tidak sampai mengalami perundungan/gangguan citra diri karena kesulitan yang dialaminya saat mengikuti kegiatan akademis di sekolah. Disleksia biasanya didiagnosis pada tingkat sekolah dasar. Diagnosis harus dilakukan oleh psikolog. Pemeriksaan yang dikerjakan termasuk pemeriksaan kecerdasan (IQ), kemampuan akademis saat membaca, menulis, dan matematika, serta pemrosesan fonetik. Evaluasi kemampuan membaca meliputi membaca satu kata, kelancaran membaca, dan pemahaman bacaan.
Disleksia yang tidak terdiagnosis dapat bermanifestasi kecemasan, rasa frustasi, masalah dalam sosialisasi dan perilaku, kepercayaan diri yang rendah, hingga depresi.
Disleksia tidak dapat diobati, namun dengan bantuan yang tepat, seorang anak disleksia akan mampu membaca dan belajar di sekolah umum.
Referensi:
- Zettler-Greeley CM. Understanding dyslexia. https://kidshealth.org/en/parents/dyslexia.html
- https://dyslexiaresource.org/before-a-dyslexia-diagnosis/
- Adapted from Caring for Your Teenager (Copyright © 2003 American Academy of Pediatrics) (11/21/2015). Types of Learning Problems. https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/learning-disabilities/Pages/Types-of-Learning-Problems.aspx