primaku
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu di:
playstoreappstore

Anemia Aplastik pada Anak

Oleh: dr. Afiah Salsabila

Topik: Anemia, Aplastic Anemia

Pendahuluan

Anemia aplastik adalah gangguan hematologi langka yang ditandai dengan pansitopenia, yaitu penurunan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit yang diakibatkan oleh  kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel darah secara normal. Kondisi ini dapat bersifat bawaan atau didapat (acquired) dengan anemia aplastik didapat menjadi jenis yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Kondisi ini relatif rendah, dengan  insidensi sekitar 2 kasus per 1  juta anak per tahun di Amerika Utara dan Eropa, dan angka ini meningkat hingga 2-3 kali lipat di Asia [1,2]. Namun demikian, anemia aplastik merupakan kondisi yang serius yang perlu perhatian khusus dalam pengobatannya.[1]


Patogenesis Anemia Aplastik

Anemia aplastik pada anak sebagian besar disebabkan oleh mekanisme imun yang menyerang sel induk hematopoietik di sumsum tulang. Mekanisme ini melibatkan aktivasi limfosit T sitotoksik yang merusak sel induk hematopoietik melalui pelepasan sitokin proinflamasi seperti interferon-gamma (IFN-γ) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) [1,2]. Proses inflamasi ini memicu apoptosis sel hematopoietik, yang pada akhirnya menyebabkan hiposelularitas sumsum tulang.

Penelitian menunjukkan bahwa anak dengan anemia aplastik memiliki penurunan jumlah sel T regulator (Treg), yang berfungsi menekan aktivitas berlebihan sel imun. Penurunan sel Treg dikaitkan dengan keparahan penyakit dan rendahnya respons terhadap terapi imunosupresif [2]. Selain itu, mutasi somatik pada gen seperti PIGA dan STAT3 sering ditemukan, menunjukkan adanya mekanisme klonal dalam perkembangan anemia aplastik [2,3].


Faktor Risiko

Anemia aplastik dapat terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Pada sebagian besar kasus, penyebab spesifik tidak dapat diidentifikasi (idiopatik), tetapi beberapa faktor risiko yang telah dikenal meliputi:


1.Infeksi Virus

Infeksi seperti hepatitis non-A, non-B, Epstein-Barr Virus (EBV), dan parvovirus B19 telah dikaitkan dengan perkembangan anemia aplastik. Sekitar 10% kasus dilaporkan muncul setelah episode hepatitis akut [2].


2. Pajanan Toksin dan Obat

Paparan bahan kimia seperti benzena dan penggunaan obat tertentu seperti kloramfenikol dapat merusak sumsum tulang. Pajanan jangka panjang terhadap toksin industri juga meningkatkan risiko penyakit ini [3].


3. Gangguan Genetik

Gangguan bawaan seperti anemia Fanconi dan diskeratosis kongenita sering dikaitkan dengan anemia aplastik pada anak. Skrining genetik penting dilakukan untuk membedakan anemia aplastik didapat dari kondisi bawaan [1].


Gejala Klinis

Anak dengan anemia aplastik sering kali menunjukkan gejala akibat pansitopenia. Gejala-gejala ini meliputi: anemia, tombositopenia, dan leukopenia. Anemia ditandai oleh kelelahan, pucat, dan intoleransi terhadap aktivitas fisik; trombositopenia ditandai oleh Mudah memar, petechiae, mimisan, dan perdarahan berkepanjangan; sedangkan leukopenia ditandai oleh kerentanan terhadap infeksi berulang dan demam yang tidak diketahui penyebabnya [1].

Pemeriksaan fisik biasanya tidak menunjukkan pembesaran hati atau limpa, yang membantu membedakan anemia aplastik dari penyakit hematologi lain seperti leukemia. Diagnosis dikonfirmasi melalui aspirasi sumsum tulang, yang menunjukkan hiposelularitas tanpa tanda-tanda fibrosis atau displasia [1,2].


Pengobatan Anemia Aplastik

Penanganan anemia aplastik tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan usia pasien. Pada anak-anak dengan anemia aplastik berat (severe aplastic anemia/SAA), terapi lini pertama adalah transplantasi sumsum tulang dari donor saudara kandung yang cocok (matched sibling donor/MSD). Studi menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup pasien dengan MSD mencapai 90% atau lebih [2].

Jika transplantasi tidak memungkinkan, terapi imunosupresif (IST) menjadi pilihan utama. Terapi ini melibatkan pemberian antithymocyte globulin (ATG), terutama dari kuda (horse ATG) dan siklosporin A (CsA), yang bekerja menekan aktivitas limfosit T penyebab kerusakan sumsum tulang [2,3]. Kombinasi ini memiliki tingkat respons sekitar 60-77%, dengan perbaikan parameter hematologi dalam 3-6 bulan setelah terapi [3].

Penggunaan eltrombopag, agonis reseptor trombopoietin, telah menunjukkan potensi dalam meningkatkan respons terapi imunosupresif. Studi terbaru menunjukkan bahwa penambahan eltrombopag pada IST meningkatkan tingkat respons keseluruhan menjadi 80-94% [2].


Prognosis

Dengan kemajuan dalam terapi transplantasi sumsum tulang dan IST, prognosis anak dengan anemia aplastik telah membaik secara signifikan. Tingkat kelangsungan hidup jangka panjang mencapai 90% pada pasien yang menjalani transplantasi MSD dan 60-70% pada pasien yang menerima IST [2].

Namun, risiko relaps dan komplikasi jangka panjang tetap ada. Sekitar 32-54 % pasien mengalami relaps setelah penghentian siklosporin, yang memerlukan terapi tambahan [2]. Selain itu, evolusi klonal menjadi sindrom myelodysplastic (MDS) atau leukemia mieloid akut (AML) dilaporkan terjadi pada 15% pasien dalam periode 10 tahun pasca terapi [2,3].


Kesimpulan

Anemia aplastik adalah kondisi hematologi  yang memerlukan diagnosis dini dan penanganan agresif untuk mencegah komplikasi. Transplantasi sumsum tulang tetap menjadi terapi pilihan utama pada anak dengan donor yang sesuai, sementara terapi imunosupresif menjadi alternatif efektif bagi pasien tanpa donor. Dukungan nutrisi, pemantauan ketat, dan edukasi keluarga juga menjadi bagian penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang patogenesis dan pengobatan terkini, dokter anak memiliki peran krusial dalam memberikan penanganan optimal bagi anak dengan anemia aplastik.


Referensi

  1. Hartung HD, Olson TS, Bessler M. Acquired aplastic anemia in children. Pediatr Clin North Am. 2013;60(6):1311–36.
  2. Peslak SA, Olson T, Babushok DV. Diagnosis and treatment of aplastic anemia. Curr Treat Options Oncol. 2018;18(12):70.
  3. Young NS. Aplastic anemia. N Engl J Med. 2018;379(17):1643–56.

familyfamily
Baca artikel tumbuh kembang anak di PrimaKu!
Unduh sekarang
playstoreappstore
primaku
Aplikasi tumbuh kembang anak Indonesia. Didukung penuh oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Mitra resmi kami:
kemenkesidaibkkbn
Unduh PrimaKu
playstoreappstore
© 2023 All rights reserved PRIMAKU, Indonesia
Cari kami di: