Anemia Defisiensi Besi pada Remaja Putri
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: Anemia Defisiensi Besi , Remaja, Remaja Putri, Anemia
Pendahuluan
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah salah satu masalah kesehatan yang signifikan pada remaja putri, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Kondisi ini ditandai oleh kadar hemoglobin yang rendah akibat kekurangan zat besi, yaitu mikronutrien yang berperan penting dalam produksi sel darah merah. Berdasarkan Riskesdas 2018, penderita anemia mencakup 26,8% anak usia 5-14 tahun dan 32% pada usia 15-24 tahun di Indonesia. [1,2]
Mengapa Anemia Defisiensi Besi Harus Dicegah?
Anemia defisiensi besi memiliki dampak luas yang dapat menghambat perkembangan fisik dan kognitif remaja putri. Secara fisik, ADB menyebabkan kelelahan kronik, pusing, dan penurunan kapasitas belajar akibat rendahnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Remaja dengan anemia juga cenderung mengalami gangguan konsentrasi, penurunan performa akademik, serta terganggunya daya tahan tubuh sehingga lebih rentan terhadap infeksi [2,3,4].
Dampak jangka panjang ADB tidak kalah serius. Jika tidak ditangani, anemia pada remaja putri dapat berlanjut hingga kehamilan di masa depan, meningkatkan risiko komplikasi seperti bayi dengan berat badan lahir rendah, perdarahan postpartum, dan preeklamsia. Selain itu, anemia berkontribusi pada angka stunting di Indonesia, yang masih menjadi prioritas nasional untuk diturunkan [1,5].
Rekomendasi Pencegahan: Program Tablet Tambah Darah (TTD)
Untuk mengatasi ADB, pemerintah Indonesia telah menerapkan program suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) sebagai langkah preventif. Remaja putri dianjurkan mengonsumsi 1 tablet TTD yang mengandung 60 mg zat besi elemental dan 400 mcg asam folat setiap minggu sepanjang tahun. Program ini terutama dilakukan di sekolah melalui dukungan kader kesehatan dan puskesmas [1].
Efektivitas program TTD telah dibuktikan dalam berbagai studi. Suplementasi rutin TTD mampu meningkatkan kadar hemoglobin secara signifikan serta menurunkan prevalensi anemia hingga sekitar 24% pada populasi remaja [3,6]. Meski demikian, tantangan dalam implementasi seperti rendahnya kepatuhan remaja dan keterbatasan distribusi di daerah terpencil masih perlu diatasi.
Perbaikan Pola Makan dan Edukasi Kesehatan
Selain suplementasi, perbaikan pola makan menjadi komponen penting dalam pencegahan anemia defisiensi besi. Konsumsi makanan kaya zat besi heme seperti daging merah, hati, ikan, serta sumber zat besi non-heme seperti sayuran hijau dan kacang-kacangan harus ditingkatkan. Penyerapan zat besi non-heme dapat ditingkatkan dengan asupan vitamin C dari buah-buahan seperti jeruk dan tomat [4].
Di samping itu, edukasi kesehatan tentang pentingnya pencegahan anemia perlu dilakukan pada remaja putri. Hal ini perlu melibatkan sekolah, keluarga, dan tenaga kesehatan. Remaja perlu memahami manfaat konsumsi TTD dan perbaikan pola makan, serta pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk mencegah infeksi cacing tambang. [4]
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi pada remaja putri merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus. Dengan dampaknya yang luas terhadap pertumbuhan, perkembangan kognitif, dan kesehatan reproduksi, pencegahan anemia harus dilakukan secara komprehensif. Program suplementasi TTD, perbaikan pola makan, dan edukasi kesehatan adalah langkah kunci dalam mengatasi ADB di Indonesia. Peran aktif dokter anak dalam mengedukasi pasien dan masyarakat sangat penting untuk memastikan program ini berjalan efektif demi generasi yang lebih sehat dan produktif.
Referensi
- Kementerian Kesehatan RI. Revisi Buku Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Rematri dan WUS. Jakarta: Kemenkes; 2016.
- Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2018.
- Puspasari I, et al. Iron deficiency anemia and its impact on adolescents: A review. J Nutr Health. 2023;15(2):110–8.
- Nurfadilah N, et al. Prevalence and risk factors of anemia in adolescents in Indonesia: A cross-sectional study. Int J Public Health. 2023;6406286:1–12.
- Survei Status Gizi Indonesia (SSGI). Hasil survei status gizi balita dan remaja putri 2022. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2022.
- Silitonga HTH, Salim LA, Nurmala I. A systematic review of iron supplementation’s effects on adolescent girls. J Gizi Indones. 2024;12(2):60-69. DOI:10.14710/jgi.12.2.60-69.