
Batuk, lawan atau kawan?
5 Feb 2018
Author: dr. Afiah Salsabila
14 Mei 2025
Topik: Batuk Akut, Obat Batuk, Batuk, Guideline, IDAI
Pendahuluan
Batuk merupakan refleks protektif penting dalam sistem respiratori yang berperan mempertahankan kebersihan jalan napas. Meskipun bersifat fisiologis, batuk yang berlebihan atau berkepanjangan dapat menjadi gejala penyakit dan menurunkan kualitas hidup anak. Di Indonesia, IDAI melalui UKK Respirologi telah menyusun pedoman nasional untuk membantu klinisi dalam mengevaluasi dan menatalaksana batuk secara rasional dan berbasis bukti pada populasi pediatrik.
Mekanisme Batuk
Refleks batuk dimulai dari rangsangan terhadap reseptor batuk di sepanjang saluran napas, telinga, faring, dan bahkan diafragma. Dua tipe utama reseptor aferen yang terlibat adalah rapidly adapting receptors (RARs) dan C-fiber endings yang peka terhadap iritan kimia dan mekanik. Rangsangan ini dikirim ke pusat batuk di medula oblongata melalui nervus vagus, trigeminus, dan glosofaringeus, dan dilanjutkan ke otot pernapasan melalui jalur eferen untuk menghasilkan manuver batuk dalam empat fase: inspirasi, kompresi, ekspirasi cepat, dan relaksasi [1].
Efektivitas batuk dipengaruhi oleh integritas saluran napas, kekuatan otot, dan konsistensi mukus. Kondisi seperti trakeomalasia, kelemahan neuromuskular, dan hipersekresi mukus dapat menurunkan efektivitas refleks batuk [1].
Dampak Batuk pada Anak
Walau batuk akut umumnya bersifat swasirna, frekuensi dan intensitas yang tinggi dapat menyebabkan gangguan tidur, penurunan nafsu makan, nyeri otot, suara serak, hingga inkontinensia urin. Dalam jangka panjang, batuk kronik juga dapat menyebabkan stres emosional pada anak dan keluarganya, serta menimbulkan beban ekonomi akibat overdiagnosis, misalnya tuberkulosis, atau overuse antibiotik [1,2].
Diagnosis Banding Batuk Berdasarkan Jenis dan Usia
Klasifikasi Berdasarkan Durasi
Klasifikasi Berdasarkan Karakteristik
Diagnosis Banding Berdasarkan Usia
Alur Evaluasi Batuk Kronik
IDAI membagi batuk kronik menjadi dua: spesifik (dengan tanda khas penyakit dasar) dan non-spesifik. Evaluasi awal mencakup anamnesis rinci (riwayat infeksi, alergi, paparan rokok, gejala sistemik), pemeriksaan fisik (ronki, retraksi, sianosis, postnasal drip), serta pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan spirometri [1].
Jika batuk tergolong spesifik, tata laksana diarahkan pada etiologi (misalnya asma, TBC, GERD, atau sinusitis). Bila tidak ditemukan penyebab spesifik, batuk dianggap non-spesifik dan dapat diobservasi selama 6–8 minggu, terutama jika kondisi anak stabil
Tata Laksana Farmakologis Batuk pada Anak
IDAI menekankan bahwa tata laksana batuk disesuaikan dengan penyebab dasarnya. Beberapa terapi simtomatik dapat dipertimbangkan:
Penutup
Batuk pada anak memerlukan pendekatan diagnosis dan tata laksana yang cermat serta berbasis bukti. Evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme, durasi, karakteristik, dan usia sangat penting untuk membedakan batuk fisiologis dari yang patologis. Penatalaksanaan diarahkan pada etiologi dengan memperhatikan keamanan obat, menghindari pemberian antibiotik dan antitusif yang tidak tepat. Pedoman IDAI menyediakan alur evaluasi dan terapi yang dapat diadaptasi oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas penanganan batuk di populasi pediatrik Indonesia.
Daftar Pustaka
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Diagnosis dan Tata Laksana Batuk pada Anak. Jakarta: UKK Respirologi IDAI; 2017.