Meta PixelBatuk pada Anak: Mekanisme, Diagnosis Banding, dan Tata Laksana Berdasarkan Pedoman IDAI<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Batuk pada Anak: Mekanisme, Diagnosis Banding, dan Tata Laksana Berdasarkan Pedoman IDAI

Author: dr. Afiah Salsabila

14 Mei 2025

Topik: Batuk Akut, Obat Batuk, Batuk, Guideline, IDAI

Pendahuluan

Batuk merupakan refleks protektif penting dalam sistem respiratori yang berperan mempertahankan kebersihan jalan napas. Meskipun bersifat fisiologis, batuk yang berlebihan atau berkepanjangan dapat menjadi gejala penyakit dan menurunkan kualitas hidup anak. Di Indonesia, IDAI melalui UKK Respirologi telah menyusun pedoman nasional untuk membantu klinisi dalam mengevaluasi dan menatalaksana batuk secara rasional dan berbasis bukti pada populasi pediatrik.


Mekanisme Batuk

Refleks batuk dimulai dari rangsangan terhadap reseptor batuk di sepanjang saluran napas, telinga, faring, dan bahkan diafragma. Dua tipe utama reseptor aferen yang terlibat adalah rapidly adapting receptors (RARs) dan C-fiber endings yang peka terhadap iritan kimia dan mekanik. Rangsangan ini dikirim ke pusat batuk di medula oblongata melalui nervus vagus, trigeminus, dan glosofaringeus, dan dilanjutkan ke otot pernapasan melalui jalur eferen untuk menghasilkan manuver batuk dalam empat fase: inspirasi, kompresi, ekspirasi cepat, dan relaksasi [1].


Efektivitas batuk dipengaruhi oleh integritas saluran napas, kekuatan otot, dan konsistensi mukus. Kondisi seperti trakeomalasia, kelemahan neuromuskular, dan hipersekresi mukus dapat menurunkan efektivitas refleks batuk [1].


Dampak Batuk pada Anak

Walau batuk akut umumnya bersifat swasirna, frekuensi dan intensitas yang tinggi dapat menyebabkan gangguan tidur, penurunan nafsu makan, nyeri otot, suara serak, hingga inkontinensia urin. Dalam jangka panjang, batuk kronik juga dapat menyebabkan stres emosional pada anak dan keluarganya, serta menimbulkan beban ekonomi akibat overdiagnosis, misalnya tuberkulosis, atau overuse antibiotik [1,2].


Diagnosis Banding Batuk Berdasarkan Jenis dan Usia


Klasifikasi Berdasarkan Durasi

  • Batuk akut: berlangsung <2 minggu, umumnya akibat infeksi virus saluran napas atas.
  • Batuk kronik: ≥2 minggu, atau rekuren ≥3 episode dalam 3 bulan.
  • Batuk kronik berulang: sering dijumpai pada anak dengan riwayat alergi atau infeksi virus berulang [1,3].


Klasifikasi Berdasarkan Karakteristik

  • Batuk kering: biasanya akibat iritasi atau fase awal infeksi.
  • Batuk basah/berdahak: mengindikasikan sekresi mukus berlebih, seperti pada bronkitis bakteri, bronkiektasis, atau asma.
  • Paroksismal/whooping: khas pada pertusis atau infeksi adenovirus [1].


Diagnosis Banding Berdasarkan Usia

  • Bayi: trakeomalasia, refluks gastroesofagus, aspirasi, pertusis.
  • Prasekolah: asma, TBC, rinitis alergi, bronkiektasis.
  • Usia sekolah: sinusitis kronik, batuk psikogenik, atau bahkan neoplasma [1,3].


Alur Evaluasi Batuk Kronik

IDAI membagi batuk kronik menjadi dua: spesifik (dengan tanda khas penyakit dasar) dan non-spesifik. Evaluasi awal mencakup anamnesis rinci (riwayat infeksi, alergi, paparan rokok, gejala sistemik), pemeriksaan fisik (ronki, retraksi, sianosis, postnasal drip), serta pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan spirometri [1].

Jika batuk tergolong spesifik, tata laksana diarahkan pada etiologi (misalnya asma, TBC, GERD, atau sinusitis). Bila tidak ditemukan penyebab spesifik, batuk dianggap non-spesifik dan dapat diobservasi selama 6–8 minggu, terutama jika kondisi anak stabil 


Tata Laksana Farmakologis Batuk pada Anak

IDAI menekankan bahwa tata laksana batuk disesuaikan dengan penyebab dasarnya. Beberapa terapi simtomatik dapat dipertimbangkan:


  • Madu: aman dan efektif pada anak usia >1 tahun untuk batuk akut dibanding plasebo atau difenhidramin 
  • Mukolitik dan ekspektoran:  n-asetilsistein, ambroksol, dan erdostein dapat digunakan pada anak usia >2 tahun dengan batuk produktif. Namun, efektivitas guaifenesin belum terbukti 
  • Bronkodilator (SABA):  Efektif hanya pada pasien dengan asma; tidak disarankan untuk batuk non-asma 
  • Kortikosteroid:  Diberikan secara sistemik pada asma eksaserbasi akut dan croup. Topikal (intranasal) untuk rinitis alergi atau rinosinusitis 
  • Antihistamin:  Generasi pertama tidak disarankan. Generasi baru hanya diberikan untuk batuk akibat alergi 
  • Antibiotik:  Tidak direkomendasikan untuk batuk virus. Indikasi meliputi pneumonia, faringitis streptokokus, otitis media akut, dan pertusis (dengan makrolida) 
  • Antitusif: Tidak direkomendasikan pada anak karena bukti efektivitas rendah dan potensi efek samping serius. Kodein dilarang digunakan 
  • Obat herbal/alternatif: Pelargonium sidoides mungkin efektif pada bronkitis akut, namun masih dibutuhkan bukti lebih lanjut 


Penutup

Batuk pada anak memerlukan pendekatan diagnosis dan tata laksana yang cermat serta berbasis bukti. Evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme, durasi, karakteristik, dan usia sangat penting untuk membedakan batuk fisiologis dari yang patologis. Penatalaksanaan diarahkan pada etiologi dengan memperhatikan keamanan obat, menghindari pemberian antibiotik dan antitusif yang tidak tepat. Pedoman IDAI menyediakan alur evaluasi dan terapi yang dapat diadaptasi oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas penanganan batuk di populasi pediatrik Indonesia.


Daftar Pustaka 

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi Diagnosis dan Tata Laksana Batuk pada Anak. Jakarta: UKK Respirologi IDAI; 2017.