Meta PixelInfeksi Helicobacter pylori pada Anak: Diagnosis dan Tata Laksana<!-- --> | Articles | <!-- -->PrimaKu - Pelopor Aplikasi Tumbuh Kembang Anak di Indonesia

Infeksi Helicobacter pylori pada Anak: Diagnosis dan Tata Laksana

Author: dr. Afiah Salsabila

26 Mei 2025

Topik: Ilmiah, Tukak Lambung, Helicobacter Pylori, Gastroesophageal Reflux Disease, Infeksi

Pendahuluan

Helicobacter pylori (H. pylori) merupakan bakteri gram-negatif berbentuk spiral yang menginfeksi mukosa lambung manusia dan biasanya didapatkan sejak masa kanak-kanak. Infeksi ini bersifat kronis dan berisiko menyebabkan gastritis, tukak lambung dan duodenum, hingga komplikasi berat seperti kanker lambung dan limfoma jaringan limfoid mukosa (MALT lymphoma) pada orang dewasa. (1,2) Meskipun demikian,  infeksi ini sering kali tidak menimbulkan gejala dan komplikasi serius jarang terjadi pada anak-anak. Tantangan utama dalam pengelolaan infeksi H. pylori adalah meningkatnya resistensi antibiotik yang menghambat keberhasilan eradikasi.(1,3)


Etiologi dan Faktor Risiko

Penularan H. pylori terutama melalui kontak antar anggota keluarga, khususnya jalur oral-oral dan fecal-oral. Kondisi sanitasi yang buruk, kepadatan pemukiman, serta kebersihan lingkungan yang kurang, menjadi faktor risiko utama penyebaran infeksi H. Pylori. Studi menunjukkan bahwa prevalensi infeksi pada anak-anak di negara-negara erpenghasilan rendah ke menengah mencapai 43,2%, hampir dua kali lipat dibanding negara berpenghasilan tinggi sebesar 21,7%. (1,4)

Selain faktor sosioekonomi, usia anak juga berpengaruh, dengan tingkat infeksi meningkat seiring bertambahnya usia. Anak usia 0–5 tahun memiliki prevalensi 20–50%, sedangkan anak yang lebih tua mencapai 79%. Faktor risiko tambahan termasuk pendidikan rendah orang tua, ukuran keluarga besar, dan anggota keluarga yang sudah terinfeksi. (1)


Patogenesis dan Manifestasi Klinis

H. pylori menempel dan mengkolonisasi mukosa lambung, memicu inflamasi kronis. Pada anak-anak, respons imun yang dominan bersifat regulator menyebabkan inflamasi yang lebih ringan dibandingkan orang dewasa, sehingga gejala sering tidak spesifik atau bahkan asimptomatik. (1)

Manifestasi klinis yang dapat muncul antara lain nyeri epigastrik dan mual, walaupun hubungan langsung dengan infeksi tidak selalu konsisten. Meta-analisis melaporkan asosiasi signifikan hanya pada nyeri epigastrik dan mual, sementara gejala lain seperti muntah dan diare tidak berhubungan langsung dengan infeksi H. pylori. (1,2)


Diagnosis

 Endoskopi dengan biopsi lambung adalah standar emas diagnosis, dengan pemeriksaan histologi, kultur, rapid urease test (RUT), dan PCR sebagai metode pendukung untuk deteksi bakteri dan resistensi antibiotik.(1,2)

Metode non-invasif seperti urea breath test (UBT) dan stool antigen test (SAT) digunakan untuk skrining dan evaluasi keberhasilan terapi. Serologi tidak dianjurkan karena sensitivitas rendah dan tidak dapat membedakan infeksi aktif dan masa lalu. Sebelum pemeriksaan, penggunaan proton pump inhibitor (PPI) dan antibiotik harus dihentikan beberapa minggu sebelumnya agar tidak mengganggu hasil diagnostik. (1,3)


Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik menjadi kendala utama dalam terapi eradikasi H. pylori. Data dari berbagai negara menunjukkan resistensi tinggi terhadap klaritromisin dan metronidazol, dengan angka resistensi yang bisa mencapai 20–90% tergantung pola kuman setempat. Amoksisilin dan tetrasiklin masih relatif sensitif, meski ada peningkatan resistensi di beberapa lokasi. Oleh karena itu, pemeriksaan resistensi sebelum terapi sangat dianjurkan agar regimen antibiotik dapat disesuaikan sehingga tingkat keberhasilan mencapai target minimal 90%. (1)


Tatalaksana

Pengobatan infeksi H. pylori pada anak dilakukan jika terdapat indikasi jelas, seperti tukak gastroduodenal, anemia defisiensi besi yang tidak membaik, dan riwayat keluarga dengan kanker lambung. Terapi lini pertama biasanya berupa kombinasi proton pump inhibitor (PPI) dengan dua antibiotik selama 14 hari, umumnya amoksisilin dan klaritromisin atau metronidazol. Jika resistensi klaritromisin di daerah tersebut tinggi (>15-20%), penggunaan antibiotik ini harus dihindari kecuali sensitivitas diketahui. (1,3)

Terapi berbasis bismut (bismuth-based quadruple therapy) menjadi alternatif yang efektif jika terdapat resistensi ganda. Terapi sekuensial kurang direkomendasikan karena risiko efek samping lebih tinggi dan tidak terbukti lebih efektif. (1)

Jika terapi lini pertama gagal, diperlukan pemeriksaan ulang resistensi antibiotik untuk memilih regimen penyelamat yang sesuai. Penggunaan antibiotik seperti tetrasiklin dan fluoroquinolon dibatasi pada anak karena potensi efek samping serius. Suplementasi probiotik juga dapat membantu mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pengobatan. (2)


Kesimpulan

Infeksi H. pylori pada anak masih menjadi masalah kesehatan global, khususnya di negara-negara berpendapat rendah ke menengah. Diagnosis harus dilakukan dengan selektif menggunakan endoskopsi dan biopsi, sedangkan evaluasi keberhasilan terapi dengan metode non-invasif seperti UBT. Adaptasi terapi berdasarkan profil resistensi antibiotik sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan eradikasi dan mencegah resistensi yang meluas. Edukasi mengenai kebersihan perlu ditingkatkan untuk mencegah penularan terutama di lingkungan keluarga dan komunitas.


Daftar Pustaka

  1. Nguyen J, Kotilea K, Bontems P, Miendje Deyi VY. Helicobacter pylori infections in children. Antibiotics. 2023;12(9):1440. doi:10.3390/antibiotics12091440.
  2. Aguilera Matos I, Diaz Oliva SE, Escobedo AA, Villa Jiménez OM, Velazco Villaurrutia YC. Helicobacter pylori infection in children. BMJ Paediatrics Open. 2020;4:e000679. doi:10.1136/bmjpo-2020-000679.
  3. Jones NL, Koletzko S, Goodman K, et al. Joint ESPGHAN/NASPGHAN guidelines for the management of Helicobacter pylori in children and adolescents (update 2016). J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2017;64(6):991-1003.