
Memahami Intoleransi Laktosa pada Bayi yang Menyusui
25 Jan 2024
Author: Editorial Primaku
23 Mei 2024
Topik: Inborn Error of Metabolism, Penyakit Langka, Fructose
Intoleransi fruktosa adalah kelainan genetik langka yang mengakibatkan adanya kekurangan enzim aldolase B, yaitu enzim yang mengurai fruktosa, atau fructose-1-phosphate. Penyakit bawaan ini sangat langka, hanya terjadi pada 1 per 20.000 kelahiran hidup. Walaupun demikian, dampak penyakit ini pada penyintasnya sangat fatal, sehingga, mengetahui cara mendiagnosis penyakit ini penting untuk bisa dilakukan.
Akumulasi fructose-1-phosphate menyebabkan rantai reaksi yang menyebabkan deplesi adenosine triphosphate (ATP), sehingga terjadi peningkatan penguraian adenosin monophosphate (AMP) yang meningkat. Hasil penguraian AMP adalah asam urat, sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia pada pasien. Jika tidak ditangani, pasien dapat mengalami gangguan ginjal dan hati. Pada hati, pasien dapat mengalami hepatomegali dan fibrosis hepar, sedangkan pada ginjal pasien dapat mengalami nefrokalsinosis dan Fanconi-like syndrome.
Gejala biasanya muncul ketika anak baru diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Anak dengan intoleransi fruktosa biasanya mengalami nausea, muntah, gangguan makan, letargi, dan kuning. Kecurigaan intoleransi fruktosa diperkuat jika pasien dengan gejala-gejala tersebut juga mengalami hipoglikemia, hipofosfotemia, hiperurisemia, asidosis laktat, dan hipermagnesemia. Pada pemeriksaan fisik, hepatomegali dan gagal tumbuh bisa dijumpai.
Untuk mendiagnosis penyakit ini, perlu dilakukan anamnesis yang komprehensif. Anamnesis perlu difokuskan pada pola hubungan temporal antara konsumsi makanan mengandung fruktosa dan gejala-gejala yang muncul. Tes dipstick untuk glukosa biasanya negatif. Tes untuk mengkonfirmasi intoleransi fruktosa adalah tes genetik dan pengukuran aktivitas aldolase ml melalui biopsi liver.
Tatalaksana akut untuk intoleransi fruktosa bersifat suportif. Dalam waktu yang bersamaan, diagnosis banding seperti hepatitis infeksi, disseminated intravascular coagulation (DIC), sepsis, dan penyakit metabolik lainnya perlu disingkirkan. Untuk seterusnya, pasien dan orang tua pasien perlu diberikan edukasi untuk menghindari makanan-makanan yang mengandung fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Untuk memudahkan mengatur pola makan, pasien bisa dikonsulkan ke ahli gizi atau dokter gizi klinik. Karena pasien rentan untuk mendapatkan defisiensi nutrisi karena perlu membatasi konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan, maka suplementasi vitamin butuh untuk diberikan. Pemeriksaan perkembangan, fungsi ginjal dan liver perlu dilakukan secara berkala, khususnya jika restriksi fruktosa tidak adekuat.
Edukasi kepada orangtua mengenai intoleransi fruktosa penting agar waspada terhadap gejala awal sejak dini. Mengingat prevalensinya yang langka, kerap kali kondisi ini terlewatkan atau sulit terdeteksi ketika gejala gastrointestinal muncul. Padahal deteksi preklinis dan intervensi dini dapat mencegah komplikasi jangka panjang akibat asupan fruktosa berlebihan pada penderita intoleransi fruktosa.
Referensi:
Hegde VS, Sharman T. Hereditary Fructose Intolerance. [Updated 2023 May 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559102/