Memahami Intoleransi Laktosa pada Bayi yang Menyusui
Oleh: dr. Afiah Salsabila
Topik: Susu, Intoleransi makanan, Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa adalah kondisi di mana tubuh memiliki kesulitan dalam mencerna laktosa, yaitu gula alami yang ditemukan dalam susu. Kondisi ini umumnya terjadi pada anak di atas 5 tahun, namun bayi masih bisa memilikinya. Bayi dengan kondisi ini biasanya mengalami sekelompok gejala gastrointestinal yang terdiri dari sakit perut, diare, muntah, begah, dan kembung setelah mengkonsumsi susu. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menurunkan asupan nutrisi bayi hingga akhirnya menyebabkan malnutrisi dan hambatan pertumbuhan. Maka, apa yang harus dilakukan untuk menangani bayi dengan intoleransi laktosa? Untuk bisa menjawabnya, perlu pemahaman lebih dalam mengenai kondisi tersebut.
Penyebab intoleransi lakstosa adalah defisiensi enzim laktase pada brush border usus halus. Tanpa laktase, laktosa tidak bisa terurai sehingga tidak bisa diserap oleh sistem pencernaan. Alhasil, laktosa terakumulasi di dalam lumen usus dan meningkatkan tekanan osmotik di dalam lumen. Dengan meningkatnya tekanan osmotik di dalam lumen, cairan ekstralumen masuk ke dalam lumen, meningkatkan kadar air dalam lumen usus dan menyebabkan diare osmotik. tak berhenti di situ, laktosa yang terakumulasi tersebut difermentasi oleh flora normal kolon, menyebabkan produksi gas seperti hidrogen, karbon dioksida, dan metana yang menyebabkan gejala seperti begah dan flatus.
Defisiensi enzim laktosa sendiri dibagi menjadi empat jenis utama: (1) defisiensi laktase primer, (2) defisiensi laktase sekunder, (3) defisiensi laktase kongenital, dan (4) developmental lactase deficiency. Defisiensi laktase primer, atau lactase non-persistence adalah defisiensi laktosa yang paling sering ditemukan. Pada kondisi ini, laktase ada dalam jumlah adekuat pada usia dini, namun secara perlahan jumlahnya berkurang seiringnya pertambahan umur. Maka dari itu, gejala pada intoleransi laktosa primer baru muncul pada usia remaja atau dewasa muda.
Berbeda dengan defisiensi laktosa primer, defisiensi laktosa sekunder adalah kondisi di mana kekurangan laktase diakibatkan oleh kerusakan brush border. Kerusakan brush border bisa disebabkan oleh gastroenteritis, celiac disease, Inflammatory Bowel Diseases (IBD), kemoterapi, dan konsumsi antibiotik. Jika penyebab-penyebab tersebut dapat disingkirkan, penyebab intoleransi laktosa pada bayi bisa dicurigai akibat defisiensi laktase kongenital atau developmental lactase deficiency. Pada bayi prematur, intoleransi laktosa bisa jadi diakibatkan oleh developmental lactase deficiency, yaitu defisiensi laktosa yang diakibatkan oleh usus yang belum berkembang secara sempurna Developmental lactase deficiency cenderung membaik dengan bertambahnya usia dan maturasi usus. Kemungkinan lain penyebab intoleransi laktosa pada bayi adalah intoleransi laktosa kongenital, yaitu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif.
Anamnesis bisa membantu dalam menggali awitan dan gejala yang muncul pada bayi. Jika awitan gejala cepat dan gejala hanya melibatkan gejala gastrointestinal, maka diagnosis lebih condong ke intoleransi laktosa. Namun jika gejala juga melibatkan sesak napas atau gejala kulit dan awitan terjadi dalam waktu hari hingga minggu, maka diagnosis lebih cenderung ke alergi susu sapi. Pemeriksaan fisik dapat mengkonfirmasi gejala-gejala yang dideskripsikan pada anamnesis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan beragam. Intoleransi laktosa menyebabkan tingkat keasaman udara dalam sistem pencernaan dan feses meningkat, maka Hydrogen breath test dan stool acidity test dapat membantu mengkonfirmasi peningkatan asam tersebut. Intoleransi laktosa juga dapat didiagnosis dengan mengeliminasi makanan yang mengandung laktosa. Jika gejala reda ketika laktosa dihilangkan dan muncul kembali ketika laktosa dikonsumsi kembali, maka individu tersebut memiliki intoleransi laktosa.
Pada bayi dengan intoleransi laktosa, konsumsi air susu ibu (ASI) dilanjutkan. Pada anak yang minum susu formula, percobaan dengan formula bebas laktosa bisa diberikan. Reintroduksi formula yang mengandung laktosa bisa dimulai setelah 2-4 minggu. Namun, jika intoleransi laktosa diakibatkan oleh celiac disease, restriksi laktosa diperlukan hingga kondisi mereda atau sudah ditatalaksana dengan adekuat.
Intoleransi laktosa pada bayi yang menyusui dapat menjadi tantangan, tetapi dengan pemantauan kesehatan yang cermat dan perubahan diet yang sesuai, banyak bayi dapat mengatasi kondisi ini dan tumbuh secara normal. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat sesuai kebutuhan bayi.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5726035/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532285/