Latar Belakang
Dengan prevalensi 2% hingga 7,5% secara global, Alergi Susu Sapi (ASS) merupakan salah satu alergi makanan yang paling sering terjadi pada anak-anak.[1][2] Selain prevalensinya yang tinggi, kondisi ini memerlukan perhatian khusus karena dampaknya pada pertumbuhan anak. Studi menunjukkan bahwa anak-anak dengan ASS, terutama yang terdiagnosis pada usia dini, cenderung mengalami pertambahan berat badan dan tinggi badan yang tidak optimal. Landasan utama dalam penatalaksanaan ASS adalah menghindari susu sapi dan produk turunannya. Mengingat susu sapi dan produk olahannya sering kali terdapat di berbagai makanan, restriksi ini dapat meningkatkan risiko malnutrisi. [1] Oleh karena itu, pemberian nutrisi bagi anak dengan ASS perlu dirancang untuk memastikan bahwa anak tetap mendapatkan asupan gizi seimbang guna mendukung pertumbuhan mereka. Berikut adalah panduan nutrisi singkat bagi anak dengan ASS.
Dampak ASS pada Pertumbuhan Anak
Untuk bisa menentukan tatalaksana yang tepat bagi anak dengan ASS, kita perlu mengetahui tipe ASS yang dimiliki oleh anak. Berdasarkan patogenesisnya, terdapat dua tipe ASS yaitu: ASS yang dimediasi oleh IgE (IgE mediated) dan ASS yang tidak dimediasi oleh Ig-E (non-IgE mediated). Jenis ASS IgE-mediated merupakan reaksi ASS yang paling sering terjadi. Awitan ASS IgE-mediated biasanya lebih cepat dengan manifestasi klinis yang muncul kurang lebih dalam waktu 2 jam sejak paparan. Sementara itu, reaksi ASS non-IgE mediated biasanya muncul dalam durasi waktu yang lebih lama, biasanya setelah > 2 jam atau bahkan mencapai 6-72 jam pasca paparan. Gejala yang timbul dari reaksi ASS bervariasi dari segi tingkat keparahan: mulai dari yang ringan seperti bersin-bersin, konjungtivitis, dan gatal-gatal, hingga yang bisa mengancam nyawa seperti bronkospasme, anafilaksis, muntah, dan diare. Gejala ASS dirangkum dalam Tabel 1.[1][2][3][4]
Tabel 1. Manifestasi klinis Alergi Susu Sapi.[1][3][4]
Uji Eliminasi dan Provokasi Oral
Setelah mengobservasi awitan dari reaksi alergi yang diperkirakan diakibatkan oleh susu sapi, uji eliminasi perlu dilakukan. Pelaksanaan uji eliminasi perlu disesuaikan berdasarkan gejala yang dialami pasien, apakah akut dan cepat seperti alergi IgE-mediated atau subakut seperti pada alergi non-IgE mediated. Bila gejala condong ke arah ASS tipe IgE mediated, uji eliminasi perlu dilakukan selama 1-2 minggu sebelum memulai pengenalan produk susu sapi. Bila lebih condong pada ASS non-IgE mediated, maka waktu eliminasi disarankan untuk dilakukan selama 2-4 minggu. Khusus untuk pasien yang gejalanya berat yang disertai gejala saluran cerna, diet eliminasi bisa dilakukan hingga lebih dari 4 minggu.[1][2]
Setelah rentang waktu bebas susu sapi yang telah ditentukan, uji provokasi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis ASS (Lihat Gambar 1). Uji provokasi harus dilakukan di bawah pengawasan dokter di fasilitas kesehatan yang memadai.[1][2] Hasil diagnosis ASS dikatakan positif bila gejala ASS muncul dalam rentang waktu hingga 3 hari pasca dilakukannya provokasi. Sebaliknya, hasil dikatakan negatif bila tidak timbul gejala dalam rentang waktu tersebut.[2]
Gambar 1. Konfirmasi diagnosis dengan uji eliminasi dan provokasi oral.[1]
Strategi Nutrisi untuk Anak dengan Alergi Susu Sapi
Prinsip utama terapi ASS adalah dengan menghindari susu sapi dan produk olahannya. Orang tua juga perlu mengutamakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sebagai bagian dari pemberian nutrisi anak. Pada anak yang diberikan ASI eksklusif, ibu perlu mengeliminasi konsumsi produk susu sapi untuk menghindari paparan alergen pada bayi. Bila pemberian ASI tidak memungkinkan, pilihlah formula hipoalergenik yang terbukti tidak menimbulkan reaksi alergi. Pilihan pertama susu formula hipoalergenik adalah formula terhidrolisat ekstensif (eHF). Bila bayi masih mengalami gejala setelah mengganti susu dengan eHF atau memiliki ASS gejala berat (manifestasi meliputi anafilaksis, gangguan pertumbuhan, keterlibatan gastrointestinal, Food protein-induced enterocolitis syndrome, dan esofagitis eosinofilik), susu formula berbahan dasar asam amino (AAF) bisa diberikan. Namun, perlu diketahui bahwa formula-formula tersebut memiliki rasa dan aroma yang khas, sehingga tidak selalu diterima dengan baik oleh anak-anak. [1][2] Jika demikian, formula dari sumber nabati, seperti formula isolat protein soya bisa dipertimbangkan.
Penggunaan isolat protein soya sebagai alternatif dapat dilakukan jika sesuai indikasi. Bila terdapat alasan ekonomi, budaya/latar belakang, aksesibilitas, dan preferensi rasa, formula isolat protein soya dapat dipilih sebagai opsi. Walaupun demikian, perlu diperhatikan bahwa beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian formula isolat soya dapat meningkatkan risiko reaksi silang, khususnya pada kasus ASS non-IgE-mediated. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa tingkat manifestasi reaksi silang berhubungan dengan usia anak yang lebih dini walaupun prevalensinya relatif rendah. Maka dari itu, formula isolat soya belum direkomendasikan untuk diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. [1-4]
Di luar hal tersebut, isolat protein soya adalah opsi yang relatif aman. Kandungan zat tertentu dari isolat protein soya seperti aluminium, fitoestrogen, dan fitat kerap dikhawatirkan menimbulkan risiko efek samping pada tumbuh kembang bayi dan anak.[1][2][4] Namun, pada kenyataannya, tinggi kandungan alumunium pada formula isolat protein masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan oleh World Health Organization (WHO), yaitu <0.5 mg/kg/hari.[2] Efek estrogenik dari fitoestrogen juga hanya terbukti menimbulkan gangguan seksual, reproduksi, neuroendokrin, neurobehaviour, fungsi imun dan thyroid pada studi di hewan. Sementara itu, studi serupa yang dilakukan pada manusia menunjukkan bahwa bayi-bayi yang diberikan formula isolat soya tidak mengalami perbedaan yang signifikan pada fungsi-fungsi tubuh tersebut dibandingkan dengan bayi-bayi yang mengonsumsi susu formula sapi.[1][2][4] Tak hanya itu, kandungan fitat pada formula isolat protein telah dikurangi sehingga tidak mengganggu absorpsi dan availabilitas mineral dan trace elements penting lainnya.[2]
Alergi susu sapi memiliki prognosis yang baik. Biasanya gejala berkurang dengan seiringnya waktu. Maka dari itu, reintroduksi produk susu sapi dapat diberikan paling tidak setelah 6 bulan sejak eliminasi produk susu sapi. Setelah rentang waktu tersebut, uji provokasi dapat diulang kembali dengan perlahan, tentunya di bawah supervisi dokter dengan fasilitas kesehatan yang memadai.[1][2][4]
Pada anak dengan ASS, pengenalan MPASI dapat dilakukan pada usia 6 bulan dan dengan cara yang sama selayaknya anak tanpa ASS. Walaupun demikian, perhatian khusus perlu dilakukan untuk menghindari produk susu sapi dan olahannya.[1]
Edukasi bagi Keluarga terkait Pengelolaan Diet Bebas Susu Sapi dan Pencegahan Kontaminasi Silang.
Prinsip utama dalam strategi terapi ASS adalah menghindari konsumsi susu sapi dan produk olahannya. Terapi yang optimal meliputi edukasi ke keluarga atau pengasuh pasien dan pasien dalam bentuk tertulis terkait beberapa hal penting yang dirangkum dalam Gambar 2.[1][2][4] Keluarga pasien perlu dihimbau untuk senantiasa membaca label makanan terkait kandungan susu karena seringkali produk susu tidak hanya dalam bentuk makanan dairy products, tetapi juga tersembunyi di dalam makanan yang diproses (Tabel 2).[1][4]
Gambar 2. Edukasi yang perlu diberikan terhadap orangtua dan pengasuh pasien.[4]
Tabel 2. Makanan dan bahan yang kemungkinan mengandung susu sapi.[1]
Selain itu, keluarga juga perlu diberikan edukasi bahwa ASI adalah pilihan utama sebagai susu pasien. Tetapi, jika tidak memungkinkan untuk anak diberikan formula eHF atau formula hipoalergenik lainnya, formula isolat protein soya dapat diberikan berdasarkan pertimbangan keuntungan dan kerugiannya.[1][2][4]
Pemantauan Tumbuh Kembang
Pemantauan tumbuh kembang pada anak dengan ASS sangatlah penting.[1] Belum ada rekomendasi spesifik terkait pemantauan tumbuh kembang pada anak dengan ASS, tetapi studi merekomendasikan pemantauan dilakukan setiap 1 bulan sekali yang mencakup antropometri, data klinis, reaksi, serta sesi konseling terkait asupan gizi.[5]
Kesimpulan
Asuhan nutrisi anak dengan ASS meliputi pemberian ASI atau susu formula hipoalergenik dan menghindari produk derivat susu sapi pada MPASI. Isolat protein soya diindikasikan di kondisi tertentu (seperti alasan ekonomi, budaya/latar belakang, aksesibilitas, dan preferensi rasa) dan relatif aman untuk dikonsumsi bagi anak di atas 6 bulan.
Referensi
Vandenplas Y, Broekaert I, Domellöf M, Indrio F, Lapillonne A, Pienar C, Ribes-Koninckx C, Shamir R, Szajewska H, Thapar N, Thomassen RA, Verduci E, West C. An ESPGHAN Position Paper on the Diagnosis, Management, and Prevention of Cow’s Milk Allergy. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2024;78:386-413.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ALERGI SUSU SAPI. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014. ISBN: 978-979-8421-90-7
Jensen SA, Fiocchi A, Baars T, Jordakieva G, Nowak-Wegrzyn A, Pali-Schöll I, Passanisi S, Pranger CL, Roth-Walter F, Takkinen K, Assa’ad AH, Venter C, Jensen-Jarolim E. World Allergy Organization (WAO) Diagnosis and Rationale for Action against Cow’s Milk Allergy (DRACMA) Guidelines update - III - Cow’s milk allergens and mechanisms triggering immune activation. World Allergy Organ J. 2022;15:100668. doi: 10.1016/j.waojou.2022.100668
Venter C, Meyer R, Groetch M, Nowak-Wegrzyn A, Mennini M, Pawankar R, Kamenwa R, Assa’ad A, Amaraj S, Fiocchi A, & Bognanni A. (2024). World Allergy Organization (WAO) Diagnosis and Rationale for Action against Cow’s Milk Allergy (DRACMA) guidelines update – XVI - Nutritional management of cow’s milk allergy. World Allergy Organ J, 17(1), 1-22. doi: 10.1016/j.waojou.2024.100931
Nocerino R, Coppola S, Carucci L, Paparo L, De Giovanni Di Santa Severina AF, Berni Canani R. Body growth assessment in children with IgE-mediated cow’s milk protein allergy fed with a new amino acid-based formula. Front Allergy. 2022;3:1-8. doi: 10.3389/falgy.2022.977589
Artikel ini merupakan hasil kerjasama antara PrimaPro dengan Abbot Nutrition. Untuk mengetahui lebih lanjut seputar Abbot Nutrition, silahkan klik link ini.