
Berapa Lama Waktu Tidur yang Dibutuhkan oleh Anak? Ini Panduannya
10 Mar 2022
Author: dr. Afiah Salsabila
28 Apr 2025
Topik: Cairan, Intravena, Guideline, AAP
Latar Belakang
Terapi cairan intravena merupakan bagian penting dalam memastikan bahwa hidrasi anak yang sakit tetap adekuat. Meskipun menjadi praktik umum di berbagai fasilitas layanan kesehatan, variasi dalam pemilihan jenis cairan, volume, dan frekuensi pemberian menunjukkan perlunya standar praktik berbasis bukti. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, American Academy of Pediatrics (AAP) mempublikasikan Clinical Practice Guideline: Maintenance Intravenous Fluids in Children, yang bertujuan menetapkan praktik terbaik dalam pemberian cairan maintenance pada anak usia 28 hari hingga 18 tahun yang dirawat di di fasilitas kesehatan.
Pendekatan Berdasarkan Fase Terapi Cairan
Pada panduan tersebut, AAP membagi jenis terapi cairan berdasarkan kebutuhan fisiologi anak yang dibagi menjadi empat fase. Empat fase utama yang dijelaskan adalah fase resusitasi, titrasi, maintenance, dan konvalesen. Fase resusitasi berfokus pada restorasi perfusi jaringan secara cepat pada kondisi hemodinamik yang tidak stabil. Setelah itu, fase titrasi berfungsi sebagai jembatan antara resusitasi dan maintenance, di mana keseimbangan cairan dievaluasi secara dinamis berdasarkan status klinis pasien. Fase maintenance, atau fase pemeliharaan, merupakan titik perhatian utama dalam pedoman ini, yaitu fase di mana cairan diberikan untuk mempertahankan kebutuhan dasar metabolik dan fisiologis harian tanpa menyebabkan overhidrasi atau dehidrasi. Terakhir, fase konvalesen mengacu pada tahap pemulihan ketika tubuh pasien kembali mampu mengatur keseimbangan cairan secara mandiri dan kebutuhan cairan intravena dapat dihentikan.
Jenis Cairan yang Disarankan
Dalam key action statement 1A, AAP merekomendasikan agar pasien usia 28 hari hingga 18 tahun yang memerlukan cairan intravena pemeliharaan menerima cairan isotonik dengan kandungan sodium dan chloride mendekati 154 mEq/L, dan mengandung tambahan kalium klorida (KCl) serta dextrose dalam jumlah yang sesuai. Rekomendasi ini didasarkan pada tingkat bukti berkualitas tinggi dan rekomendasi yang kuat, berdasarkan berbagai studi randomized-controlled study (RCT) yang menunjukkan bahwa cairan isotonik secara signifikan menurunkan risiko hiponatremia rumah sakit (hospital-acquired hyponatremia) [1].
Walaupun demikian, AAP menerangkan bahwa rekomendasi ini tidak sepenuhnya berlaku pada kelompok-kelompok tertentu seperti neonatus usia <28 hari, pasien dengan penyakit jantung kongenital, gangguan fungsi ginjal atau hati, pasien kanker, pasien dengan luka bakar luas, diare berat, serta pasien dengan diabetes insipidus karena kelompok-kelok tersebut memiliki kebutuhan cairan dan elektrolit yang khusus sehingga memerlukan pendekatan individual berdasarkan pemantauan laboratorium yang intensif dan penilaian klinis yang kompleks.
Implikasi Klinis dari Penggunaan Cairan Isotonik
Rekomendasi ini menandai pergeseran paradigma dari penggunaan cairan hipotonik ke cairan isotonik sebagai pilihan utama. Sebelumnya, cairan hipotonik seperti D5-NaCl 0,2% atau 0,45% sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan maintenance. Namun, data menunjukkan bahwa cairan hipotonik memiliki potensi besar menyebabkan penurunan kadar natrium serum, khususnya pada anak yang mengalami peningkatan hormon antidiuretik (ADH) akibat stres, nyeri, infeksi, atau operasi. Hiponatremia ini dapat berkembang menjadi ensefalopati hiponatremik, suatu kondisi neurologis serius yang dapat menyebabkan kejang, edema otak, hingga kematian.
Pentingnya Pemantauan dan Evaluasi Berkala
Penerapan cairan isotonik bukan berarti mengabaikan kebutuhan pemantauan klinis. AAP menekankan bahwa kadar natrium serum sebaiknya tetap diperiksa dalam 6 hingga 12 jam pertama setelah inisiasi cairan maintenance, dan evaluasi lanjutan dilakukan berdasarkan perkembangan klinis pasien. Pemantauan lebih ketat disarankan untuk pasien di unit perawatan intensif, pasca-operasi besar, atau pasien-pasien yang mengalami kehilangan cairan signifikan melalui sistem gastrointestinal. Penyesuaian volume dan komposisi cairan tetap diperlukan untuk mencegah akumulasi cairan yang berlebihan, yang dapat memperburuk kondisi anak terutama pada mereka dengan gangguan jantung atau ginjal.
Mencegah Komplikasi Serius Melalui Praktik Berbasis Bukti
Komplikasi seperti hiponatremia, hipernatremia, asidosis metabolik, dan overload cairan dapat dicegah dengan penerapan terapi cairan yang berbasis bukti seperti yang direkomendasikan oleh AAP. Selain mencegah morbiditas, pendekatan ini juga bertujuan untuk meminimalkan iatrogenesis—komplikasi yang justru ditimbulkan oleh intervensi medis itu sendiri. Dalam konteks ini, cairan intravena bukan sekadar “obat pendukung,” melainkan bagian esensial dari strategi tatalaksana yang aktif dan terukur.
Penutup
Menurut panduan praktik klinis yang dirilis oleh AAP mengenai pemberian cairan intravena maintenance, penggunaan cairan isotonik yang disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis yang disertai pemantauan elektrolit yang ketat, merupakan upaya konkret dalam meningkatkan keselamatan dan kualitas perawatan anak. Dokter anak diharapkan tidak hanya memahami isi panduan ini secara teoretis, tetapi juga menerapkannya dalam praktik klinis untuk memastikan bahwa setiap anak yang membutuhkan terapi cairan mendapatkan penanganan yang tepat, aman, dan berbasis bukti.
Referensi
Feld LG, Neuspiel DR, Foster BA, Leu MG, Garber MD, Tieder JS, et al. Clinical Practice Guideline: Maintenance Intravenous Fluids in Children. Pediatrics. 2018;142(6):e20183083. doi:10.1542/peds.2018-3083.
10 Mar 2022
8 Apr 2022
26 Sep 2022
7 Nov 2022